Tantangan dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Menggunakan Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah

Abstract

Latar belakang: Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Program untuk mengendalikan kanker serviks adalah dengan deteksi dini menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan krioterapi untuk IVA positif. Jumlah WUS yang melakukan tes IVA di Wonogiri sejak 2015 masih di bawah target, tetapi IVA positif yang ditemukan cukup banyak, yaitu 10,29% tahun 2016 dan 6,3% tahun 2017. Studi dilakukan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program skrining kanker serviks dengan metode IVA. Metode: Studi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif menggunakan pendekatan logic model pada Juli-Agustus 2018.  Responden adalah penanggungjawab Penyakit Tidak Menular (PTM) dan atau bidan di 10 Puskesmas yang memiliki petugas IVA terlatih dan 6 Puskesmas yang tidak memiliki petugas terlatih; kepala seksi PTM dinas kesehatan; serta dokter spesialis obsgyn RSUD. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan wawancara mendalam. Analisis data secara deskriptif. Hasil: Petugas IVA terlatih hanya ada di 10 Puskesmas dari 34 Puskesmas. Dari 24 Puskesmas yang tidak memiliki petugas IVA, hanya tiga Puskesmas yang pernah melaksanakan skrining IVA massal. Empat Puskesmas mengeluhkan tidak adanya dana untuk kegiatan, seperti pembelian bahan, penggandaan form, sosialisasi serta jasa petugas. Hambatan dalam sosialisasi adalah rasa takut dan malu untuk melakukan tes IVA. Puskesmas yang tidak memiliki petugas IVA kesulitan mendorong warga untuk melakukan tes IVA karena pemeriksaan harus dilakukan di Puskesmas lain. Koordinasi dengan RSUD terkait rujukan pasien IVA positif belum berjalan baik. Krioterapi belum dapat dilakukan, karena alat baru tersedia di dua Puskesmas pertengahan tahun 2018 dan belum ada petugas yang mengikuti uji kompetensi. Simpulan: Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wonogiri masih menemui banyak tantangan. Diperlukan beberapa upaya perbaikan seperti penggunaan dana BOK untuk pelaksanaan tes IVA, proses sosialisasi yang lebih efektif, memperjelas alur rujukan pasien IVA positif, serta penguatan kapasitas petugas IVA agar dapat melakukan krioterapi.Tujuan. Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Program untuk mengendalikan kanker serviks adalah dengan deteksi dini menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan krioterapi untuk IVA positif. Jumlah WUS yang melakukan tes IVA di Wonogiri sejak 2015 masih di bawah target. Namun, WUS dengan IVA positif yang ditemukan cukup banyak, yaitu 10,29% pada tahun 2016 dan 6,3% pada tahun 2017. Evaluasi program dilakukan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA dan upaya perbaiknya yang sebaiknya dilakukan.Konten. Tantangan yang dihadapi dalam program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA meliputi beberapa aspek.Aspek sumber daya manusia:- petugas IVA terlatih hanya ada di 10 Puskesmas dari 34 Puskesmas- belum ada petugas IVA yang mengikuti uji kompetensi sehingga belum ada petugas yang mampu melakukan krioterapi pada pasien IVA positifAspek sarana dan pra sarana :- unit krioterapi baru mulai tersedia di dua Puskesmas pada pertengahan 2018- speculum disposable tidak tersedia di PuskesmasAspek pendanaan :- tidak ada dana untuk kegiatan, seperti untuk pembelian bahan, penggandaan form, sosialisasi serta jasa petugasAspek sosialisasi :- rasa takut dan malu dari masyarakat untuk melakukan tes IVA- Puskesmas yang tidak memiliki petugas IVA kesulitan mendorong masyarakat untuk melakukan tes IVA karena tes IVA hanya dapat dilakukan di Puskesmas lain yang berada di luar wilayahAspek tindak lanjut pasien dengan IVA positif :- belum dapat dilakukan krioterapi- proses rujukan dengan RSUD belum berjalan baik- terdapat ketidaksamaan prosedur rujukan antar PuskesmasUpaya perbaikan yang dapat dilakukan, seperti penambahan petugas IVA terlatih, uji kompetensi petugas IVA agar dapat melakukan krioterapi, pemanfaatan dana BOK untuk pelaksanaan kegiatan, proses sosialisasi yang lebih efektif, dan memperjelas alur rujukan pasien IVA positif

    Similar works