5 research outputs found
Sekuensing 16S DNA Bakteri Selulolitik Asal Limbah Cairan Rumen Sapi Peranakan Ongole
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lebih lanjut isolat selulolitik kode WPL 214 yang telah diisolasi dari cairan rumen sapi peranakan ongole dari limbah Rumah Potong Hewan Surabaya. Koloni tunggal dari isolat selulolitik ditumbuhkan pada 5 mL media cair Luria Bertani (LB) dengan komposisisi 1% NaCl, 1% tripton, 0,5% yeast ekstrak, yang mengandung 1% substrat carboxymethyl cellulose (CMC) pada suhu 37°C, dengan pengocokan menggunakan shaker incubator selama ±16-18 jam. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilakukan isolasi DNA, tahap kedua dilakukan identifikasi gen penyandi 16S DNA, amplifikasi DNA dengan polymeras chain reaction (PCR). Amplifikasi gen penyandi 16S DNA menggunakan Kit High Fidelity Platinum Taq DNA Polymerase dengan primer forward PB36 5’-AGR GTT TGA TCM TGG CTC AG-3’ dan primer reverse PB38 5’-GMT ACC TTG TTA CGA CTT-3’ yang digunakan untuk PCR. Hasil sekuensing nukleotida dari 16S DNA selanjutnya dibandingkan dengan urutan nukleotida dari GenBank database untuk dilakukan BLAST untuk mengidentifikasi berdasarkan pohon filogeni. Bakteri tersebut mampu menunjukkan adanya zona bening pada media Carboxymethyl cellulose (CMC) dengan pewarnaan congo red. Adanya zona bening tersebut berhubungan dengan aktivitas mikrob untuk mendegradasi selulosa. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil urutan nukleotida genom 16S DNA serta pohon filogeni, maka isolat selulolitik tersebut diidentifikasi sebagai Enterobacter cloacae WPL 214
Potensi Fermentasi Bekatul dengan Bakteri Enterobacter Cloacae WPL 111 terhadap Kecernaan Serat Kasar pada Ayam Pedaging
This research was aimed to know the influence of rice bran fermentation Enterobacter cloacae WPL 111 on the crude fiber digestibility. Twenty Four Cobb’s CP 707 strain broiler which DOC were randomly divided into four dietary treatment groups (n=6), namely P0, P1, P2 and P3 treatment of P0, P1, P2 and P3 was rice bran fermentation by giving Enterobacter cloacae WPL 111 0%, 5%, 10%, 15%. The treatment is given for a period. Fecal sample were collected to determine crude fiber and crude protein disgestibility. The data were analyzed with ANOVA (Analysis of Variant) followed by Duncan test. The result of experiment showed that P0 treatment were significantly different with treatment of P1, P2 and P3 (p<0,05). In conclusion bran fermentation can improve digestibility of crude fiber on broiler.
