3 research outputs found

    Niche Overlap between Pongo pygmaeus wurmbiiand Helarctos malayanusRaffles within Small Scale Habitat in Punggualas Area, Sebangau National Park

    Get PDF
    The SebangauNational Park is a major stronghold for Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) ranging from 6000 –9000 individuals. In comparison with Bornean Orangutans, very little ecological fieldwork has been conducted to inves-tigate sun bear biology, and there have been no thorough surveys of distribution or population densities. Thus, this study aimed to investigate the basic information on niche overlap between these two endangered species,specifically to quantify their relationship within the small-scale habitat in Punggualas area, SNP. Data was collected and measured during 15 –21 June 2019; using line transects methods. A total of 6580 m waswalked along 8 consecutive transects. Bear and aging sign follow Augeri protocols. A total 18 printed mark-claw and 17 Orangutan nests was measured according to the mentioned methodology. The relationships be-tween signs use binary logistic regressions (StatPlus for Mac) and PCA model (using R), while interspecific relationships use Co-Occurrence modeling,ESP for Windows. The results showed that there is no difference between bear sign and orangutan nest (2: 26.249; df :1, p-value:0.001); While the results on habitat selection between transects isfailed to reject the null hypothesis (2= 0.29; df :1, p-value : 0.490). The Mann-Whitney U test, also confirmed no distinctive overlap between the Orangutan and the Sun Bear (Z: 0.84; p-value: 0.40). The co-occur-rence simulations also revealed significant results (C-Score = 1.00), by means both target animals co-existed in the habitat. Obviously, the Orangutan and Sun Bear occupy the same habitat. There is no distinctive overlap between them in termsof tree species selection and having a close interrelationship in terms of feeding ground,whereas the fruiting is not available. The only distinctive difference is that the Bear sign was tend hindering waterlogged terrai

    PENGEMBANGAN PUPUK HAYATI LOKAL DARI MIKROORGANISME POTENSIAL ASAL TANAH GAMBUT KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH

    Get PDF
    Pupuk hayati lokal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Beberapa produk pupuk hayati di pasaran, juga mengandung mikroorganisme dengan berbagai keunggulan, namun keberhasilan aplikasi mikroorganisme ini di lapangan, sangat bergantung pada kemampuan adaptasinya terhadap kondisi lokal yang ada. Potensi mikroorganisme untuk pupuk hayati dari tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah, sangat perlu untuk dieksplorasi dan dikembangkan, karena tanah gambut mendominasi areal daratan di Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: 1) karakteristik mikroorganisme yang potensial sebagai pupuk hayati dari tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah; 2) potensi mikroorganisme untuk melarutkan posfat (bakteri pelarut posfat), menambat nitrogen (bakteri penambat N), dan memecahkan selulosa (fungi selulitik); 3) potensi komposisi mikroorganisme potensial, untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (kedelai). Penelitian ini merupakan gabungan penelitian eksploratif dan eksperimen. Sumber sampel untuk penelitian eksploratif berasal dari tanah gambut di daerah Kalampangan, sedangkan perlakuan eksperimen terdiri dari 8 (delapan) perlakuan termasuk kontrol positif (EM4) dan kontrol negatif (air). Penelitian dilakukan pada skala laboratorium, menggunakan polibag untuk menguji pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai, pada media tanah gambut. Hasil penelitian memperlihatkan: 1) Karakteristik mikroorganisme yang potensial sebagai pupuk hayati dari tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut: bakteri pelarut fosfat terdiri dari Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. Bakteri penambat nitrogen, termasuk ke dalam genus Azotobacter, sedangkan cendawan selulitik termasuk ke dalam genus Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Trichoderma sp. 2) Mikroorganisme dari tanah gambut Kalampangan, yang ditemukan potensial untuk melarutkan posfat (bakteri pelarut fosfat), menambat nitrogen (bakteri penambat nitrogen non simbiotik, dan memecahkan selulosa (fungi selulitik). 3) Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pemberian pupuk hayati ditambah dengan bahan organik, rata-rata memperlihatkan kemampuan mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai yang lebih baik, pada tanah gambut dibandingkan dengan pemberian pupuk hayati cair tanpa bahan organik. 4) Hasil perlakuan pupuk hayati tanpa bahan organik, memperlihatkan bahwa pupuk hayati cair EM4, lebih baik dalam meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah polong tanaman kedelai, dibandingkan dengan kelompok pupuk hayati cair lokal, sebaliknya pupuk hayati cair lokal (BPF, CS, BPN) lebih mampu meningkatkan jumlah daun dan berat basah polong tanaman kedelai dibandingkan dengan EM4

    Uji Efektivitas Gel Hand Sanitizer Ekstrak Daun Sembung (Blumea balsamifera) Sebagai Antimikroba

    Get PDF
    AbstrakHand sanitizer merupakan salah satu bahan antiseptik yang yang praktis agar tubuh terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hand sanitizer berbasis alkohol digunakan berlebihan dan terus menerus dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Kandungan yang terdapat dalam bahan alami sebagai alternatif pengganti alkohol antara lain flavonoid dan terpenoid yang terdapat di daun sembung (Blumea balsamifera). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas gel hand sanitizer dari ekstrak daun sembung pada berbagai konsentrasi. Serbuk daun sembung diekstraksi secara maserasi menggunakan etanol 70%, kemudian dibuat gel dengan konsentrasi 10%, 15%, dan 20% ditambah carbopol 940, TEA, serta metil paraben. Sediaan gel hand sanitizer dievaluasi melalui uji organoleptis, pH, dan homogenitas selama 4 minggu. Setelah itu, dilakukan pengujian daya antiseptik dan aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans. Sediaan gel hand sanitizer ekstrak daun sembung memiliki konsistensi kental, warna hijau kehitaman, aroma khas daun sembung, homogenitas baik, dan nilai pH 6. Sediaan ini juga memiliki daya antiseptik yang baik mampu mengurangi jumlah koloni hingga 95% sama dengan sediaan gel berbasis etanol. Sediaan gel konsentrasi 20% memiliki zona hambat yang sangat kuat terhadap S. aureus dan C. albicans, serta kuat melawan E. coli. Gel hand sanitizer ekstrak Blumea balsamifera menunjukkan aktivitas antimikroba dan dapat digunakan menjadi kandidat agen antimikroba organik alami.Kata kunci: Antimikroba; Antiseptik; Ekstrak Blumea balsamifera; Hand sanitizer  AbstractHand sanitizer is one of antiseptic so that our body avoids diseases caused by microorganism. Hand sanitizer based on ethanol using continuously can cause skin irritation. The secunder metabolit contained in herbal as an alternative to hand sanitizer based ethanol contained flavonoid and terpenoid, are found in sembung leaves (Blumea balsamifera). The aim of this study is to determine the effectiveness of hand sanitizer gel from sembung leaf extract at various concentrations. Sembung leaf was extracted by maceration using 70% ethanol, and then gel was made with concentrations of 10%, 15%, and 20% plus carbopol 940, TEA, methyl paraben. The hand sanitizer gel preparation was evaluated through organoleptic, pH, and homogeneity tests for 4 weeks. After that, antiseptic activity and antimicrobial activity were tested against Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Candida albicans. The hand sanitizer gel preparation of sembung leaf extract has a thick consistency, blackish green color, a distinctive aroma of sembung leaves, good homogeneity, and a pH value of 6. The gel with a concentration of 20% had a very strong zone of inhibition against S. aureus and C. albicans, also strong against E. coli. Blumea balsamifera extract hand sanitizer gel exhibits antimicrobial activity and can be used as a candidate natural organic antimicrobial agent
    corecore