14 research outputs found
Peran Laparoskopi Operatif pada Nyeri Pelvis Kronis
Tujuan: Mengkaji peran laparoskopi operatif pada beberapa kelainan
sebagai penyebab nyeri pelvis kronis, seperti endometriosis, perlekatan
pelvis dan endosalpingiosis.
Rancangan/rumusan data: Kajian pustaka.
Hasil: Pada pemeriksaan laparoskopi untuk tujuan pengobatan nyeri
pelvis, 33% ditemukan endometriosis, 24% perlekatan genitalia interna
sisanya tidak ditemukan kelainan. Ditemukan bahwa skor AFS pada endometriosis
tidak berkorelasi dengan lamanya nyeri, beratnya nyeri
maupun keterbatasan aktivitas. Operator harus waspada terhadap beberapa
tampilan visual laparoskopi yang menyerupai lesi endometriosis.
Endosalpingiosis merupakan temuan baru lesi di peritoneum pelvis yang
mungkin merupakan salah satu penyebab dari nyeri pelvis.
Kesimpulan: Penyebab nyeri pelvis kronis yang paling sering
adalah perlekatan pelvis, endometriosis, dan endosalpingiosis. Laparoskopi
baik diagnosis maupun operatif merupakan intervensi ginekologik
penting dalam menangani nyeri pelvis kronis.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-3: 152-5]
Kata kunci: perlekatan genitalia, endometriosis, endosalpingiosis
Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik dengan Kajian Hasil Laparoskopi Operatif
Tujuan: Membahas tatalaksana Kehamilan Ektopik (KE) secara dini
dengan pendekatan medisinal dan operatif, serta mengkaji karakteristik
pasien dan keberhasilan kehamilan pascatatalaksana laparoskopi operatif.
Tempat: Pusat pelatihan nasional endoskopi Klinik Raden Saleh
Departemen Obstetri Ginekologi FKUI/ RSCM dan Rumah Sakit Bersalin
Yayasan Pemeliharaan Kesehatan (YPK) Jakarta Pusat.
Bahan dan cara kerja: Tulisan ini merupakan rangkuman pustaka
terkini mengenai tatalaksana KE secara medisinal dan operatif, serta
menganalisis hasil (luaran) protokol tatalaksana KE dengan laparoskopi
operatif.
Hasil: Sebagian besar kasus yang mengalami KE ada pada usia reproduksi.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk hamil ialah 0 - 6 bulan
(50%) dan keberhasilan hamil 48%.
Kesimpulan: Pilihan terapi medisinal adalah Methotrexate (MTX), laparoskopi
operatif merupakan pilihan akses pertama untuk KE yang akan
menjalani operasi serta angka keberhasilan kehamilan pascaoperasi adalah
48%.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-2: 72-6]
Kata kunci: kehamilan ektopik (KE), Methotrexate (MTX), salpingostomi
linear, laparoskopi operati
Endometriosis: Tinjauan Perangai Imunopatobiologi sebagai Modalitas Baru untuk Menegakkan Diagnosis Endometriosis Tanpa Visualisasi Laparoskopi (Kajian Pustaka)
Tujuan: Meninjau perangai imunopatobiologi penderita endometriosis
sebagai modalitas baru untuk menegakkan diagnosis endometriosis
tanpa visualisasi laparoskopi.
Rancangan/rumusan data: Tinjauan pustaka.
Kesimpulan: Endometriosis bisa dilihat sebagai proses inflamasi pelvis
dengan perubahan fungsi sel yang berkaitan dengan kekebalan dan
jumlah makrofag aktif yang meningkat dalam cairan peritoneum yang
mensekresi berbagai produk lokal, seperti faktor pertumbuhan dan sitokin.
Meningkatnya sitokin dan faktor-faktor lain dalam cairan peritoneum diikuti
dengan meningkatnya faktor-faktor serupa, seperti CRP, SAA, TNF-
α, MCP-1, IL-6 dan CCR1, dalam darah tepi pada penderita endometriosis.