Keywords : rice bran fermented, Enterobacter cloacae, crude fibe
ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENSIM SELULASE DARI KEONG EMAS DAN RAYAP SEBAGAI BAHAN PENDEGRADASI SELULOSA
The aim of this research is to know the type of celullase enzyme from golden snails gut and termites gut and to know the enzyme activity by in-vitro system. Supernatant from golden snails (Pomacea canaliculata) gut and termites (Macrotermes sp.) gut were characterized the enzymes type by SDS-PAGE, Western Blot and Dot Blot testing. The enzymes activity from golden snail and termites supernatant then tested by CMC, pNPC and pNPG. The result of this research were there are many protein bands on SDS-PAGE that estimate of cellulase enzyme type, that is exoglucanase, endoglucanase and fl¬glucocidase enzymes. Western Blot and Dot Blot test then used to ensure this estimation. Western Blot test didnt clear showed the protein bands, while Dot Blot test showed the antigen-antibody reaction from golden snail and termite cellulase same as purified cellulase from Trichoderma virile, that revealed exoglucanase, endoglucanase and 13-glucocidase enzymes. The golden snails endoglucanase activity was higher than termites endoglucanase activity. The golden snails exoglucanase activity was higher than termites exoglucanase activity. The golden snails [3-glucocidase activity was higher than termites 3-glucocidase activity. The conclusion of this research were there are 3 cellulase enzymes type in golden snail and termite gut, that is exoglucanase, endoglucanase and ll-glucocidase enzymes. The golden snails cellulase enzymes activity was higher than termites cellulase enzymes activity
PEMBERIAN PAKAN SECARA BERKALA PADA MUSIM KEMARAU UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PAKAN AYAM PEDAGING
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan beternak ayam, selain faktor genetik, pakan dan kesehatan. Ayam pedaging dapat mencapai kecepatan pertumbuhan tertinggi jika dipelihara pada suhu lingkungan 10 - 22°C (Daghir, 1995). Pada saat cuaca panas ayam berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara bernafas secara cepat (panting). Hal ini dapat menyebabkan peredaran darah banyak yang menuju ke organ pernafasan, sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses. Oleh sebab itu pemberian pakan pada cuaca panas merupakan pemborosan, padahal biaya produksi terbesar pads pemeliharaan ayam terletak pads biaya pakan. Agar ayam bisa tetap tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang panas bisa disiasati dengan tiga alternatif, yaitu meningkatkan nutrient density, menurunkan suhu kandang serta memberi makan ayam pada saat konsumsi tertinggi (Anderson dan Carter, 1993). Mayouritas peternak Indonesia bukanlah orang yang ahli dalam menyusun ransum sesuai yang dibutuhkan ayam menurut suhu lingkungan tertentu. Menurunkan suhu kandang membutuhkan tambahan biaya karena kandang hams dilengkapi dengan kipas angin di samping pengeluaran untuk biaya listrik. Cara paling ekonomis adalah memberi makan pada saat ayam bisa mengkonsumsi pakan dalam jumlah tinggi. Ayam umumnya mengkonsumsi pakan dalam jumlah tinggi pada saat suhu lingkungan rendah yaitu pads malam hari sampai pagi hari. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pola pemberian pakan yang tepat pads ayam pedaging pads musim kemarau supaya bisa diperoleh pertambahan berat badan, konversi pakan dan kualitas karkas yang paling baik. Hewan coba yang digunakan adalah ayam pedaging CP 707 umur 3 minggu dengan berat badan 800 - 1000 gram sebanyak 30 ekor. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial, sedangkan Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan pakan dan 10 ulangan. Perlakuan 1 (P 1) sebagai kontrol diberi pakan selama 24 jam secara ad libitum. Perlakuan 2 (P2) diberi pakan pada jam 6.00 - 18.00 WIB, sedangkan perlakuan 3 (P3) diberi pakan pada jam 16.00 - 9.00 WIB. Air minum diberikan pada semua perlakuan secara ad libitum. Variabel yang diamati dari penelitian ini adalah berat badan awal, pertambahan berat badan, konsumsi pakan, konversi pakan dan kualitas karkas yang diketahui dari persentase karkas serta persentase lemak abdominal. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian (uji F) dan dilanjutkan dengan uji Duncans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan per-hari pada perlakuan P1 sebesar 132.1457 gram, P2 sebesar 138.835 gram dan P3 sebesar 132.8214 gram. Setelah dilakukan analisis varian dan aji Duncans ternyata tidak tedapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara ketiga perlakuan. Rata-rata pertambahan berat badan per hari pada perlakuan P1 sebesar 67,61429 gram, P2 sebesar 71,71667 gram dan P3 sebesar 70,87857 gram. Setelah dilakukan analisis varian dan uji Duncans ternyata tidak tedapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara ketiga perlakuan. Rata-rata konversi pakan pada perlakuan P1 sebesar 2.03211, P2 sebesar 2.02907 dan P3 sebesar 1.92907. Setelah dilakukan analisis varian dan uji Duncans ternyata tidak tedapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada konversi pakan antara ketiga perlakuan. Rata-rata persentase karkas pada perlakuan P1 sebesar 66.0377 %; P2 sebesar 66.671 1 % dan P3 sebesar 65.6427 %. Setelah dilakukan analisis varian dan uji Duncans ternyata tidak tedapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada persentase karkas antara ketiga perlakuan. Rata-rata persentase lemak abdominal pada perlakuan P1 sebesar 1,73724 %; P2 sebesar 1,90726 % dan P3 sebesar 1.75281 %. Setelah dilakukan analisis varian dan uji Duncans ternyata tidak tedapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara ketiga perlakuan
REKAYASA FORMULA PAKAN BERDASARKAN KEBUTUHAN ASAM AMINO UNTUK MENDAPATKAN EFISIENSI YANG TINGGI SERTA EKONOMIS
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan pakan yang berpotensi sebagai somber asam amino kritis serta mendapatkan formula ransum yang sesuai dengan kebutuhan ayam pedaging. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah memilih beberapa bahan pakan kemudian menganalisis kandungan asam aminonya dengan metode HPLC dan kandungan proteinnya dengan metode Kjeldahl. Hasil analisis asam amino dan protein tersebut digunakan untuk menyusun ransum starter dan finisher. Tahap kedua adalah menerapkan beberapa formula ransum yang telah disusun, sedangkan sebagai kontrol digunakan ransum komersial. Pada tahap ini digunakan 48 ekor ayam pedaging strain Arbor Acres (CP-707) umur satu minggu yang dibagi dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan, masing-masing ulangan berisi 2 ekor ayam. Ransum starter diberikan pada umur 1 � 3 minggu, sedangkan ransum finisher diberikan pada umur 4 � 6 minggu. Variabel yang diamati dari tahap ini adalah bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi, konversi/ efisiensi ransum, persentase karkas, biaya pakan dan kecemaan asam amino kritisnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Pada tahap pertama dihasilkan tiga macam formula ransum starter dengan kandungan protein 19% dan tiga macam formula ransum finisher dengan kandungan protein 15%. Semua formula ransum tersebut dibuat memenuhi kebutuhan asam amino kritis untuk ayam pedaging. Hasil pengamatan pada tahap kedua diketahui bahwa ketiga formula ransum menghasilkan bobot badan akhir, pertambahan bobot badan dan konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan ransum kontrol meskipun hanya F2 (menggunakan tepung darah) yang berbeda nyata, konversi pakan dan biaya pakan paling baik pada F3 (tepung daging ayam), serta kecernaan asam amino kritis paling baik pada F1 (tepung udang) meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Persentase karkas ketiga formula ransum tidak berbeda nyata dengan ransum kontrol. SUMMARY Two experiments were conducted to determine the feedstuff potentiality as critical amino acid source and to formulate broiler feeds. In experiment 1, some of feedstuff were choose then analize the amino acid content using HPLC and protein content using Kjeldahl method. The result of these data were use to formulate the starter and finisher feeds. In experiment 2, three feeds formula and commercial feed as control were used. 48 male broilers from Arbor Acres strain (CP 707) 1 week age were divided using CRD method to 4 treatments and 6 replications, 2 birds per-se. Starter feed for I - 3 weeks birds age and finisher feed for 4 - 6 weeks age. Pre-slaughter BW, BW gain, consumption, conversion, carcass percentage, feed cost and critical amino acid digestibility were measured. Data were analize using F test then using Duncan s Multiple Range Test. The outcome of experiment 1 were three starter feeds 19% CP and three finisher feeds 15% CP. All of feeds were based on critical amino acid requirements for broilers. In experiment 2, pre-slaughter BW, BW gain, consumption from three feeds formula were higher than control although F2 (blood meal) only were significantly (P< 0.05). The best conversion and feed cost at F3 (poultry meat meal) and the critical amino acid digestibility from F1 (shrimp meal) as good as control. Carcass percentage from three feeds formula as good as control