64 research outputs found

    Pengaruh Umur Buah Jeruk Manis (Citrus Aurantium L.) Dan Jeruk Nipis(c. Aurantifolia(christm.) Swing)terhadap Kandungan Vitamin C

    Full text link
    G. PANGGABEAN & A. TRI SUNARTO. 1985.The effect of fruit maturity of sour orange (Citrus aurantium L.) and lime (C. aurantifolia (Christm.) Swing, on vitamin C content. Berita Biologi 3(3):101 - 103. - The effect of fruit maturity on vitamin content were studied on sour orange (C. aurantium) and lime (C. aurantifolia}.In sour orange,vitamin C content of 13-16 weeks were 24-25 mg/100 ml. However, the content of vitamin C decreased according to the maturity of the fruits which at the stage of 26 weeks reached 11.68 mg/100 ml.The vitamin C of lime at the age of 16 - 19 weeks were 8.50 - 9.14, mg/100 ml. The fruits of 25 weeks old contained 26.50 mg/100 ml of the vitamin C. The fruits became over ripe and rotted after 25 weeks

    Pengaruh Susunan Tugas, Kekuasaan Pemimpin dan Hubungan Pemimpin-anggota terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Hyang Sri (Persero) di Kabupaten Nganjuk)

    Full text link
    This research conducted to know the influence of leadership style with comfortable or uncomfortable situation if the three dimensions above owned by leader that will advance employee capacity. This research conducted at PT. Sang Hyang Seri (Persero) in Nganjuk Regency, it is located at Tempel Wetan Village, Loceret District, Nganjuk Regency of East Java, had began since September until November 2001. The population here is all employee of PT. Sang Hyang Seri (Persero) at Nganjuk Regency, the amount of employee are 53 employees. Sample taking here used Strata Random Sampling where all employees can represent as respondent that is taken 34.6% proportionally it is 37 employees. The results showed that PT. Sang Hyang Seri (Persero) employee, that briefing from their leader in completing their task, 54.1% declare there were seldom briefing, 40,5% no briefing and 2,7% say there were always briefing. Power USAge of the leader to instruct, give reward or punishment to the employee\u27s mistake, 37,8% employees say often, 35,1 say seldom, 21,6 employee say there is seldom appraisal and 5,4% no appraisal. For leader – members relationship about the trust of employee to their leader, leader supports, cooperation, working condition, 40,5 employees say often, 29,7 say seldom, 24% say never trust and 5,4% say seldom trust to the support, 43,3% say always support, 35,1 say often, 13,5% say seldom and 2,7% say never cooperate. Improvement of employee performance from research of acmation and margin in completing task, 51,4% employees say always, 32,4% say often and16, 2% seldom and balance with the weakness, about on time of completing the task, 62,2% employee say often on time, 21,6% say always and 16,2% said seldom. From the results showed that task arrangement, leader power and level of leader-member simultaneously to the employee performance are 62,2% average while the remains 32,4% influenced by another variables that is not include in research, namely: training, wok culture, work climate, stress and others. Leader power variable has more dominant influence to employee performance than task arrangement and leader-members relationship variable

    Hubungan antara Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja di Televisi dan Interaksi Peer Group dengan Perilaku Hedonis pada Remaja

