40 research outputs found

    The Practice of Political Entrepreneurship in a Rural Javanese Village

    Get PDF
    This qualitative case study aims to explore the practice of political entrepreneurship in a rural Javanese village. Political entrepreneurship is dictated by the special interest of political entrepreneurs, incentives gained from the political system, and awareness about targeting the change of political institution, an explanation theorized by McCaffrey and Salerno (2011). Unlike the theory, this study assesses the importance of cultural explanation of political entrepreneurship which provides room in an academic discussion. The study reveals the role of Javanese (and Islam) values in encouraging the political entrepreneurship of a village head. Philosophical values of Javanese leadership promoting an exemplary leader (ing ngarso sung tulodo) and leadership behavior that is andap asor (humble) have favored public acceptance of the practice of political entrepreneurship. Furthermore, the doctrine (akhlak) and practices of Islamic rituals by the village head explain the direction of political entrepreneurship. This study discovers also the concept of ‘sungkan’ demonstrated in respect for the performance of the village head. Moreover, the ability to provide solutions to villagers’ problems practiced through suwuk and petungan add gratitude for the village head. Leadership behavior adhering to these cultural and religious values directly or indirectly induced a ‘sungkan’ effect in a reelection bid (the 2013 Village Election). ‘Sungkan’, which is equal to electoral accountability, explicates the outcome of political entrepreneurship for the electoral process in the village that were relatively clean from vote-buying. Lastly, the casework expands political entrepreneurship theory, indeed, cultural and religious values can also drive the practice of political entrepreneurship

    Politically Equal But Still Underrepresented: Women And Local Democratic Politics In Indonesia

    Get PDF
    This research challenges the relevance of a change towards liberal democracy for gender equality. In particular, it connects the political logic of the survival and failure of incumbents in the direct election for local leaders (pilkada) with the acceptance of gender related considerations in local policies and women preferences in voting. By carrying out comparative assessments concerning the pilkada in four rural and urban districts in East Java, the study reveals that local democracy does not provide incentives which encourage the incumbents who run in re-election bids to promote better gendered policies during their terms in office due to women's ignorance in voting. Female voters were less critical in reviewing the incumbents' performance. Women were too busy receiving tangible policy outputs; they paid inadequate attention to the importance of strategic gender interests. Consequently, incumbents who perform better in reducing gender disparity often lose their posts. Worse, during local democratic contests, women were marginalised by the practices of male-dominated informal politics amongst the incumbents, informal actors and partisan bureaucrats. Also, the pilkada is not an easy race for women's candidacy, as the regulations do not affirm women and political parties hinge on pragmatic considerations that favour male candidates as having a better chance of winning in election. Moreover, this study challenges the arguments of decentralisation policy that have led to the negligence of local government concerning a gender-mainstreaming agenda. In fact, the decentralisation regulatory regime overwhelmingly controlled by the national government has restricted local governments from better addressing gender strategic needs. The national authority strictly determines local expenditure items, which do not incorporate gender mainstreaming approaches in local budgeting

    MEMPERLUAS PERSPEKTIF KUALITAS PEMILIHAN UMUM: STUDI KASUS PRAKTIK SEMI-E-VOTING DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA 2019 DI KABUPATEN MALANG

    Get PDF
    Parameter dominan dalam menilai kualitas pemilu di Indonesia selama ini merujuk pada keberhasilan substantif, yaitu kesetaraan, kebebasan, kejujuran, partisipasi, kompetisi, dan integritas. Namun, keberhasilan menurut sudut pandang pemilih dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) masih terabaikan, seperti kepuasan pemilih dan jaminan pemilu damai. Studi kasus kualitatif ini bertujuan mengeksplorasi pandangan pemilih dan panitia atas praktik semipemilihan elektronik (semi-e-voting) melalui penerapan Aplikasi Barcode Scanner pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) 2019 di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Hasilnya, pemilih dan panitia menilai kualitas pemilu tidak cukup bersandar pada ukuran kualitas substantif. Untuk itu, studi ini mendorong perspektif pelayanan publik atas pemilu. Pertama, pemilih dan panitia selayaknya dipandang sebagai penerima manfaat dan penyedia. Kedua, sisi pandang ini menawarkan ukuran waktu menyalurkan hak pilih, kelayakan beban dan kemudahan kerja panitia, dan kepuasan kandidat (fairness). Ketiga, praktik semi-e-voting memperkenalkan ukuran perubahan dalam penyelenggaraan pemungutan suara, yaitu berupa proses pemungutan suara yang lancar dan tanpa antrian yang lama saat pemilih menunaikan haknya. Secara akademis, praktik semi-e-voting dalam pilkades relevan dengan beberapa indikator pengukuran keberhasilan pemilu, yakni kepuasan administratif dan profesionalisme penyelenggara pemilu. Spesifik terhadap literatur e-voting, riset ini memperkuat studi sebelumnya bahwa implementasi semi pemilihan elektronik mampu meningkatkan kenyamanan dan kapabilitas pemilih serta mengeliminasi subjektifitas penghitungan suara.

