15 research outputs found

    Analisis Kondisi Atmosfer Saat Kejadian Hujan Es (Studi Kasus: Kejadian Hujan Es Tanggal 29 November 2023 di Kabupaten Timor Tengah Selatan)

    Get PDF
    Hail is an extreme weather phenomenon that rarely occurs in Indonesia. On November 26, 2023, there was heavy rain accompanied by hail in the Kapan area, South Central Timor Regency, East Nusa Tenggara at around 13:30 WITA. Further research on extreme events is needed to anticipate future extreme weather events. This study aims to analyze atmospheric conditions when hail occurs in the Kapan area on November 26, 2023. Research methods include analysis of field observation data, ECMWF ERA5 numerical modeling data, and Himawari-9 weather satellite image data. Based on observational data, hail occurs under unstable atmospheric conditions, such as a significant decrease in surface temperature, high humidity, and a significant decrease in atmospheric pressure before the event. Analysis of the vertical profile of the atmosphere based on model data showed that divergence, vertical velocity and relative humidity favored the formation of convective clouds. Satellite images showed that the temperature at the top of the cumulonimbus clouds during the ice storm was very low (-75.8°C). In addition, convective cloud cover (CCO) analysis confirmed the presence of cumulonimbus clouds covering the Kapan region during the hail period. All three methods can well describe the atmospheric conditions during hail events, these results are expected to provide insight into the atmospheric factors that contribute to the occurrence of hail in tropical regions such as Indonesia and can be used to better understand and mitigate the negative impacts of these extreme weather events.Hujan es merupakan fenomena cuaca ekstrem yang jarang terjadi di Indonesia. Pada tanggal 29 November 2023, terjadi hujan lebat disertai es di wilayah Kapan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur sekitar pukul 13.30 WITA. Penelitian lebih lanjut mengenai kejadian ekstream diperlukan untuk antisipasi kejadian cuaca ekstream kedepannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi atmosfer saat terjadi hujan es di wilayah Kapan pada 29 November 2023. Metode penelitian meliputi analisis data observasi lapangan, data pemodelan numerik ECMWF ERA5, dan data citra satelit cuaca Himawari-9. Berdasarkan data observasi,  hujan es terjadi dalam kondisi atmosfer yang tidak stabil, seperti penurunan suhu  permukaan yang signifikan, kelembapan yang tinggi, dan penurunan tekanan atmosfer yang signifikan sebelum kejadian. Analisis profil vertikal atmosfer berdasarkan data model menunjukkan bahwa divergensi, kecepatan vertikal, dan kelembapan relatif  mendukung pembentukan awan-awan konvektif. Citra satelit menunjukkan bahwa suhu di puncak awan kumulonimbus saat terjadi badai es sangat rendah (-75,8°C). Selain itu, analisis tutupan awan konvektif (CCO) mengkonfirmasi keberadaan awan kumulonimbus yang menutupi wilayah Kapan selama periode hujan es. Ketiga metode dapat dengan baik menggambarkan kondisi atmosfer saat kejadian hujan es, hasil ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai faktor-faktor atmosfer yang berkontribusi terhadap terjadinya hujan es di wilayah tropis seperti Indonesia dan bisa digunakan untuk lebih memahami serta memitigasi dampak negatif dari peristiwa cuaca ekstrem ini

    PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DI LAUT NATUNA

    Get PDF
    ABSTRAKMJO dapat mempengaruhi variabilitas suhu permukaan laut dan klorofil-a. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara spasial pengaruh fenomena MJO terhadap variabilitas suhu permukaan laut dan klorofil-a saat periode Monsun Asia. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data angin dari ECMWF, data monitoring MJO dari BOM, data suhu permukaan laut dan klorofil-a dari Satelit Aqua MODIS NOAA. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan mengelompokkan kejadian MJO aktif fase 4 kemudian membuat rata-rata bulanan SPL, dan klorofil-a. Selanjutnya menentukan anomali bulanan SPL dan klorofil-a kemudian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat MJO aktif fase 4 terjadi peningkatan SPL dan penurunan jumlah klorofil-a.Kata kunci:  MJO,SPL, Klorofil-aABSTRACTMJO can affect the variability of sea surface temperature and chlorophyll-a. This research was conducted to determine spatially the effect of the MJO phenomenon on the variability of sea surface temperature and chlorophyll-a during the Asian Monsoon period. The data used in this study are wind data from ECMWF, MJO monitoring data from BOM, sea surface temperature data and chlorophyll-a from NOAA's Aqua MODIS Satellite. The method used in this study is to classify the incidence of active MJO phase 4 then make a monthly average of SST, and chlorophyll-a. Then determine the monthly anomaly of SST and chlorophyll-a and then analyzed. The results showed that when the MJO was active in phase 4 there was an increase in SPL and a decrease in the amount of chlorophyll-a.Keywords: MJO, SPL, Chlorophyll-