    Full text link
    Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang1HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRONREMAJA DI TELEVISI DAN INTERAKSI PEER GROUP DENGANPERILAKU HEDONIS PADA REMAJAAsri (2013)Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas DiponegoroABSTRAKSIDitinjau dari sisi psikologis, perilaku hedonis sangat membahayakan remaja, remajaakan mengambil simplifikasi kehidupannya menjadi parameter perkembangan kehidupannya dimasa mendatang, sehingga nafsu kemewahan dan kemegahan membudaya dalam dirinya,akibatnya apabila semua bentuk kemewahan dan kemegahan tersebut tidak dapat dipenuhiakan membuat remaja frustrasi dan kecewa yang berkepanjangan. Dari beberapa faktor yangdianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahuihubungan antara intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang sarat dengan sajiankemewahan dan kemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group denganperilaku hedonis.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma positistik dengan tradisi sosiopsikologis,sehingga tipe penelitiannya kuantitatif. Teori yang digunakan ialah hirarki of effectdan teori belajar sosial Bandura, diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian. Obyekpenelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Kota Semarang, yang kesehariannya sarat denganindikasi perilaku hedonis, yang kepadanya diberikan kuesioner. Sampel diambil menggunakanproportional random sampling yaitu 77 siswa, dengan rumus statistik korelasi rank Kendall.Hasil penelitian adalah: 1) Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menontontayangan sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggiintensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka semakin rendah perilaku hedonis dariremaja tersebut; 2) Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group denganperilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggi interaksi sosial peer group, maka akan semakinrendah perilaku hedonis pada remaja tersebut.LATAR BELAKANGKecenderungan masyarakat untuk hidup mewah, berfoya -foya, bersuka ria, dan bergayahidup secara berlebih-lebihan, begitu terlihat di lingkungan masyarakat kita sehari-hari.Kecenderungan tersebut sering diistilahkan sebagai budaya hedonisme, yang mempunyai artisuatu budaya yang mengutamakan aspek keseronokan diri, misalnya, freesex, minum-minumankeras, berjudi, berhura-hura, berhibur di club-club malam, dan sebagainya. Berbagai bentukperwujudan dari budaya hedonisme tersebut begitu mempesonakan dan menggiurkan bagibanyak orang, dan dapat dikatakan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat yang merasadirinya sebagai masyarakat modern (Ayuningtias, 2013:2).Perilaku hedonistik pada remaja tersebut seperti; membawa mobil saat ke sekolah,menggunakan handphone bermerk dan mahal (Black Berry) dan secara proporsional kuranglayak buat remaja, dandanan yang terkesan kurang sopan dan seronok ala artis, main ke mallmall,dinner di McDonald, dan perilaku hura-hura tanpa makna lainnya yang sudah sepertimembudaya pada remaja akhir-akhir ini.Menurut Titi Said, sinteron yang diklaim sebagai sinteron remaja tersebut, banyakmenyajikan perilaku remaja yang mengajari anak-anak dan remaja untuk berpenampilan seksi,berorientasi hedonistic dan berpola hidup senang, serba mudah dan serba mewah. Adegansinetron pun seringkali ditiru dalam perilaku mereka sehari-hari, atau jika tidak ditiru, minimalakan mengkontaminasi pikiran polos anak-anak, karena sebenarnya orientasi yang relevan bagiremaja adalah nilai-nilai budaya kerja keras dan menghargai karya. Apalagi, sekitar 60 juta anakIndonesia menonton acara seperti itu di televisi selama berjam-jam hampir sepanjang hari.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang2Sebagian besar masyarakat sudah tahu bahwa sinetron hanya fiksi belaka, tetapi yangtidak disadari adalah efek imitasi/peniruan yang bisa ditimbulkannya. Memang karakter setiapremaja berbeda, tapi pada Kenyataannya reaksi yang ditimbulkan media cenderung seragam.Misalnya sinetron yang mempertontonkan siswa SMA yang pergi ke sekolah dengan mobilmewah, banyak ditiru para pelajar saat ini dengan membawa mobil ke sekolah. Begitu jugadengan cara berpakaian para pelajar perempuan dalam sinetron, mulai ditiru para remaja saatini. Fenomena lain yang meniru sinetron adalah westernisasi (aksi kebarat-baratan) sepertibahasa, kuliner