20 research outputs found
HUKUM MENJUAL HAK SUARA PADA PEMILUKADA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYÂSI
Abstract: Voting Right on Election In the Perspective of Fiqh Siyâsi (Political Law). Factually, the political condition which is emerging today is really loaded with the political interests, money politic becomes a trend in every Direct Local Election (Pemilukada); voting right is traded. The practice of money politic has occurred in many areas. This violation is very anxious since it is utilized as an instrument of winning in direct election. Consequently, the suffrage of citizens is hijacked by the interest of the candidate. The practice of money politic can occur during the campaign and prior to the vote. Unfortunately, in some cases, the election officers also involve in such practice. Then there is a sale and purchase of votes which led to fraud in determining and stipulating of votes acquisition and potentially might alter the electability of candidates. The real loss of money politic is the loss of dignity of citizens’ voting right. The voting right would only be a political commodity amid the competition among candidates. The sovereignty of the people becomes meaningless since money has been played in which subsequently will be detrimental to them. For the long run, the practice of corruption is likely to flourish. A position which is obtained by huge capital becomes justification for getting back that capital while occupying political position. Fraud in the election is not only morally wrong, but a form of law transgression. The practice of selling and purchasing of votes in the electionist classified as risywah which is strongly prohibited in Islam.
Abstrak: Hukum Menjual Hak Suara pada Pemilukada dalam Perspektif Fiqh Siyâsi. Politik uang (money politic) menjadi tren di setiap Pemilukada; hak suara diperdagangkan. Praktik ini terjadi di banyak daerah. Pelanggaran seperti ini sudah sangat memprihatinkan karena digunakan sebagai alat menang dalam pemilihan langsung. Akibatnya, hak pilih warga dibajak oleh kepentingan kandidat. Praktik money politic dapat terjadi selama kampanye dan sebelum pemungutan suara. Sayangnya, dalam beberapa kasus, petugas pemilu juga terlibat dalam praktik tersebut. Lalu ada jual beli suara yang menyebabkan penipuan dalam menentukan dan menetapkan suara sehingga berpotensi bisa mengubah elektabilitas calon. Kerugian nyata money politic adalah hilangnya martabat warga Negara. Hak suara hanya akan menjadi komoditas politik di tengah persaingan antar kandidat. Kedaulatan rakyat menjadi tidak berarti. Untuk jangka panjang, praktik korupsi cenderung berkembang. Sebuah posisi yang diperoleh dengan modal besar menjadi pembenaran untuk mendapatkan kembali modal yang sementara menduduki posisi politik. Praktik jual beli dan suara dalam kampanye diklasifikasikan sebagai risywah (suap) yang sangat dilarang dalam Islam
The Contestation of the Malay Marriage in Kepulauan Riau Based on Maqāṣid Sharīah Perspective
This paper discusses the Malay marriage procession that must be followed by the Malay indigenous people in Kepulauan Riau, because there are moral sanctions if they do not follow applicable customary law. In this study, the problem is examined from the maqāṣid sharīah perspective. The research method used is a qualitative research method in the form of field research. While the nature of the research is descriptive-philosophical, with data sources divided into two, namely primary data sources and secondary data sources. In collecting data, the methods used are observation, interviews, and documentation. The results of this study found that in maqāṣid sharīah perspective, the Malay marriage procession in Kepulauan Riau must be seen based on the level of urgency, namely dharuriyyah, hajjiyyah and tahsiniyyah. If viewed through maqāṣid sharīah perspective, the Malay marriage procession in Kepulauan Riau is something that is characteristic tahsiniyyah. This is because the Malay marriage procession in Kepulauan Riau only serves as a support for increasing a person’s association in society and as a mere form of obedience
THE DOMINATION OF ISLAMIC LAW IN CUSTOMARY MATRIMONIAL CEREMONIES: Islamic Values within the Malay Marriage Tradition in Kepulauan Riau