    Analisis Kondisi Atmosfer Saat Kejadian Hujan Lebat di Sintang Menggunakan Satelit Cuaca dan Model ECMWF (Kasus: 30 September 2021)

    Get PDF
    Hujan berintensitas lebat yang berlangsung selama beberapa jam pada tanggal 30 September 2021 di Kabupaten Sintang memicu terjadinya banjir selama 1 bulan di wilayah tersebut. Berdasarkan nilai curah hujan yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Susilo – Sintang, pada tanggal 30 september 2021 curah hujan mencapai 139,5 mm/hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi atmosfer yang berpengaruh secara global, regional dan lokal saat kejadian hujan. Data yang digunakan adalah data indeks NINO 3.4, IOD, MJO, streamline, SST, dan indeks stabilitas atmosfer (CAPE, KI, dan TTI) yang diperoleh dari pemodelan, data pengamatan sinoptik (kelembapan relatif dan curah hujan) yang diperoleh dari pengamatan di Stamet Sintang, dan data Satelit Himawari-8 yang diperoleh dari Sub Bidang Pusat Pengelolaan Citra Satelit BMKG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanggal 30 September 2021 di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terdapat aktivitas yang memicu pertumbuhan awan-awan konvektif baik dari skala global, regional, dan lokal sehingga menghasilkan hujan dengan intensitas yang sangat lebat

    ANALISIS KONSENTRASI PM10 dan PM2.5 PADA TITIK PEMANTAUAN BUNDARAN HI JAKARTA PUSAT PERI- ODE DATA FEBRUARI-OKTOBER 2021

    Get PDF
    DKI Jakarta Province is the capital city of Indonesia which has five major cities, namely Central Jakarta, North Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and West Jakarta with a population density of 15,978 people/km2 in 2021. This province also contributes to gas emissions which cause a decrease in air quality through population, industry and transportation activities. This study took samples of PM2.5 and PM10 concentrations at the Hotel Indo- nesia Roundabout Monitoring Points in February-October 2021. The data used was AQMS (Air Quality Monitoring System) data using the average method which then obtained PM2.5 and PM10 data for analyzed further. The results of the analysis showed that there was a pattern of distribution of daily and monthly PM2.5 and PM10 concentrations. The highest daily distribution pattern occurs on Sunday for PM2.5 and Friday for PM10, while the lowest is on Tuesday. The highest monthly distribution pattern occurred in July and the lowest in February. In PM2.5 most of the concen- trations exceed the maximum limit while PM10 overall the concentration is below the maximum limit in ambient air allowed by the government. The air quality in the HI Roundabout area, when viewed from the concentration of PM2.5, is included in the unhealthy category, while judging from the concentration of PM10, it is included in the moderate category.Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang memiliki lima kota besar yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Ti- mur, dan Jakarta Barat dengan kepadatan penduduk mencapai 15.978 jiwa/km2 pada tahun 2021. Provinsi ini turut menyumbangkan emisi gas yang menyebabkan penurunan kualitas udara melalui kegiatan penduduk, perindustrian, dan transportasi. Penelitian ini mengambil sampel konsen- trasi PM2.5 dan PM10 di Titik Pemantauan Bundaran Hotel Indonesia pada bulan Februari-Oktober 2021. Data yang digunakan adalah data AQMS (Air Quality Monitoring System) dengan metode rata-rata yang kemudian didapatkan data PM2.5 dan PM10 untuk dianalisis lebih lanjut. Hasil analisis menunjukkan adanya pola distribusi hubungan konsentrasi PM2.5 dan PM10 harian dan bulanan. Pola distribusi harian tertinggi terjadi pada hari Minggu untuk PM2.5 dan hari Jumat untuk PM10, sedangkan yang terendah pada hari Selasa. Pola distribusi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Juli dan terendah pada bulan Februari. Pada PM2.5 sebagian besar konsentrasi melebihi batas maksimum sedangkan PM10 secara keseluruhan konsentra- sinya di bawah batas maksimum pada udara ambien yang diperbolehkan oleh pemerintah. Kualitas udara di kawasan Bundaran HI jika dilihat dari konsentrasi PM2.5 termasuk pada kategori tidak sehat sedangkan dilihat dari konsentrasi PM10 termasuk pada kategori sedang