dan pakaian yang saat ini jadi trend di kalangan remaja. Hal ini bisa disaksikandi mall-mall, bagaimana anak-anak remaja berdandan bagaikan artis sinetron. Bahkan sebagaiakibat kegemaran remaja mengunjungi mall-mall di pusat perbelanjaan harus sampai membolossekolah, sehingga tidak jarang remaja yang masih siswa SMA/SMK terjaring razia disiplin yangdilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Fenomena semacam ini dirasakan sangat getir bagisemua pihak, khususnya; orangtua, pendidik, ulama, tokoh agama dan masyarakat dan pihakpemerintah sendiri.Ketatnya pergaulan remaja dalam ikatan teman sebaya yang cenderung represif, semakinmengindikasikan bahwa tayangan sinetron hedonis tersebut memang merupakan parameterpergaulan remaja pada umumnya, sehingga bilamana ada salah seorang remaja yang tidakmampu mengadopsi nilai-nilai hedonis tersebut, sudah barang tentu akan diisolasi olehkelompok teman sebayanya (peer group). Menonton sinteron remaja yang hedonis, bagi siswadiibaratkan sebagai tolok ukur tentang perkembangan sikap dan perilaku metropolis yang layakuntuk diadopsi sebagai salah satu bagian dari dirinya, sehingga agar tidak ketinggalan jaman,maka perlu dan wajib untuk ditonton, dan akibatnya terpaan menonton tayangan sinetronsemacam itu menjadi tinggi dan sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan. Tolok ukur yangdiperolehnya dari hasil melihat tayangan sinetron kemudian dijadikan bahan masukan dandiskusi di lingkungan teman sebaya, sebagai sebuah wacana yang layak atau tidak untuk ditiru.Dengan dominasi pergaulan teman sebaya yang cenderung homogen yang disertai denganintensitas menonton tayangan sinetron yang tinggi, diduga akan mewarnai perilaku hedonisremaja.Perilaku hedonisme dan konsumtif telah melekat pada kehidupan kita. Pola hidup sepertiini sering dijumpai di kalangan remaja dan mahasiswa, di mana orientasinya diarahkankenikmatan, kesenangan, serta kepuasan dalam mengkonsumsi barang secara berlebihan.Manusiawi memang ketika manusia hidup untuk mencari kesenangan dan kepuasan, karena itumerupakan sifat dasar manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapainya. Salah satunyadengan mencari popularitas dan membelanjakan barang yang bukan merupakan kebutuhanpokok. Pada Kenyataannya pola kehidupan yang disajikan adalah hidup yang menyenangkansecara individual. Inilah yang senantiasa didorong oleh hedonisme dan konsumenisme, sebuahkonsep yang memandang bahwa tingkah laku manusia adalah mencari kesenangan dalam hidupdan mencapai kepuasan dalam membelanjakan kebutuhan yang berlebihan sesuai arus gayahidup. Penelitian ini akan mengkaji hubungan intensitas menonton tayangan sinteron remajadan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja.PERUMUSAN MASALAHDari beberapa faktor yang dianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka faktortingginya intensitas menonton sinetron remaja yang sarat dengan sajian kemewahan dankemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group yang berkecenderungan untukmelakukan soliditas dan homogenitas perilaku sebagai perwujudan solidaritas sosial, dianggapsebagai prediktor. Dengan demikian permasalahan yang diajukan adalah “Apakah intensitasmenonton tayangan sinetron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group berhubungandengan perilaku hedonis pada remaja?”.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang3TUJUAN PENELITIANPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas menonton tayangansinteron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis padaremaja.KERANGKA TEORIParadigma PenelitianParadigma penelitian yang dipakai adalah positivistik dengan ttradisi sosiopsikologis.State of The Art (Penelitian Terdahulu)No Nama Judul Variabel Hasil1 Yuyun (2002) Pengaruh IntensitasKomunikasi Keluarga danKonformitas peer groupterhadap Persepsi Remajamengenai InformasiErotikaVariabel bebas:1. Intensitas Komunikasikeluarga2. konformitas peer groupVariabel terikat:1. Persepsi remajamengenai informasierotika1. Intensitas komunikasi keluargaberpengaruh positif terhadappersepsi remaja mengenaiinformasi erotika2. Konformitas peer groupberpengaruh positif terhadappersepsi remaja mengenaiinformasi erotika3. Intensitas komunikasi keluargadan konformitas peer groupberpengaruh terhadap persepsiremaja mengenai informasi erotika2 Yudha (2009) Hubungan IntensitasMenonton TayanganPornografi