13 research outputs found

    Quality of Agricultural Extension Services in Ambon

    Get PDF
    This study aims to analyze the level of farmer satisfaction with the performance of agricultural extension workers, and recommend efforts to improve the performance of agricultural extension workers in providing farmer satisfaction in the future. The population of farmer groups in the working area of ​​the Nania Agricultural Counseling Center is 118 farmer groups, with the Slovin formula at 90% accuracy, 54 samples were obtained. The sampling technique was purposive and incidental sampling, with 54 farmers chairing the group. The level of farmer satisfaction is measured by the Customer Satisfaction Index (CSI). Previously the questionnaire was tested for validity and reliability and the results showed 26 attributes of valid and reliable service quality. The results showed the CSI analysis for the performance attributes of agricultural instructors was 60.37 percent, meaning that in general the farmers were in the quite satisfied category. Recommendations for efforts to improve the performance of agricultural extension services in providing farmer satisfaction in the future is to improve the performance of the attributes in quadrant I namely: Counseling is done on time (S4), Serious attention from extension workers towards farmers (S5), Reliability in assisting farmers or farmer groups in preparing plans for farming activities (S9), The reliability of agricultural instructors for increasing business results (S14), Willing counselors provide services quickly (S15), Spent time for extension workers to respond quickly to farmers' requests (S17), Accuracy in handling farmers' complaints (S18), Extension agents have competency in guiding, solving problems of farmers or farmer groups in the field, and establishing business partnerships in agriculture (S19). Keywords: service quality, agricultural extension workers, Customer Satisfaction Index DOI: 10.7176/JESD/11-12-10 Publication date:June 30th 202

    Kelayakan Finansial Industri Kecil Gula Merah di Desa Tutumaloleo Kecamatan Galela Utara Kabupaten Halmahera Utara

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar produksi, penerimaan, dan pendapatan pada industri kecil gula merah dan menganalisis kelayakan finansial industri kecil gula merah di Desa Tutumaloleo Kecamatan Galela Kabupaten Halmahera Utara. Metode analisis yang digunakan adalah perhitungan biaya, penerimaan dan pendapatan, serta analisis kelayakan yaitu NPV, IRR, Net B/C ratio, Payback Period dan Break Even Point (BEP). Hasil penelitian menunjukkan produksi gula merah sebesar 6888 bungkus per tahun, penerimaan sebesar Rp 68.880.000 per tahun dan pendapatan sebesar Rp 45,401,130 per tahun. Secara finansial maka industri kecil gula merah di Desa Tutumaloleo layak diusahakan, hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar Rp 218.748.430 (NPV > 0), nilai IRR sebesar 24% jadi lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku, Net B/C ratio sebesar 97 (Net B/C ratio > 1), dan payback period sebesar 0,06 atau 22 hari jadi lebih kecil dari periode investasi, BEP produksi sebesar 180 bungkus, BEP penerimaan sebesar Rp 1.800.473 per tahun, dan BEP harga yaitu Rp 3.409 per bungkus

    RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA

    No full text
    Penelitian ini bertujuan mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi respon penawaran dan elastisitas penawaran kacang tanah di Indonesia. Bentuk respon penawaran adalah Model Nerlove dan teknik estimasinya Ordinary Least Square (OLS) menggunakan Eviews 7. Penelitian menggunakan data time series selama 26 tahun yaitu 1990-2015. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi respon penawaran kacang tanah di Indonesia adalah : harga kacang tanah pada tahun sebelumnya, penawaran kacang tanah pada tahun sebelumnya, harga padi pada tahun sebelumnya, harga kedelai pada tahun sebelumnya, dan produksi kacang tanah pada tahun t. Elastisitas penawaran harga sendiri dalam jangka pendek dan panjang bersifat elastis. Sedangkan elastisitas harga silang terhadap harga padi pada tahun sebelumnya dan terhadap harga kedelai tahun sebelumnya bersifat inelastis

    Analisis daya saing ekspor cengkeh Indonesia di kawasan ASEAN dan Dunia

    No full text
    Penelitian ini bertujuan menganalisis trend ekspor cengkeh Indonesia pada tahun 2015-2018, menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif ekspor cengkeh Indonesia, Malaysia dan Singapura di pasar internasional. Data penelitian dari tahun 1980-2012, yaitu nilai ekspor cengkeh Indonesia, nilai ekspor cengkeh negara ASEAN lainnya: Malaysia dan Singapura, nilai ekspor cengkeh di dunia, nilai ekspor total Indonesia, nilai ekspor total dari 2 negara ASEAN, dan nilai ekspor total di tingkat dunia. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis trend ekspor, analisis Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Hasil analisis menunjukkan ekspor cengkeh Indonesia meningkat pada tahun 2015-2018, masing-masing sebesar 10606,86 ton, 10943,20 ton, 11279,54 ton, dan 11615,88 ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,08% per tahun. Daya saing Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang rendah ditingkat dunia dengan nilai indeks RSCA sebesar 0,22 serta memiliki keunggulan kompetitif dengan ISP sebesar 0,46. Malaysia memiliki keunggulan komparatif yang rendah pasar dunia dimana nilai indeks RSCA sebesar -0,25. Keunggulan kompetitif Malaysia juga rendah dimana ISP sebesar -0,45. Sedangkan Singapura memiliki keunggulan komparatif yang tinggi dibandingkan Indonesia dan Malaysia, dimana rata-rata indeks RSCA sebesar 0,96. Namun Singapura memiliki keunggulan kompetitif yang rendah ditunjukkan nilai ISP sebesar -0,09, menunjukkan bahwa Singapura sebagai pengimpor komoditi cengkeh

