4 research outputs found
Mezurashii Onomatope Dalam Komik Mikan E-nikki Jilid 2 Karya Miwa Abiko
Aspek terpenting dalam komunikasi adalah bahasa. Seperti halnya bahasa lain di dunia, bahasa Jepang memiliki pembagian jenis kata yang secara garis besar terbagi menjadi: nomina/kata benda, verba/kata kerja, adjektiva/kata sifat, adverbia/kata keterangan, kopula/kata kerja bantu, dan partikel/kata bantu. Dalam hal pembagian jenis kata, onomatope dapat dikelompokkan ke dalam kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan. Onomatope bahasa Jepang banyak muncul terutama pada komik. Seiring dengan berkembangnya komik Jepang, onomatope pun mengalami perkembangan yang menyebabkan kemunculan mezurashii onomatope (onomatope langka) yang tidak terdapat di kamus umum maupun kamus khusus onomatope bahasa Jepang. Salah satu contoh adalah onomatope yang terdapat dalam komik Mikan E-Nikki jilid 2 karya Miwa Abiko. Penelitian ini bertujuan mencari kata dasar dan pola pembentukan mezurashii onomatope pada sumber data. Pembahasan mengenai pembentukan atau struktur kata dalam ilmu linguistik termasuk dalam kajian morfologi, yaitu cabang ilmu linguistik yang mempelajari mengenai satuan bahasa yang disebut morfem dan kombinasinya. Dalam kaitannya dengan onomatope bahasa Jepang, pada umumnya onomatope bahasa Jepang memiliki gokan/goki ‘kata dasar' yang terdiri dari satu dan dua silabel. Penelitian ini menggunakan pembagian struktur onomatope berdasarkan bentuk fonem menurut Tamori, karakteristik onomatope menurut Tamori, serta proses morfologis bahasa Jepang menurut Koizumi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian, ditemukan dua jenis kata dasar yaitu kata dasar dengan satu silabel dan dua silabel. Sedangkan pola pembentukan mezurashii onomatope selain menggunakan lima karakteristik onomatope (sokuon, hatsuon, imbuhan –ri, pemanjangan vokal, pengulangan kata dasar) secara umum, juga menggunakan pola khusus seperti penambahan sokuon setelah hatsuon, bubun hanpuku, hatsuon setelah imbuhan -ri, penambahan settouji, boin no chouon-ka pada onomatope dengan dua silabel, proses yuugou, proses chikan, hanpuku secara langsung (tanpa penambahan karakter lain) pada onomatope dengan satu silabel, penambahan setsubiji dan proses sakujo. Pada penelitian selanjutnya disarankan lebih dalam meneliti tentang variasi penggunaan huruf hiragana dan katakana serta penggunaan dakuten dan handakuten yang tidak wajar pada mezurashii onomatope bahasa Jepang. Selain itu, dapat juga menggunakan objek kajian penelitian yang lebih bervariasi seperti film atau novel
Interface characterization of Co2MnGe/Rh2CuSn Heusler multilayers
All-Heusler multilayer structures have been investigated by means of high
kinetic x-ray photoelectron spectroscopy and x-ray magnetic circular dichroism,
aiming to address the amount of disorder and interface diffusion induced by
annealing of the multilayer structure. The studied multilayers consist of
ferromagnetic CoMnGe and non-magnetic RhCuSn layers with varying
thicknesses. We find that diffusion begins already at comparably low
temperatures between 200 C and 250 C, where Mn appears to
be most prone to diffusion. We also find evidence for a 4 {\AA} thick
magnetically dead layer that, together with the identified interlayer
diffusion, are likely reasons for the small magnetoresistance found for
current-perpendicular-to-plane giant magneto-resistance devices based on this
all-Heusler system
Fast Track Algorithm: How To Differentiate A “Scleroderma Pattern” From A “Non-Scleroderma Pattern”
Objectives: This study was designed to propose a simple “Fast Track algorithm” for capillaroscopists of any level of experience to differentiate “scleroderma patterns” from “non-scleroderma patterns” on capillaroscopy and to assess its inter-rater reliability. Methods: Based on existing definitions to categorise capillaroscopic images as “scleroderma patterns” and taking into account the real life variability of capillaroscopic images described standardly according to the European League Against Rheumatism (EULAR) Study Group on Microcirculation in Rheumatic Diseases, a fast track decision tree, the “Fast Track algorithm” was created by the principal expert (VS) to facilitate swift categorisation of an image as “non-scleroderma pattern (category 1)” or “scleroderma pattern (category 2)”. Mean inter-rater reliability between all raters (experts/attendees) of the 8th EULAR course on capillaroscopy in Rheumatic Diseases (Genoa, 2018) and, as external validation, of the 8th European Scleroderma Trials and Research group (EUSTAR) course on systemic sclerosis (SSc) (Nijmegen, 2019) versus the principal expert, as well as reliability between the rater pairs themselves was assessed by mean Cohen's and Light's kappa coefficients. Results: Mean Cohen's kappa was 1/0.96 (95% CI 0.95-0.98) for the 6 experts/135 attendees of the 8th EULAR capillaroscopy course and 1/0.94 (95% CI 0.92-0.96) for the 3 experts/85 attendees of the 8th EUSTAR SSc course. Light's kappa was 1/0.92 at the 8th EULAR capillaroscopy course, and 1/0.87 at the 8th EUSTAR SSc course. C Conclusion: For the first time, a clinical expert based fast track decision algorithm has been developed to differentiate a “non-scleroderma” from a “scleroderma pattern” on capillaroscopic images, demonstrating excellent reliability when applied by capillaroscopists with varying levels of expertise versus the principal expert and corroborated with external validation.Wo