Monosit CD44+ dan CD14+ meningkat secara bermakna, sementara limfosit
T CD3+ dan limfosit B CD20+ menunjukkan pengurangan sedikit
tetapi bermakna dalam darah tepi penderita endometriosis. Ini menunjukkan
bahwa endometriosis dapat dilihat sebagai penyakit lokal dengan
manifestasi, sub-klinis sistemik.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-3: 180-4]
Kata kunci: endometriosis, faktor inflamasi, sitokin, sel darah puti
Kualitas Kehidupan Seksual Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Laparoskopi Operatif
Tujuan: Untuk mengevaluasi kualitas hubungan seksual penderita
endometriosis sebelum dan setelah menjalani intervensi Laparoskopi
operatif.
Rancangan/rumusan data: Studi deskriptif analitik.
Bahan dan cara kerja: Penelitian deskriptif analitik pada kasus
kasus infertilitas dengan sangkaan endometriosis yang menjalani laparoskopi
operatif dari tanggal 1 Juni 2004 s.d Juli 2005, di Klinik
Raden Saleh Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM.
Pengisian kuesioner dilakukan sebelum tindakan dan satu tahun pasca
tindakan. Pengolahan statistik dilakukan dengan uji kemaknaan Chi
square dan uji Fisher.
Hasil: Dari 40 subjek penelitian didapat perbaikan pada intensitas
orgamus secara sangat bermakna (p = 0,0009) dan hilangnya dispareuni
secara bermakna (p = 0,0026), perbaikan dalam rasa puas (p = 0,0396).
Serta perasaan lebih rileks (p = 0,045). Sedangkan beberapa keadaan
yang tidak berbeda bermakna yaitu dalam hal variasi aktivitas seksual,
lama aktivitas seksual serta frekwensi hubungan seks perminggu.
Kesimpulan: Intervensi Laparoskopi operatif pada penderita endometriosis
khususnya tindakan koagulasi ligamentum sakrouterina
menyebabkan perbaikan kualitas kehidupan seksual secara bermakna.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-4: 219-22]
Kata kunci: endometriosis, ligamentum sakrouterina, dispareuni,
orgasmus, kols
Kejadian kehamilan pascaoperasi miomektomi perlaparoskopi
Tujuan: Untuk mengevaluasi keberhasilan kehamilan pascaoperasi
miomektomi perlaparoskopi pada kasus infertilitas.
Rancangan/rumusan data: Penelitian deskriptif.
Bahan dan cara kerja: Subjek penelitian adalah 26 orang pasien infertilitas
dengan sangkaan mioma uteri yang menjalani operasi miomektomi
perlaparoskopi dari bulan Januari 2004 sampai dengan Desember
2006 di Klinik Raden Saleh Divisi Kesehatan Reproduksi Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta.
Hasil: Keberhasilan kehamilan pascaoperasi miomektomi perlaparoskopi
pada penelitian ini sebesar 53,84%. Sebagian besar kehamilan
yang terjadi secara spontan, dengan interval kurang dari satu tahun pascaoperasi.
Tidak ada komplikasi yang ditemukan selama masa antenatal
atau intrapartum pada semua persalinan dilakukan seksio sesarea.
Kesimpulan: Operasi miomektomi perlaparoskopi merupakan terapi
pilihan bagi pasien infertilitas. Keberhasilan kehamilan pascalaparoskopi
miomektomi mungkin dipengaruhi pula oleh usia pasien, lamanya
infertilitas, faktor suami dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi
penyebab infertilitas.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-3: 143-7]
Kata kunci: laparoskopi, miomektomi, infertilita
Pengaruh Laparoscopic Ovarian Drilling terhadap perubahan aliran darah Stroma Ovarium dan Nisbah LH:FSH pada Sindrom Ovarium Polikistik
Tujuan: Mengetahui pengaruh intervensi LOD terhadap perubahan
vaskularisasi aliran darah stroma ovarium dan penurunan nisbah LH:
FSH pada pasien sindrom ovarium polikistik.
Tempat: Penelitian dilakukan di klinik Raden Saleh Divisi Kesehatan
Reproduksi, Klinik Yasmin dan laboratorium Makmal Terpadu
FKUI-RSUPNCM.