    Kinerja sektor pertanian dan non pertanian dalam perekonomian wilayah di Propinsi Maluku Utara

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja sektor pertanian dan non pertanian, menganalisis kinerja sektor pertanian dan non pertanian pada masa mendatang, dan melakukan klasifikasi sektor perekonomian di Propinsi Maluku Utara. Metode analisis yang digunakan adalah LQ, DLQ, dan klasifikasi sektor usaha berdasarkan nilai LQ dan DLQ. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian, pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan termasuk sektor basis di Propinsi Maluku Utara, sedangkan peternakan termasuk sektor non basis. Sektor basis non pertanian yaitu perdagangan, hotel dan restoran. Analisis DLQ menunjukkan dimasa mendatang sektor pertanian, pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan mengalami peningkatan kinerja. Sektor non pertanian pun menunjukkan peningkatan kinerja sehingga menjadi sektor basis dimasa mendatang, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, dan sektor jasa-jasa. Klasifikasi sektor di Propinsi Maluku Utara berdasarkan nilai LQ dan DLQ yaitu: (a) Sektor unggulan: sektor pertanian, pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan; serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. (b) Sektor andalan: peternakan, sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-jasa. (c) Sektor prospektif: kehutanan, dan (d) Sektor tertinggal: bangunan

    Kinerja sektor pertanian dan non pertanian dalam perekonomian wilayah di Propinsi Maluku Utara

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja sektor pertanian dan non pertanian, menganalisis kinerja sektor pertanian dan non pertanian pada masa mendatang, dan melakukan klasifikasi sektor perekonomian di Propinsi Maluku Utara. Metode analisis yang digunakan adalah LQ, DLQ, dan klasifikasi sektor usaha berdasarkan nilai LQ dan DLQ. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian, pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan termasuk sektor basis di Propinsi Maluku Utara, sedangkan peternakan termasuk sektor non basis. Sektor basis non pertanian yaitu perdagangan, hotel dan restoran. Analisis DLQ menunjukkan dimasa mendatang sektor pertanian, pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan mengalami peningkatan kinerja. Sektor non pertanian pun menunjukkan peningkatan kinerja sehingga menjadi sektor basis dimasa mendatang, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, dan sektor jasa-jasa. Klasifikasi sektor di Propinsi Maluku Utara berdasarkan nilai LQ dan DLQ yaitu: (a) Sektor unggulan: sektor pertanian, pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan; serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. (b) Sektor andalan: peternakan, sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-jasa. (c) Sektor prospektif: kehutanan, dan (d) Sektor tertinggal: bangunan

    Analisis daya saing ekspor cengkeh Indonesia di kawasan ASEAN dan Dunia

    No full text
    Penelitian ini bertujuan menganalisis trend ekspor cengkeh Indonesia pada tahun 2015-2018, menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif ekspor cengkeh Indonesia, Malaysia dan Singapura di pasar internasional. Data penelitian dari tahun 1980-2012, yaitu nilai ekspor cengkeh Indonesia, nilai ekspor cengkeh negara ASEAN lainnya: Malaysia dan Singapura, nilai ekspor cengkeh di dunia, nilai ekspor total Indonesia, nilai ekspor total dari 2 negara ASEAN, dan nilai ekspor total di tingkat dunia. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis trend ekspor, analisis Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Hasil analisis menunjukkan ekspor cengkeh Indonesia meningkat pada tahun 2015-2018, masing-masing sebesar 10606,86 ton, 10943,20 ton, 11279,54 ton, dan 11615,88 ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,08% per tahun. Daya saing Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang rendah ditingkat dunia dengan nilai indeks RSCA sebesar 0,22 serta memiliki keunggulan kompetitif dengan ISP sebesar 0,46. Malaysia memiliki keunggulan komparatif yang rendah pasar dunia dimana nilai indeks RSCA sebesar -0,25. Keunggulan kompetitif Malaysia juga rendah dimana ISP sebesar -0,45. Sedangkan Singapura memiliki keunggulan komparatif yang tinggi dibandingkan Indonesia dan Malaysia, dimana rata-rata indeks RSCA sebesar 0,96. Namun Singapura memiliki keunggulan kompetitif yang rendah ditunjukkan nilai ISP sebesar -0,09, menunjukkan bahwa Singapura sebagai pengimpor komoditi cengkeh
    corecore