3 research outputs found

    PENYULUHAN ALAT BUKTI GANDA HAK GARAP TANAH KELOMPOK TANI PADA AREAL IZIN PERTAMBANGAN PT. KALTIM PRIMA COAL

    No full text
    Kepemilikan hak garap pada lahan yang sama oleh beberapa Kelompok Tani pada areal ijin pertambangan PT. Kaltim Prima Coal  di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, memunculkan konflik antar kelompok masyarakat. Permasalahan terjadi karena aparat pejabat (Kepala Desa dan Camat) mengeluarkan surat keterangan tanah hak garap tanpa dasar hukum yang jelas sehingga terjadi tumpang tindih hak atas tanah garapan dan memunculkan alat bukti ganda hak garap atas tanah pada objek/lahan yang sama. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini mengkaji mengenai faktor penyebab alat bukti ganda atas hak garap di atas areal ijin pertambangan PT. Kaltim Prima Coal  di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana bentuk penyelesaian sengketa antar sesama pemegang hak garap di atas areal ijin pertambangan PT. Kaltim Prima Coal  di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur agar penyelesaiannya dapat menguntungkan bagi semua pihak yang berselisih. Penulis menggunakan metode library research atau kajian pustaka. Riset kajian kepustakaan ini adalah melakukan penelitian dari buku-buku perpustakaan, majalah, jurnal dan artikel dan sumber dari internet yang relevan dengan masalah yang dibahas. Berikut kajian berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disingkat dengan sebutan UUPA.</jats:p

    ALAT BUKTI GANDA HAK GARAP TANAH KELOMPOK TANI PADA AREAL IZIN PERTAMBANGAN PT. KALTIM PRIMA COAL

    No full text
    Kepemilikan hak garap pada lahan yang sama oleh beberapa Kelompok Tani pada areal ijin pertambangan PT. Kaltim Prima Coal  di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, memunculkan konflik antar kelompok masyarakat. Permasalahan terjadi karena aparat pejabat (Kepala Desa dan Camat) mengeluarkan surat keterangan tanah hak garap tanpa dasar hukum yang jelas sehingga terjadi tumpang tindih hak atas tanah garapan dan memunculkan alat bukti ganda hak garap atas tanah pada objek/lahan yang sama. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini mengkaji mengenai faktor penyebab alat bukti ganda atas hak garap di atas areal ijin pertambangan PT. Kaltim Prima Coal  di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana bentuk penyelesaian sengketa antar sesama pepegang hak garap di atas areal ijin pertambangan PT. Kaltim Prima Coal  di Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur agar penyelesaiannya dapat menguntungkan bagi semua pihak yang berselisih. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu menggunakan norma-norma hukum yang bersifat menjelaskan dengan cara meneliti dan membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini. Untuk menghindari terulangnya kembali sengketa tanah garapan, pemerintah daerah sebaiknya meningkatkan penertiban atas terjadinya tumpang tindih surat keterangan hak garap tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa dan RT setempat dan sekaligus melakukan sosialisasi kepada aparatur pemerintahan desa dan masyarakat tentang kewenangan dalam penerbitan izin membukan lahan beserta ketentuan-ketentuannya berdasarkan undang-undang dan atau peraturan pemerintah. Alas hak bagi para penggarap wajib diberikan untuk tertibnya administrasi di bidang pertanahan dan sekaligus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para penggarap agar potensi sengketa pertanahan dapat dihindari sedini mungkin.</jats:p

    IMPLEMENTASI PASAL 32 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN ATAS TANAH DI KOTA SAMARINDA (PERKARA PERDATA NOMOR : 27/PDT.G/2016/PN.SMR.)

    No full text
    Dalam rangka memberikan kepastian hukum atas kepemilikan sertipikat Hak Milik atas tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada Pasal 32 menyatakan sertipikat hak atas tanah adalah bukti kepemilikan yang kuat apabila setelah 5 tahun diterbitkan sertipikat tersebut, tidak ada pihak lain yang mengajukan keberatan sejak terbitnya sertipikat. Namun pada faktanya dalam perkara perdata Nomor: 27/Pdt.G/2016/ PN.Smr sertipikat tersebut dibatalkan pada saat persidangan.Untuk mengulas pembahasan Penulis mengunakan metode penelitian normatif empiris yang menghasilkan pembahasan, yaitu dalam penerapan pasal 32 PP. No. 24 Tahun 1997 terdapat dua sistem yakni sistem stelsel negatif dan stelsel positif terhadap pendaftaran atas tanah. Selain itu pula Penerapan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terjadi pertentangan pada tingkat asas hukum sebagai berikut ; (1) Penerapan asas Lex posterior derogate legi priori, (2) Penerapan asas Lex specialis derogate legi generalis (3) penerapan asas Lex superior derogate legi inferiori. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan Penerapan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terhadap Perkara Perdata Nomor 27/Pdt.G/2016/PN.Smr, telah diabaikan atau tidak dapat diterapkan oleh Majelis Hakim sebagai dasar hukum karena apabila Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Atas Tanah diterapkan, maka akan menimbulkan pertentangan-pertentangan. Dan Pertentangan yang timbul disebabkan kedudukan peraturan yang tidak balance (seimbang) sehingga tidak dapat diterapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terhadap Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, KUHPerdata, dan Algemene Bepalingen, sedangkan Asas Lex superior derogate legi inferiori juga tidak dapat diterapkan mengingat pembidangan yang diatur pada kedua peraturan berbeda.</jats:p
    corecore