The Malay community has engaged with various traditions, such as those of India, the Middle East, China, and even Europe. Despite that, religion, Islam, has wielded the most significant influence, particularly within the context of marriage life. The process of Muslim Malay marriages consistently adhere to Islamic values, even as these marriage processes are conducted within the framework of local customary practices. This article aims to examine the extent to which these marriage process adopt and synchronize with commonly held Islamic values. Data was gathered through observation and interviews in the Kepulauan Riau. This article reveals that these marriage processes indeed manifest values well-known within Islam. These values constitute in merisik phase symbolizing the principle of at-ta’āruf; menyampaikan hajat symbolizing al-Musyāwarah; menyampaikan belanja being a form of at-ta’āwun; ajak mengajak representing as-syirkah; berbalas pantun signifying al-mau’iẓah; and do'a selamatan embodying as-syukr. These values unequivocally represent the dominance of Islamic Law as the pivotal principles of Customary Law in Kepulauan Riau. [Abstrak: Dalam lintasan sejarah, masyarakat Melayu telah berinteraksi dengan berbagai tradisi, misalnya India, Timur Tengah, China, dan bahkan Eropa. Terlepas dari sisi geografis di atas, Islam memiliki pengaruh yang paling signifikan, terutama dalam prosesi perkawinan. Pada tataran nilai, tahap-tahap pernikahan orang Melayu Muslim selalu menerapkan nilai-nilai Islam meskipun prosesi perkawinan itu dilaksanakan dalam bingkai acara-acara adat setempat. Artikel ini bertujuan untuk melihat sejauh mana tahap-tahap pernikahan itu mengadopsi dan singkron dengan nilai-nilai yang umum dalam Islam. Untuk mendapatkan gambaran yang tepat, kami mengumpulkan data dengan cara observasi dan wawancara di Kepulauan Riau. Artikel ini menemukan bahwa sebenarnya prosesi-prosesi tersebut merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang selama ini jamak dikenal dalam Islam. Nilai nilai tersebut antara lain: merisik, menyimbolkan prinsip at-ta’āruf; menyampaikan hajat menyimbolkan al-Musyāwarah; menghantar belanja merupakan bentuk dari at-ta’āwun; ajak mengajak menyimbolkan as-syirkah; berbalas pantun, merupakan al-mau’iẓah; and doa selamatan merupakan as-syukr. Dengan demikian, nilai-nilai tersebut tidak ubahnya merupakan pengejewantahan dari dominasi Hukum Islam sebagai sendi Hukum Adat di Kepulauan Riau.
PENERAPAN ETIKA BISNIS DALAM UPAYA MENDUKUNG KINERJA BANK SYARI‟AH MANDIRI KOTA JAMBI
Penelitian ini dilakukan di Bank Syari’ah Mandiri Kota Jambi. Penelitian ini
menfokuskan pada masalah sistim penerapan etika bisnis bank syari;ah mandiri
dalam kontek good coorperate government (GCG) kendala-kendala yang
dihadapi dalam penerapan dan kebijakan strategis ke depan dalam kontek good
coorperate government (GCG).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Sebagai subjek
penelitian adalah Pimpinan Cabang, staf pegawai dan nasabah. Dalam
pengumpulan data digunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Untuk menghimpun data dari pihak subjek penelitian, peneliti menggunakan
teknik purposive sampling. Selanjutnya data yang dikumpulkan, dianalisis
dengan model analisis data mengalir (flow model) melalui langkah-langkah
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kemudian untuk
melakukan pemeriksaan keabsahan data yaitu dengan melakukan perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan observasi, trianggulasi dan konsultasi pembimbing.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan etika Bank Syari’ah
Mandiri Cabang Jambi mencakup Pertama. Hurriyyah ; Adalah :. Profesional .
Idarah (pengelolaan) : Pengelolaan Bank Syari’ah Mandiri cabang Jambi
dilakukan dengan prinsip bukan bunga tapi bagi hasil.Prinsip ketauhidan
mencakup prinsip itqan, prinsip penghematan, dan prinsip kerja keras. Raqabah
pengawasan ; melakukan pengawasan terhadap setiap aktivitas yang berlaku di
Bank Syari’ah Mandiri, termasuk pengawasan kinerja pegawai ; laporan
keuangan yang dilakukan setiap perminggu dan pelaksanaan pengawasan
adminsitrasi secara keseluruhan. Kendala-kendala penerapan etika bisnis dalam
kontek Implementasi good corporpate governance (GCG) pada Bank Syari’ah
Mandiri Cabang Jambi mencakup : Pertama, Hubungan Primer antara lain :
Akuntabilitas ; Trnsparansi ; Fairness : adanya praktek pengangkatan pegawai
yang tidak proporsional. Responsibilty (tanggung jawab) ; Perkembangan ini juga
beropetensi memicu munculnya prilaku yang menyimpang dari aturan.