Bahan dan cara kerja: Penelitian ini dirancang sebagai penelitian
quasi/pre eksperimental. Dalam kurun waktu September 2006 sampai
dengan Februari 2007, pasien merupakan pasien SOPK yang gagal
terapi klomifen sitrat dan akan dilakukan terapi laparoscopic ovarian
drilling sesuai kriteria inklusi. Pasien dilakukan pemeriksaan serum hormonal
(LH dan FSH) dan pemeriksaan ultrasonografi dengan doppler
berwarna untuk mengukur indeks resistensi dan indeks pulsasi sebelum
dan satu bulan sesudah tindakan LOD. Kemudian dilakukan pengukuran
nisbah LH/FSH dan indeks pulsasi dan indeks resistensi volume ovarium
sebelum dan sesudah LOD.
Hasil: Selama penelitian terdapat 11 pasien yang menjalani tindakan
LOD. Didapatkan sebaran usia dan indeks massa tubuh 28 ± 2,1 dan
27,55 ± 6,23. Terdapat penurunan nisbah LH:FSH setelah dilakukan
LOD sebesar 1,31 iu/l (3,22-1,91) p=0,790; peningkatan indeks resistensi
setelah dilakukan LOD sebesar 0,04 (0,81-0,85) p=0,284; dan penurunan
indeks pulsasi setelah dilakukan LOD sebesar 0,74 (2,51-1,77)
p=0,062; dengan demikian hasil penelitian tersebut belum cukup bermakna
secara statistik.
Kesimpulan: Terdapat kecenderungan penurunan nisbah LH:FSH,
peningkatan indeks resistensi dan penurunan indeks pulsasi sesudah dilakukan
tindakan LOD.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-1: 3-10]
Kata kunci: SOPK, LOD, indeks pulsasi, indeks resistens
Translokasi AKDR ke dalam Vesika Urinaria Disertai dengan Vesikolithiasis (Laporan Kasus)
Tujuan: Melaporkan satu kasus translokasi alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) ke dalam vesika urinaria disertai dengan pembentukan
batu intravesika.
Tempat: Klinik Kesehatan Reproduksi Raden Saleh Jakarta, Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM, Jakarta dan Kamar
Operasi Khusus Departemen Urologi FKUI/RSCM, Jakarta.
Bahan dan cara kerja: Laporan satu kasus, seorang wanita, 43 tahun,
P4A1 dengan translokasi AKDR ke dalam vesika urinaria selama
10 tahun disertai dengan pembentukan batu vesika.
Hasil: Pasien dirujuk oleh SpOG dengan keterangan translokasi
AKDR, disertai keluhan nyeri saat buang air kecil sejak 3 tahun lalu.
Pasien memiliki riwayat dipasang AKDR 10 tahun lalu. Delapan bulan
pasca pemasangan AKDR, uji kehamilan positif dan ia menjalani induksi
haid dan mendapatkan pemasangan AKDR kedua. Saat itu tidak
ditemukan AKDR pertama. AKDR kedua telah dilepaskan 2 tahun yang
lalu. Dari pemeriksaan ultrasonografi tidak didapatkan AKDR intrauterin.
Pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan AKDR di pelvis
minor, 10 cm di anterior promontorium dengan bayangan massa kalsifikasi.
Foto polos pelvis dengan marker menunjukkan AKDR kedua terletak
agak jauh dari AKDR pertama, yang overlapping dengan bayangan
kalsifikasi. Eksplorasi per laparoskopi tidak menemukan AKDR di
rongga pelvis. Dari pemeriksaan sistoskopi tampak AKDR intravesika
yang diselubungi batu. Pasien menjalani litotripsi dan pengambilan
AKDR intravesika dengan sistoskopi. Pasien dirawat selama satu hari
dan pulang dalam keadaan baik.
Kesimpulan: Translokasi AKDR ke dalam vesika merupakan hal
yang jarang dijumpai. AKDR dalam vesika menjadi sarang infeksi dan
proses pembentukan batu. Adanya AKDR intravesika haruslah dipikirkan
jika seorang wanita dengan riwayat pemasangan AKDR mengalami
infeksi saluran kemih berulang dan/atau pembentukan batu vesika.