di Internet danInteraksi dengan PeerGroup terhadap PerilakuImitasi Remaja dalamPacaranVariabel bebas:1. Intensitas MenontonTayangan Pornografi diInternet (X1)2. Interaksi dengan PeerGroup (X2)Variabel terikat:Perilaku Imitasi Remajadalam Pacaran (Y)1. Terdapat hubungan antaraIntensitas Menonton TayanganPornografi di Internet denganPerilaku Imitasi Remaja dalamPacaran2. Terdapat hubungan antaraInteraksi dengan peer groupdengan Perilaku Imitasi Remajadalam Pacaran3 Anggarizaldy,(2007)Hubungan IntensitasMendengarkan ProgramAcara Skuldesak di RadioTRAX FM danPenggunaan Bahasa GaulOleh Penyiar SkuldesakRadio TRAX FM denganPerilaku Imitasi BahasaGaul Pada RemajaVariabel bebas:1. IntensitasMendengarkanProgram Skuldesak(X1)2. Penggunaan BahasaGaul oleh PenyiarSkuldesak (X2)Variabel terikat:Perilaku Imitasi BahasaGaul pada Remaja (Y)1. Terdapat hubungan positif antaraintensitas mendengarkan ProgramSkuldesak dengan Perilaku ImitasiBahasa Gaul pada Remaja2. Terdapat hubungan positif antarapenggunaan bahasa gaul olehpenyiar Skuldesak denganPerilaku Imitasi Bahasa Gaul padaRemajaHubungan antara Intensitas Menonton Sinetron Remaja dengan Perilaku Hedonis padaRemajaIntensitas menonton media televisi tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisikcukup dekat dengan kehadiran media massa, tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbukaterhadap pesan-pesan media tersebut. Intensitas menonton media televisi merupakan kegiatanmendengarkan, melihat, dan membaca pesan media massa atapun mempunyai pengalaman danperhatian terhadap pesan tersebut, yang dapat terjadi pada tingkat individu ataupun kelompok(Shore, 2005:26).Menurut pendapat Rosengren, penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yangdigunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubunganJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang4antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secarakeseluruhan. Intensitas adalah banyaknya informasi yang diperoleh melalui media, yangmeliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenis media yang digunakan(Rakhmat, 2004:66). Dengan demikian intensitas menonton sinetron remaja adalah banyaknyainformasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja di televisi, yang meliputi;frekuensi, atensi dan durasi penggunaan.Rogers (1996:192) mengatakan bahwa dampak sosial dari teknologi komunikasi baruadalah sesuatu yang diharapkan, tidak langsung dan memenuhi, sering bersamaan denganterjadinya dampak yang tidak diharapkan tidak langsung dan tidak memenuhi keinginan).Televisi memiliki efek secara hirarkis terhadap pemirsanya yaitu:1. Kognitif. Kemampuan pemirsa menyerap atau memahami acara yang ditayangkan televisiyang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Remaja akan menyerap dan memahamiinformasi serta pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai hedonis dari televisi, misalnyatentang bagaimana orang-orang berperilaku mewah, serba mudah dan serba instan, yangmana hal-hal tersebut akan menjadi semacam pengetahuan bagi siswa remaja.2. Afektif. Pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan televisi. Dalam hal iniremaja akan meniru simbol, properties, gaya rambut, cara bergaul dan sebagainya, daribintang idola mereka di televisi.3. Overt behavior (perilaku). Proses tertanamnya nilai-nilai budaya hedonis dalam hal iniyang berkaitan dengan nilai-nilai hedonistik dalam kehidupan sehari-hari (Rakhmat,2004:57).Hubungan antara Interaksi Sosial Peer Group dengan Perilaku Hedonis pada RemajaProses terjadinya imitasi dalam interaksi sosial, sebagaimana dikatakan oleh Banduradalam Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) bahwa orang belajar dari yang lain,melalui observasi, peniruan, dan pemodelan. Teori belajar sosial ini banyak berbicara mengenaiperhatian, identifikasi, dan imitasi. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam halinteraksi timbal Balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruhlingkungan (Rakhmat, 2004:74)Teori belajar sosial dari Bandura juga menyatakan bahwa individu akan meniru perilakuorang lain jika situasinya sama dengan ketika peristiwa yang ditirunya diperkuat di masa lalu.Sebagai contoh, ketika seorang anak muda meniru perilaku orangtuanya atau saudara tuanya,imitasi ini sering diperkuat dengan senyuman, pujian, atau bentuk-bentuk persetujuan lain.Demikian juga, ketika anak-anak menirukan perilaku teman-temannya, bintang olah raga, atauselebritis, peniruan ini akan diperkuat dengan persetujuan teman sebayanya.Dalam penelitian ini model yang dimaksudkan dalam teori belajar sosial adalah di manasiswa akan belajar mengenai nilai-nilai sosial yang berkembang dari lingkungan temansebayanya, di mana jika lingkungan teman sebayanya menganut nilai hedonis, maka individulain yang terlibat dalam interaksi dalam peer group mencoba untuk melakukan perhatian,identifikasi dan imitasi, sehingga bilamana nilai hedonis tersebut sesuai dengan keinginannya,besar kemungkinan siswa akan belajar tentang nilai-nilai dan perilaku hedonis. Namun jikainteraksi dengan lingkungan teman sebayanya menganut nilai-nilai religius, maka besarkemungkinan individu akan memiliki nilai dan perilaku yang religius pula. Dalam hal ini,individu, khususnya siswa remaja yang masih berada dalam tahap transisi akan senantiasamencari jati dirinya sehingga menemukan apa yang dicarinya dari lingkungan sosial di manasiswa atau remaja tersebut menaruh respek. Dalam tinjauan literatur, lingkungan sosial primeryang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku remaja antara lain; orangtua, lingkungan sekolahdan lingkungan teman sebaya (peer group). Semakin tinggi individu berinteraksi dengan peergroup, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesesuaian perilakunya dengan nilai-nilai peergroup.Dari teori belajar sosial Bandura di atas maka dapat dikatakan bahwa lingkungan sosialyang primer dari individu akan mengajarkan pada para remaja untuk bersikap dan berperilakusebagaimana yang diyakini dan dipercayai oleh lingkungan sosial tersebut, di mana lingkunganJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang5sosial tersebut berasal dari teman sebaya dan media televisi. Dalam perspektif teori belajarsosial, remaja yang berada dalam transisi mengalami suatu fase yang dinamakan pencarian jatidiri, sehingga lingkungan sosial di mana remaja bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikaphidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidak mendapatkansuatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungan sosial di mana siswabertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhi mental siswa kepada norma dannilai sosial yang menyimpang.Penyimpangan tersebut akan semakin kentara bilamana remaja bergaul dalam lingkunganpeer group yang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jatidiri yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap danperilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya. Nilai-nilai hedonis, seperti; caraberpakaian, assesories, properties, sarana dan prasarana, gaya hidup dan hobby yang dibawaoleh kelompok peer groupnya, secara perlahan akan diadopsi sebagai salah satu bagian darinilainya, dan di sini barangkali remaja berani mengatakan inilah proses pencarian jati dirinya,yaitu sebagaimana yang dilakukan sikap dan perilaku anggota peer group lainnya.Gambar 1Kerangka Pemikiran TeoritisHIPOTESIS1. Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetron remaja ditelevisi dengan perilaku hedonis pada remaja2. Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilaku hedonis padaremaja.DEFINISI OPERASIONAL1. Intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1), indikator:a. Frekuensi menonton tayangan sinetron remaja di televisib. Atensi, tingkat perhatian individu dalam menonton sinetron remaja di televisic. Durasi, lama waktu yang dihabiskan individu untuk menonton sinetron remaja ditelevisi.2. Interaksi dengan peer group (X2), akan diukur dengan indikator:a. Frekuensi, seberapa sering individu berinteraksi dengan peer group.b. Durasi, yaitu lamanya waktu yang dihabiskan individu setiap kali berinteraksi denganpeer groupc. Keteraturan, yaitu kontinuitas individu dalam berinteraksi dengan peer group-nya.d. Keterbukaan, yaitu kesediaan untuk membuka diri tentang informasi yang tersembunyimengenai diri sendiri terhadap anggota lain dalam peer groupe. Empathy, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi anggota lain di dalampeer group.f. Dukungan, yaitu sikap mendung yang terdiri dari sikap deskriptif, bersikap spontandan bersikap provisional dengan berpikiran terbuka serta bersedia mendengarpandangan yang berlawanan dengan anggota lain dalam peer group3. Perilaku hedonis pada remaja (Y), dengan indikator:a. Sikap (afektif), diukur dengan:1) Kecenderungan terhadap kemewahan2) Kecenderungan untuk berfoya-foya3) Kecenderungan terhadap kemudahanb. Perilaku (overt behavior), diukur dengan:Intensitas Menonton TayanganSinetron (X1)Perilaku Hedonis padaRemaja (Y)Interaksi dengan Peer Group(X2)Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang61) Tingkat menghindari kesukaran2) Tingkat pemuasan hasrat3) Tingkat pemenuhan keinginan4) Tingkat pemuasan hawa nafsuMETODE PENELITIANTipe PenelitianPenelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksplanatori (pengujian hipotesis).Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X dan XI SMA Negeri 1 Semarang,sebanyak 334 siswa2. Sample sizeDengan rumus Yamane diketahui sample size sebesar 77 responden.Alat dan Teknik Pengumpulan DataSebagai alat atau instrumen pengumpulan data dalam penelitian ialah kuesioner yangdibagikan kepada responden untuk diisi jawabannya dengan bantuan teknik wawancara.Teknik Analisis DataTeknik analisis data akan berupa:1. Analisis deskriptifDalam analisis kualitatif atau deskriptif adalah penyajian deskripsi temuan penelitiansecara naratif dengan bantuan tabel frekuensi (tabel univariat) dan tabel silang (tabelmultivariat).2. Analisis inferensialAnalisis kuantitatif atau inferensial akan digunakan untuk pengujian hipotesispenelitian. Dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi rank Kendall.HASIL PENELITIAN1. Temuan Deskriptif (kualitatif)a. Sebagian besar responden tergolong memiliki intensitas menonton tayangan sinetronremaja di televisi menengah ke bawah. Fenomena seperti ini memberikan arahanbahwa secara umum tayangan sinetron remaja di televisi kurang diminati olehkalangan remaja. Hal ini dikarenakan sinetron dimaksud memiliki jam tayang yangbersamaan dengan aktivitas responden yang lain, seperti; saat bersantai bersamakeluarga, bersama teman, jalan-jalan ke tempat hiburan, mall, juga belajar dan lainsebagainya.b. Tingkat interaksi sosial dalam peer group pada responden tergolong menengah ke atas.Tingginya tingkat interaksi sosial tersebut disebabkan adanya perasaan kebersamaan,baik dalam perkembangan psikologis, sosial, edukatif maupun ekonomi, sehinggamenjadi daya perekat sosial di antara mereka. Fenomena ini memberikan arahan bahwawalaupun secara fisik, intensitas pertemuan dan komunikasi berlangsung tinggi, namundalam aspek afektif dan behavior, bentuk ikatan sosial antara anggota kelompok dalampeer group tergolong masih kurang, yang dikarenakan adanya keterbatasansosiopsikologis pada masing-masing anggota akibat adanya kepentingan dankebutuhan yang bersifat individual dan sosial, seperti masih adanya kebutuhan untukberinteraksi dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial di luar lingkungan peergroup.c. Temuan memperlihatkan sebagian besar responden tergolong memiliki perilakuhedonis tingkat menengah ke atas. Adanya kecenderungan semacam ini dikarenakanpada responden ditemukan tentang tingginya sikap menghindari kesulitan, tingginyakecenderungan untuk mencari kemudahan, adanya kecenderungan pada individu untukJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang7menggunakan bantuan orang lain apabila mengalami kesulitan. Pilihan-pilihan sikapresponden tersebut merupakan karakteristik perilaku hedonis, di mana perilakuindividu yang memiliki kecenderungan untuk bermegah-megah, kehidupan mewahdengan mengesampingkan kerja keras, tekun dan giat dalam meraihnya.2. Temuan Inferensial (Kuantitatif)a. Berdasarkan uji hipotesis penelitian di atas, menunjukkan bahwa hipotesis penelitianditerima. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian yang diperoleh pada koefisienkorelasi Kendall antara intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1)dengan perilaku hedonis remaja (Y) sebesar -0,1331 dan setelah ditransformasikan kedalam rumus Z menghasilkan nilai Z sebesar -1,713. Hasil konsultasi memperlihatkanbahwa nilai Z-hitung -1,713 > nilai Z-tabel5% -1,64, sehingga Ho ditolak dan Haditerima pada taraf kepercayaan 95 persen. Dengan demikian, hipotesis yangmenyatakan terdapat hubungan antara intensitas menonton tayangan sinetron remajatelevisi dengan perilaku hedonis remaja dapat diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwaketika individu mempunyai intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisitinggi, maka berpotensi menurunkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan.Begitu juga s