    Kajian Dinamika Atmosfer saat Terjadinya Cold Surge, Southerly Surge, dan Borneo Vortex dengan Memanfaatkan Model WRF

    Get PDF
    Fenomena cuaca seperti cold surge, southerly surge, dan Borneo vortex dapat menjadi penyebab anomali musim hujan di Indonesia. Penelitian ini mengkaji dinamika atmosfer saat terjadinya cold surge, southerly surge, dan Borneo vortex di benua maritim Indonesia (BMI) bagian barat pada tanggal 9 – 15 Desember 2012 dengan memanfaatkan model weather research and forecasting (WRF). Penelitian ini menggunakan final global data. Untuk verifikasi digunakan data angin, kelembapan relatif, curah hujan hasil observasi, serta data curah hujan global satellite mapping of precipitation (GSMaP). Metode yang digunakan adalah metode statistik dan deskriptif. Hasilnya didapatkan bahwa model WRF mampu merespon kehadiran cold surge, southerly surge dan Borneo vortex dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai  mean absolute error (MAE) pada kelembapan relatif, kecepatan angin, dan curah hujan yang secara umum masih di bawah nilai toleransi kesalahan. Nilai korelasi yang sangat kuat juga didapatkan pada unsur curah hujan. Namun, model WRF belum mampu mengikuti pola spasial curah hujan GSMaP. Hasil kajian menggunakan keluaran model WRF didapatkan bahwa kehadiran southerly surge mengurangi intensitas cold surge dan Borneo vortex serta menyebabkan penurunan curah hujan di BMI bagian barat. Sementara itu, meningkatnya intensitas cold surge dan Borneo vortex menyebabkan peningkatan curah hujan di BMI bagian barat

    Pengaruh ENSO Terhadap Curah Hujan dan Kelembapan Relatif serta Suhu Permukaan Laut di Sulawesi