Hubungan Sekunder : Hubungan Bank Syari’ah Mandiri Cabang Jambi dengan
nasabah, Hubungan Bank Syari’ah Mandiri Cabang Jambi dengan keuangan
lain, hubungan Bank Syari’ah Mandiri Cabang Jambi dengan Investor.Kebijakan
strategi penerapan Etika Bisnis dalam kontek good corporate governance (GCG)
pada Bank Syari’ah Mandiri Cabang Jambi mencakup : Gerakan Moral Bersih ;
Gerakan Transparansi ; Gerakan Profesional ; Jaminan Hak Nasabah ; Jaminan
Staf ; Adil Etika Bisnis ; Manajemen Perencanaan Bisnis
PEMBERIAN HAK-HAK ISTERI PASCA PERCERAIAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
Islam adalah agama yang sangat menghargai kaum perempuan baik karena gender (jenis kelamin) maupun karena kedudukannya sebagai seorang isteri atau ibu .Sebagai agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan, Islam memberikan hak-hak kepada perempuan baik dalam berhubungan kepada Allah maupun dengan sesama manusia, seperti; hak untuk beribadah, hak untuk bermuammalah, menuntut ilmu dan lain sebagainya.
Dalam perkawinan, Islam memberikan hak kepada isteri untuk mendapatkan mahar. Ketika suami akan menceraikan isterinya, Islam juga memberikan hak isteri antara lain hak untuk mendapatkan mut‟ah, nafkah iddah, maskan dan kiswah sebagaimana diatur dalam pasal 149, 152, 158, 159 dan pasal 160 Kompilsai Hukum Islam. Sedangkan hak hadhnah diatur dalam pasal 105 dan 156 Kompilasi Hukum Islam. berlaku baik jika perceraian itu dilakukan atas kehendak suami atau isteri.
Penelitian ini mengunakan penelitian kualitatif dengan penelitian perpustakaan dan juga lapangan yaitu studi kasus di Pengadilan Agama Jambi.. Dari hasil penelitian ini ternyata realisai (implementasi) pemberian hak-hak isteri pasca perceraian sebagaiman tercantum dalam pasa-pasal tersebut di Pengadilan Agama Jambi pada umumnya telah terlaksana dengan baik. Namun tidak bisa dipungkiri terdapat beberapa kasus Pemberian Hak-hak isteri pasca perceraian tersebut tidak terlaksana disebabkan kendala-kendala tertentu yang dihadapi oleh Pengadilan. Sehingga memerlukan pemikiran dan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan solusi agar keadilan dapat ditegakan
Dampak Platform Streaming Digital pada Bisnis Bioskop : Studi Kasus pada Bisnis Bioskop
platform streaming digital semakin populer di kalangan penggemar film indonesia sejak pandemi covid 19, maraknya aplikasi streaming di Indonesia ini tidak menghalangi masyarakat Indonesia untuk tetap datang ke bioskop pengamatan dari penggemar film tersebut dan lebih meneliti ke salah satu bioskop. oleh karna itu penelitian ini berusaha mengumpulkan data lewat observasi dan menganalisa fenomena aplikasi streaming digital mulai menjamur dan bagaimana respon dan sikap penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana kami lebih berfokus pada penonton film indonesia menyikapi munculnya pilihan antara aplikasi streaming digital dengan bioskop.Oleh karena itu, sebagian orang memandang meningkatnya minat terhadap layanan media sebagai hal yang baik . harga rata-rata tiket film di bioskop adalah Rp.25.000 – 50.000 hanya dalam satu kali nonton, dibandingkan dengan streaming digital Rp.30.000 – 100.000 untuk langganan streaming digital bulanan dan bebas menonton selama sebulan. dampak platform streaming digital terhadap industri film di Indonesia. Hal ini menyoroti penurunan jumlah penonton bioskop akibat semakin populernya layanan streaming, terutama di masa pandemi COVID-19. Pertumbuhan platform streaming telah menyebabkan perubahan perilaku dan preferensi penonton, sehingga memengaruhi pengalaman bioskop tradisional dan penjualan box office. Dampak streaming digital pada bioskop telah mengharuskan bioskop untuk beradaptasi dan meningkatkan layanan meraka
Antimicrobial resistance among migrants in Europe: a systematic review and meta-analysis