    Rancang Bangun Aplikasi Ppic dalam Manajemen Biaya dan Waktu Proyek Sistem Informasi (Studi Kasus STIKOM Surabaya)

    Full text link
    Management becomes indispensable in this era. Project management was one of that. In the knowledge area, project management can be divided into cost and time management. The goals of cost and time management are to produce a calculation of an effective estimated cost and efficient time management. This system was built to produce an effective cost estimate calculation based on Cost of Quality method and good time management based on Critical Path method. After the implementation and evaluation, the system has success to created project cost estimate and time management based on Cost of Quality and the Critical Path method

    Perancangan Buku Fotografi Esai Sate Ayam Blora, Jawa Tengah

    Full text link
    Kota Blora adalah sebuah kota kecil di provinsi Jawa Tengah dimana memiliki kuliner yang khas yaitu sate ayam Blora. Sate ayam Blora memiliki keunikan-keunikan serta ciri khas dan memiliki unsur budaya yang berbeda dengan sate ayam pada umumnya. Namun sampai saat ini informasi atau dokumentasi tentang kuliner sate ayam Blora hingga saat ini belum pernah ada baik dalam bentuk cetak maupun visual. Diharapkan melalui perancangan buku esai foto ini masyarakat luas dapat lebih mengenal kota Blora dan secara tidak langsung dapat mempromosikan kota Blora melalui kuliner khasnya yaitu sate ayam Blora

    Komodifikasi Keluarga Ustadz Jefri Al Buchori dalam Tayangan Infotainment

    Full text link
    Pasca Ustadz Jefri Al Buchori meninggal dunia, infotainment memanfaatkan kesedihan yang melanda keluarga Ustadz Jefri Al Buchori sebagai sebuah komoditas berita. Infotainment secara cerdas menyulap tragedi kehidupan selebriti menjadi bagian bisnis mereka, sehingga hal apa pun dapat diubah menjadi komoditas yang layak tonton dengan mengalami komodifikasi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan komodifikasi isi yang terjadi pada keluarga Ustadz Jefri Al Buchori dalam tayangan infotainment beserta ideologi yang dominan di belakangnya. Penelitian ini menggunakan teori komodifikasi sebagai salah satu penerapan dalam pendekatan teori ekonomi politik media dalam paradigma kritis melalui metode analisis wacana model Teun Van Dijk. Subjek penelitian ini adalah tayangan infotainment Cek&Ricek, penulis naskah dan redaksi Cek&Ricek, serta pengamat media infotainment. Berdasarakan temuan penelitian, komodifikasi isi terkait pemberitaan keluarga Ustadz Jefri Al Buchori berupa dramatisasi dan serialisasi. Dramatisasi berupa munculnya gambar-gambar istri dari Ustadz Jefri Al Buchori yang masih dirudung duka yang ditandai dengan tetesan air mata, selain itu dramatisasi bisa diciptakan dari naskah, yaitu dengan memainkan dramaturgi. Sedangkan serialisasi, tayangan Cek&Ricek menampilkan pemberitaan keluarga Ustadz Jefri Al Buhori dengan tema yang berbeda-beda setiap harinya. Ideologi yang melatarbelakangi tayangan ini dikarenakan adanya sistem rating dalam dunia pertelevisian. Rating menjadi barometer untuk kesuksesan sebuah program televisi. Terbukti dengan adanya kenaikan rating dalam tayangan Cek&Ricekketika memberitakan keluarga Ustadz Jefri Al Buchori, jumlah pendapatan iklan yang diperoleh pihak stasiun televisi juga bertambah