    Get PDF
    El Niño – Southern Oscillation (ENSO) is a climate variability phenomenon characterized by anomaly of changes in sea surface temperature in the tropical Pacific Ocean. Positive anomaly of sea surface temperature (El Niño) can cause extreme dryness, while negative anomaly of sea surface temperature (La Nia) can cause a prolonged rainy season in most parts of Indonesia. In this case, Sulawesi is included in the area affected by the ENSO phenomenon. This study aims to examine the effect of the ENSO phenomenon on weather parameters (rainfall, relative humidity, and sea surface temperature (SST)) in the Sulawesi Island region. ENSO is identified based on the Southern Oscillation Index (SOI). The main data used in this study came from observations from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) stations in Kendari, Makassar, Palu, Luwuk, Gorontalo, and Manado. The data was processed over a period of 30 years (1988 – 2017) which was then analyzed using descriptive statistical methods. The results of this study reveal that ENSO has a quite strong relationship with relative humidity, but has a weak relationship with rainfall in most of the BMKG station data in Sulawesi.. The relationship between ENSO and rainfall was strongest in Gorontalo (r = 0.537), while the weakest relationship was in Manado (r = 0.242). The relationship between ENSO and relative humidity was strongest in Makassar (r = 0.479), while the weakest relationship was in Palu (r = –0.057). The correlation value of SST anomalies in Sulawesi with SOI is 0.5067. It can be interpreted that there is a quite strong and directly proportional relationship between SST in Sulawesi and ENSO.El Niño – Southern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena variabilitas iklim yang dicirikan dengan anomali perubahan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik wilayah tropis. Anomali positif suhu muka laut (El Niño) dapat menyebabkan kemarau ekstrem sedangkan anomali negatif suhu muka laut (La Niña) dapat menyebabkan musim hujan berkepanjangan di sebagian besar wilayah Indonesia. Dalam hal ini, Sulawesi termasuk kedalam wilayah yang terdampak oleh fenomena ENSO. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari fenomena ENSO terhadap parameter cuaca seperti curah hujan, kelembapan relatif, dan suhu permukaan laut (SPL) di wilayah Pulau Sulawesi. ENSO diidentifikasi berdasarkan indeks Southern Oscillation Indeks (SOI). Data utama yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari pengamatan stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Kendari, Makassar, Palu, Luwuk, Gorontalo, dan Manado. Data diolah dalam periode waktu 30 tahun (1988 – 2017) yang kemudian dianalisis menggunakan metode statistika deskriptif. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa ENSO memiliki hubungan yang cukup kuat dengan kelembapan relatif, namun memiliki hubungan yang lemah dengan curah hujan di sebagian besar data stasiun BMKG di Sulawesi. Hubungan ENSO dengan curah hujan terkuat terdapat di Gorontalo (r = 0.537), sedangkan hubungan terlemah terdapat di Manado (r = 0.242). Hubungan ENSO dengan kelembapan relatif terkuat terdapat di Makassar (r = 0.479), sedangkan hubungan terlemah terdapat di Palu (r = –0.057). Nilai korelasi anomali SPL di wilayah Perairan Sulawesi dengan SOI adalah sebesar 0.5067. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat dan berbanding lurus antara SPL di Sulawesi dan ENSO

    Propagation of Upwelling on Western-Coast Sumatera During MJO Event

    Full text link
    Madden-Julian oscillation (MJO) is an atmospheric oscillation due to atmospheric phenomenon that occurs due to the uniformity of solar energy received at the surface of the earth, MJO is a natural occurrence in the sea-atmosphere system. When the MJO is active, in general there will be a disturbance in the upper air which is then followed by an anomaly at sea surface pressure causing the changes in the wind on the surface. The changes in the surface wind affectthe sea surface currents which then cause the occurrence of coastal upwelling downwelling. The upwelling process itself is a process whereby a sea mass is pushed upward along the continent, when the beach is to the left of the wind direction, the ecological transport leads to the mass of water away from the coast. As a result, there is a mass vacuum (divergence) in the coastal area. This mass void will be filledby the mass of water from the inner layer that moves to the surface. Indonesian territory itself is passed by MJO in phases 3, 4 and 5, while for Sumatra region is passed by MJO phase 3 and 4. This research aims to identify the propagation of coastal upwelling during MJO on the west coast of Sumatera, therefore the data of geopotential height, surface pressure sea (MSLP), zonal and meridional components and sea surface temperature are used to analyze how the MJO effecton the coastal upwelling occurs in the research area. The analysis was conducted in June, July and August by comparing the atmospheric conditions at the time of strong MJO in phases 3 and 4 with normal viewing of anomaly geopotential height and MSLP and then seeing the anomaly surface wind changes from zonal wind (u) and meridional wind (v) and changes in SST in Sumatra region. The result shows that there is a change of GH and MSLP when MJO passes the west coast of Sumatra and then follows the change in the value of u and v and SST to identify the upwelling, while the anomaly change negative SST does not occur when MJO is active but has time lag (lag). In this analysis it was found that SST anomaly occurs when the anomaly changes in both the upper and surface water occurring after 5 days in phases 3, 4 and 5