BACKGROUND: Rates of antimicrobial resistance (AMR) are rising globally and there is concern that increased migration is contributing to the burden of antibiotic resistance in Europe. However, the effect of migration on the burden of AMR in Europe has not yet been comprehensively examined. Therefore, we did a systematic review and meta-analysis to identify and synthesise data for AMR carriage or infection in migrants to Europe to examine differences in patterns of AMR across migrant groups and in different settings. METHODS: For this systematic review and meta-analysis, we searched MEDLINE, Embase, PubMed, and Scopus with no language restrictions from Jan 1, 2000, to Jan 18, 2017, for primary data from observational studies reporting antibacterial resistance in common bacterial pathogens among migrants to 21 European Union-15 and European Economic Area countries. To be eligible for inclusion, studies had to report data on carriage or infection with laboratory-confirmed antibiotic-resistant organisms in migrant populations. We extracted data from eligible studies and assessed quality using piloted, standardised forms. We did not examine drug resistance in tuberculosis and excluded articles solely reporting on this parameter. We also excluded articles in which migrant status was determined by ethnicity, country of birth of participants' parents, or was not defined, and articles in which data were not disaggregated by migrant status. Outcomes were carriage of or infection with antibiotic-resistant organisms. We used random-effects models to calculate the pooled prevalence of each outcome. The study protocol is registered with PROSPERO, number CRD42016043681. FINDINGS: We identified 2274 articles, of which 23 observational studies reporting on antibiotic resistance in 2319 migrants were included. The pooled prevalence of any AMR carriage or AMR infection in migrants was 25·4% (95% CI 19·1-31·8; I2 =98%), including meticillin-resistant Staphylococcus aureus (7·8%, 4·8-10·7; I2 =92%) and antibiotic-resistant Gram-negative bacteria (27·2%, 17·6-36·8; I2 =94%). The pooled prevalence of any AMR carriage or infection was higher in refugees and asylum seekers (33·0%, 18·3-47·6; I2 =98%) than in other migrant groups (6·6%, 1·8-11·3; I2 =92%). The pooled prevalence of antibiotic-resistant organisms was slightly higher in high-migrant community settings (33·1%, 11·1-55·1; I2 =96%) than in migrants in hospitals (24·3%, 16·1-32·6; I2 =98%). We did not find evidence of high rates of transmission of AMR from migrant to host populations. INTERPRETATION: Migrants are exposed to conditions favouring the emergence of drug resistance during transit and in host countries in Europe. Increased antibiotic resistance among refugees and asylum seekers and in high-migrant community settings (such as refugee camps and detention facilities) highlights the need for improved living conditions, access to health care, and initiatives to facilitate detection of and appropriate high-quality treatment for antibiotic-resistant infections during transit and in host countries. Protocols for the prevention and control of infection and for antibiotic surveillance need to be integrated in all aspects of health care, which should be accessible for all migrant groups, and should target determinants of AMR before, during, and after migration. FUNDING: UK National Institute for Health Research Imperial Biomedical Research Centre, Imperial College Healthcare Charity, the Wellcome Trust, and UK National Institute for Health Research Health Protection Research Unit in Healthcare-associated Infections and Antimictobial Resistance at Imperial College London
Surgical site infection after gastrointestinal surgery in high-income, middle-income, and low-income countries: a prospective, international, multicentre cohort study
Background: Surgical site infection (SSI) is one of the most common infections associated with health care, but its importance as a global health priority is not fully understood. We quantified the burden of SSI after gastrointestinal surgery in countries in all parts of the world.
Methods: This international, prospective, multicentre cohort study included consecutive patients undergoing elective or emergency gastrointestinal resection within 2-week time periods at any health-care facility in any country. Countries with participating centres were stratified into high-income, middle-income, and low-income groups according to the UN's Human Development Index (HDI). Data variables from the GlobalSurg 1 study and other studies that have been found to affect the likelihood of SSI were entered into risk adjustment models. The primary outcome measure was the 30-day SSI incidence (defined by US Centers for Disease Control and Prevention criteria for superficial and deep incisional SSI). Relationships with explanatory variables were examined using Bayesian multilevel logistic regression models. This trial is registered with ClinicalTrials.gov, number NCT02662231.