AKDR intravesika dapat dikeluarkan dengan sistotomi suprapubik atau
sistoskopi.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-3: 186-90]
Kata kunci: translokasi AKDR, AKDR intravesika, batu vesik
Operasi Mikro Rekanalisasi Tuba Per Laparoskopi (Laporan Kasus)
Tujuan: Untuk mengevaluasi hasil luaran dari prosedur operasi
mikro rekanalisasi anastomosis tuba fallopii dengan laparoskopi.
Tempat: Klinik Raden Saleh, Divisi Kesehatan Reproduksi, Departemen
Obstetri dan Ginekologi, FKUI/RSUPNCM.
Bahan dan cara kerja: Dilaporkan 3 kasus. Kasus pertama: Ny. A,
38 tahun, P3A0 (anak terkecil 3 tahun), sterilisasi 3 tahun, menikah 1 x,
usia suami 41 tahun, ingin punya anak lagi karena sosial ekonomi membaik.
Kasus kedua: Ny. I, 44 tahun, P3A0 (anak hidup 1), riwayat bekas
seksio 1 x, nikah 1 x, usia suami 48 tahun, ingin punya anak lagi karena
dua anak terakhir meninggal. Kasus ketiga: Ny. S, 40 tahun, P3A0 (anak
terkecil 8 tahun), sterilisasi 8 tahun lalu, cerai dengan suami pertama 5
tahun lalu, menikah lagi 2 tahun lalu, ingin punya anak lagi karena desakan
suami kedua, telah gagal menjalani IVF satu tahun yang lalu.
Hasil: Rekanalisasi tuba dengan laparoskopi telah dilakukan pada
ketiga pasien. Pada pasien pertama dan kedua dilakukan rekanalisasi
pada kedua tuba dengan hasil pascaoperasi kedua tuba paten. Pada
pasien ketiga tuba kanan oklusi diproksimal, sehingga hanya pada tuba
kiri yang dilakukan rekanalisasi dengan hasil tuba kiri paten.
Kesimpulan: Pada ketiga kasus rekanalisasi tuba dilakukan karena
keinginan kuat dari masing-masing pasangan suami istri dengan alasan
yang berbeda. Pada kasus-kasus yang diseleksi laparoskopi dengan
teknik khusus memakai instrumen mikro KOH (dengan diameter alat
masing-masing 2,5 mm) dapat ditawarkan untuk rekanalisasi tuba. Seleksi
pasien dan teknik operasi yang baik adalah faktor kunci untuk
mencapai angka kehamilan yang memuaskan. Hasil luaran pada ketiga
kasus hanya dinilai pada tahap patensi tuba, sedangkan hasil luaran kehamilan
belum dapat dinilai karena laporan ini dibuat baru 7 bulan berjalan.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2006: 30-4: 234-7]
Kata kunci: rekanalisasi tuba, laparoskop
Penanganan Endometriosis
Endometriosis telah dikenal sejak sebelum Masehi, tetapi baru dalam abad terakhir ini muncul menjadi masalah kesehatan, khususnya dalam usia reproduksi. Jumlah kasus endometriosis dalam dasawarsa belakangan ini tampak makin meningkat, terutama dengan adanya kecendrungan masa kini bahwa makin banyak wanita yang mendahulukan karier dan menunda masa pernikahan bahkan kehamilannya. Pada hakikatnya panduan klinis bukanlah buku ajar. Namun demikian, mengingat bahwa buku ini nanti akan dibaca dan digunakan oleh berbagai jenjang kompetensi dokter, yang pengetahuan dan pemahamannya tentang endometriosis tidak setara, maka di sini dianggap perlu memuat bekal teori praktis endometriosis. Dengan dasar pengetahuan ini diharapkan pengguna panduan ini dapat memahami alur-alur pemikiran dalam penanganan endometriosis secara klinis.xiii+206 hlm; 18x25 c