    “Pembingkaian Metrotvnews.com dan Sindonews.com Mengenai Mundurnya Hary Tanoesoedibjo dari Partai Nasional Demokrat”

    Full text link
    Media Online memiliki banyak kelebihan dalam menyampaikan beritakepada khalayak, salah satunya adalah aktualitas berita yang jauh melampauikecepatan media konvensional seperti surat kabar. Pemberitaan media onlinedipengaruhi oleh ideologi dan ekonomi politik media yang terlihat dari framingberita yang dilakukan oleh media. Hal tersebut tidak lain juga disebabkan olehfaktor kepemilikan media itu sendiri. Terkadang isi berita menjadi timpang danjauh dari netralitas yang seharusnya menjadi dasar sebuah media menyampaikansebuah berita. Bahkan dewasa ini acap kali media seperti di setir kepentinganpemiliknya untuk kepentingan politik dan pencitraan pemilik media tersebut.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran sampai sejauh manapengaruh ideologi dan politik ekonomi di media terhadap upaya mendekatiobjektivitas dan posisi netral sebuah pemberitaan. Penelitian ini menggunakanparadigma konstruksionis dengan pendekatan kualitatif. Analisa framingdilakukan dengan model analisis Pan dan Kosicki. Hasil penelitian inimenunjukan bahwa framing yang dilakukan sindonews.com terhadap beritamundurnya Hary Tanoesoedibjo dari Partai Nasional Demokrat sangat berpihakpada kepentingan pemilik media. Sementara framing yang dilakukan olehmetrotvnews.com masih menunjukan USAha media untuk melakukan pendekatanpada objektivitas pemberitaan

    Higher education in Indonesia: Contemporary challenges in governance, access, and quality

    Get PDF
    This chapter presents the development of Indonesian higher education since its origins to current challenges in the fields of governance, autonomy, access, equity, quality, and internationalization. Indonesia has a massive and diversified tertiary education, including experiments in community colleges and online programs. The higher educational system remains mainly centralized, with the exception of some reforms towards financial autonomy. Insufficient public funding hinders the capacity to provide adequate teaching, research, and facilities among other aspects. The consequential rise in student fees contributes to an overrepresentation of students from Java, urban centers, and higher social classes

    Tigers Need Cover: Multi-Scale Occupancy Study of the Big Cat in Sumatran Forest and Plantation Landscapes

    Get PDF
    The critically endangered Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) is generally known as a forest-dependent animal. With large-scale conversion of forests into plantations, however, it is crucial for restoration efforts to understand to what extent tigers use modified habitats. We investigated tiger-habitat relationships at 2 spatial scales: occupancy across the landscape and habitat use within the home range. Across major landcover types in central Sumatra, we conducted systematic detection, non-detection sign surveys in 47, 17×17 km grid cells. Within each cell, we surveyed 40, 1-km transects and recorded tiger detections and habitat variables in 100 m segments totaling 1,857 km surveyed. We found that tigers strongly preferred forest and used plantations of acacia and oilpalm, far less than their availability. Tiger probability of occupancy covaried positively and strongly with altitude, positively with forest area, and negatively with distance-to-forest centroids. At the fine scale, probability of habitat use by tigers across landcover types covaried positively and strongly with understory cover and altitude, and negatively and strongly with human settlement. Within forest areas, tigers strongly preferred sites that are farther from water bodies, higher in altitude, farther from edge, and closer to centroid of large forest block; and strongly preferred sites with thicker understory cover, lower level of disturbance, higher altitude, and steeper slope. These results indicate that to thrive, tigers depend on the existence of large contiguous forest blocks, and that with adjustments in plantation management, tigers could use mosaics of plantations (as additional roaming zones), riparian forests (as corridors) and smaller forest patches (as stepping stones), potentially maintaining a metapopulation structure in fragmented landscapes. This study highlights the importance of a multi-spatial scale analysis and provides crucial information relevant to restoring tigers and other wildlife in forest and plantation landscapes through improvement in habitat extent, quality, and connectivity
    corecore