    Analisis Variabilitas Iklim Di Kabupaten Lampung Selatan

    Full text link
    Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil menjadi rentan terhadap dampak perubahan iklim. Salah satu wilayah yang juga rentan terhadap perubahan iklim adalah Kabupaten Lampung Selatan. Dampak potensial adanya perubahan iklim adalah perubahan pola hujan, peningkatan suhu udara dan kenaikan permukaan laut. Sektor yang akan menerima dampak perubahan iklim dengan serius adalah sektor kehutanan dan pertanian. Untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi maka diperlukan informasi perubahan iklim yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas iklim di Kabupaten Lampung Selatan. Data yang digunakan adalah data curah hujan dan suhu dari Stasiun Meteorologi Radin Inten II selama 30 tahun (1991-2020). Metode yang digunakan adalah analisis kecenderungan curah hujan, analisis perubahan suhu udara, analisis perubahan tipe iklim dan analisis pergeseran bulan basah, lembab dan kering. Berdasarkan parameter yang dianalisis, variabilitas iklim di Kabupaten Lampung Selatan adalah tipe iklim Schmidt-Ferguson mengalami perubahan dari sangat basah menjadi basah, curah hujan bulanan dan tahunan memiliki kecenderungan yang menurun, suhu udara rata-rata bulanan pada umumnya mengalami peningkatan; serta terjadi pergeseran dan perubahan jumlah bulan basah dan bulan kering

    Identifikasi Fenomena Mesoscale Convective System (MCC) di Selat Karimata

    Full text link
    Abstract—Indonesia located in the equatorial region which has potential to have a major impact on atmospheric physical conditions during extreme weather events such as the Mesoscale Convective Complex (MCC). MCC is a phenomenon that was first discovered by (Maddox, 1980) where this phenomenon is characterized by the presence of a quasi-circular (almost circular) cloud shield with an eccentricity of 0.7 with a cloud cover area of 100,000 km², the cloud core area covers 50,000 km² and cloud top temperature IR1 -52 ℃. These cloud conditions last for a minimum of 6 hours and cause severe weather and extreme rain. This study aims to identify the MCC phenomenon in the Karimata Strait on 19-20 September 2020 which caused heavy rains in parts of the West coast of Kalimantan and Bangka Island using Himawari-8 Satellite imagery data and the MATLAB application. The results showed that on September 19, MCC was identified at 09.00-19.00 UTC, then on September 20, MCC was identified at 16.00-23.00 UTC. At the time of the MCC event, Bangka and Pontianak regions experienced extreme rains recorded on AWS Digi Stamet Pontianak with rainfall reaching 43.4 mm/hour and ARG Lubuk Besar Bangka Tengah with rainfall reaching 16.8 mm/hour. Keywords: mesoscale convective complex (MCC), himawari-8, MATLAB Abstrak—Indonesia merupakan negara yang terletak diwilayah ekuator dimana berpotensi memiliki dampak besar terhadap kondisi fisik atmosfer saat terjadi cuaca ekstrem seperti Mesoscale Convective Complex (MCC). MCC merupakan fenomena yang pertama kali ditemukan oleh (Maddox, 1980) dimana fenomena ini dicirikan dengan adanya perisai awan yang berbentuk quasi circular (hampir lingkaran) dengan eksentrisitas ≥ 0,7 dengan luas area selimut awan ≥ 100.000 km² , luas area inti awan mencakup ≥ 50.000 km² serta suhu puncak awan IR1 ≤ -52 ℃. Kondisi awan tersebut bertahan minimun selama 6 jam dan menyebabkan cuaca buruk dan hujan ekstrem. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fenomena MCC di Selat Karimata pada Tanggal 19-20 September 2020 yang menyebabkan hujan lebat di sebagian wilayah Kalimantan bagian pesisir Barat dan Pulau Bangka menggunakan data citra Satelit Himawari-8 dan aplikasi MATLAB. Hasil penelitian menunjukkan pada tanggal 19 September, MCC teridentifikasi pada pukul 09.00-19.00 UTC selanjutnya tanggal 20 September 2020 MCC teridentifikasi pada pukul 16.00-23.00 UTC. Pada saat peristiwa MCC, wilayah Bangka dan Pontianak mengalami hujan ekstrem yang tercatat pada AWS Digi Stasiun Meteorologi Pontianak dengan curah hujan mencapai 43,4 mm/jam dan ARG Lubuk Besar Bangka Tengah dengan curah hujan mencapai 16,8 mm/jam. Kata kunci: mesoscale convective complex (MCC), himawari-8, MATLA
    corecore