Findings: Between Jan 4, 2016, and July 31, 2016, 13 265 records were submitted for analysis. 12 539 patients from 343 hospitals in 66 countries were included. 7339 (58·5%) patient were from high-HDI countries (193 hospitals in 30 countries), 3918 (31·2%) patients were from middle-HDI countries (82 hospitals in 18 countries), and 1282 (10·2%) patients were from low-HDI countries (68 hospitals in 18 countries). In total, 1538 (12·3%) patients had SSI within 30 days of surgery. The incidence of SSI varied between countries with high (691 [9·4%] of 7339 patients), middle (549 [14·0%] of 3918 patients), and low (298 [23·2%] of 1282) HDI (p < 0·001). The highest SSI incidence in each HDI group was after dirty surgery (102 [17·8%] of 574 patients in high-HDI countries; 74 [31·4%] of 236 patients in middle-HDI countries; 72 [39·8%] of 181 patients in low-HDI countries). Following risk factor adjustment, patients in low-HDI countries were at greatest risk of SSI (adjusted odds ratio 1·60, 95% credible interval 1·05–2·37; p=0·030). 132 (21·6%) of 610 patients with an SSI and a microbiology culture result had an infection that was resistant to the prophylactic antibiotic used. Resistant infections were detected in 49 (16·6%) of 295 patients in high-HDI countries, in 37 (19·8%) of 187 patients in middle-HDI countries, and in 46 (35·9%) of 128 patients in low-HDI countries (p < 0·001).
Interpretation: Countries with a low HDI carry a disproportionately greater burden of SSI than countries with a middle or high HDI and might have higher rates of antibiotic resistance. In view of WHO recommendations on SSI prevention that highlight the absence of high-quality interventional research, urgent, pragmatic, randomised trials based in LMICs are needed to assess measures aiming to reduce this preventable complication
IMPLEMENTASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR 8 TAHUN 2006 (STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI KECAMATAN BAJUBANG KABUPATEN BATANG HARI)
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan; (1) Implementasi PBM Tahun
2006 yang di aktualisasikan Pemerintah Daerah dan FKUB Kabupaten Batang
Hari dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang
Hari. (2) Implikasi PBM Tahun 2006 terhadap Pendirian Rumah Ibadat di
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari. (3) Mekanisme Penyelesaian
masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten
Batang Hari.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode
pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi, dan model analisis datanya menggunakan analisis model spradly,
melalui analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial ,dan analisis
tema budaya, juga dengan berbagai model pengecekan data dan trianggulasi
untuk menjadi lebih sempurna nya penelitian ini.
Setelah melalui proses penelitian yang panjang, penelitian ini menemukan,
yaitu; (1) implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang zin pendirian rumah ibadat di
kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari ternyata sangat memprihatinkan.
Banyak terdapat ketimpangan dan ketidaksesuaian seperti apa yang sudah
tertulis pada peraturan bersama tersebut. (2) Implikasi PBM Tahun 2006
terhadap Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang
Hari, berjalan sebagaimana yang diharapkan akan tetapi konflik pendirian rumah
ibadat cendrung menjadi masalah serius dilingkungan kecamatan Bajubang hal
ini disebabkan karena faktor individu dan kepentingan tertentu. (3) Mekanisme
Penyelesaian masalah dalam Pendirian Rumah Ibadat di Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batang Hari adalah dilakukan dengan melakukan pendekatanpendekatan terhadap masyarakat, pemerintah, forum kerukunan antar umat
beragama serta tokoh-tokoh masyarakat. Penelitian ini merekomendasikan
kepada semua kalangan umat Islam, umat dan tokoh-tokoh agama lain, tokohtokoh pemuka agama Islam, FKUB Batang Hari, dan para pengelola dan
pengurus rumah ibadat, untuk masing-masing bisa berperan aktif dalam
mewujudkan kerukunan antar umat beragama dengan diharapkan partisipasinya
dalam menjaga toleransi umat beragama di kabupaten Batang Hari