    Problem Ideologi Hingga Kepemimpinan: Urgensi Revisi Undang-Undang Pelayanan Publik

    Get PDF
    This study aims to critically examine the content of Law Number 25/2009 concerning Public Service and contribute to highlight four main points of amendment. A decade of law implementation achieved some advancement to public. One of them is the development of various service breakthroughs that fulfilled demand and needs of users. However, public service implementation still faces compliance problems with service standards at all levels  of government. Furthermore, public service has to deal with the integrity problem. This study applies a textual/documentary analysis method and is operationally carried out through qualitative content analysis of the text of Law 25/2009. The study also reveals four other problems that must be responded to the amendment to the law, namely ideology, publicness, leadership, and ethics. The principan of spirituality is an important part of ideology to meet the religious rights of users and providers and encourage to run the integrated  public services. In order to assure dynamics and adaptability to change,  it is necessary to shift the public service leadership approach towards political entrepreneurship. Finally, to minimize the ethical risk of leaders’ policy behavior, the revision must include regulation of public service leaderships ethics. Keywords: ideology, publicness, political entrepreneurship, ethics, public service. Abstrak Studi ini bertujuan mengkaji secara kritis konten Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (UU 25/2009) dan berkontribusi menuangkan pokok-pokok pikiran perubahannya. Satu dekade pelaksanaan UU 25/2009 mencapai sejumlah kemajuan pelayanan yang bermanfaat bagi publik. Salah satunya melalui lahirnya berbagai terobosan pelayanan publik yang merespon kebutuhan dan permintaan pengguna. Namun, penyelenggaraan pelayanan publik masih menghadapi masalah pemenuhan kepatuhan standar pelayanan publik pada seluruh tingkatan pemerintahan. Selain itu, terdapat problem integritas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Studi ini menggunakan metode analisis tekstual/dokumenter dan secara operasional dilaksanakan melalui analisis isi kualitatif teks UU 25/2009. Studi ini menemukan empat masalah yang harus direspon dalam perubahan UU 25/2009 di luar persoalan kepatuhan terhadap standar dan integritas, yaitu terkait ideologi, derajat/kualitas publik (publicness), kepemimpinan pelayanan publik, dan etika kepemimpinan pelayanan publik. Asas spiritualitas penting agar pelayanan publik memenuhi hak-hak spiritual pengguna dan penyelenggara dan mendorong bekerjanya pelayanan publik yang berintegritas. Demi menjamin publicness, dibutuhkan reorientasi prinsip-prinsip publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang terikat dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam merespon dinamika dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan, maka perlu perubahan kepemimpinan pelayanan publik menuju paradigma kewirausahaan politik. Terakhir, guna meminimalisir risiko etis perilaku kebijakan pemimpin, maka revisi harus mencakup pengaturan etika kepemimpinan pelayanan publik. Kata Kunci: ideologi, publicness, kewirausahaan politik, etika, pelayanan publik. &nbsp

    Kepemimpinan Jawa Arek di Desa Hulurejo dalam Perspektif Kewirausahaan Politik

    Get PDF
    Penelitian studi kasus kausalitas ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana praktik kewirausahaan politik dengan mempertimbangkan variabel kebudayaan dalam menjalankan strategi sebagai seorang usahawan politik dimana studi ini belum banyak didiskusikan dalam riset akademis. Kewirausahaan politik menurut pandangan Petridou (2016) dibagi menjadi empat aspek utama, yakni Who, How, Where dan Impact. Berbeda dengan teori yang digunakan, penelitian ini berusaha untuk menjelaskan aspek how dari sisi kebudayaan. Dua indikator penting yang dimuat dari aspek how adalah interaksi antar aktor dan strategi seorang usahawan politik akan dielaborasikan dengan kebudayaan jawa arek. Kebudayaan Jawa Arek yang dikenal dengan karakter lugas, blak-blakan, hingga bondho nekat akan mewarnai terhadap bagaimana kepemimpinan Kepala Desa Hulurejo yang menjadi subjek penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa filosofi jawa arek yang diimplementasikan dalam strategi kewirausahaan politik kepala desa mampu untuk menjadi solusi terkait dengan berbagai permasalahan yang ada di masyarakat, hal ini didasarkan pada pola komunikasi yang cair dan mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam praktik kewirausahaan ini juga mengandung dua cabang utama kewirausahaan politik yakni ekonomi politik dalam hal relokasi sumber daya dan perubahan kebijakan. Fenomena penyaluran BLTDD pandemi mendukung pernyataan Petridou (2016) tentang imbalan beberapa jenis keuntungan politik dalam proses relokasi sumber daya

    Adaptive, Agile dan Robust Governance untuk Menjaga Ketahanan Daerah dalam Menghadapi Pandemi COVID-19: Studi Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah di Jawa Timur Tahun 2020-2022

    Get PDF
    Rencana Kerja Pemerintah Daerah atau yang disebut RKPD merupakan dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Idealnya berbagai macam cara yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam menangani COVID-19 dapat ditemukan dalam RKPD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara tersebut dengan mengeksplorasi respons pemerintah daerah terhadap pandemi COVID-19 dalam perencanaan pembangunan kemudian dapat diketahui model tata kelola seperti apa yang digunakan. Metode penelitian ini adalah arsip politik dengan sumber dokumen RKPD lima kabupaten/ kota di Jawa Timur. Untuk menjaga keabsahan data penelitian ini menyalin langsung data dari dokumen RKPD dan melakukan cross check ulang setelah data dimuat dalam laporan setelah mekanisme pengolahan data. Hasil penelitian menemukan pemerintah daerah mengaplikasikan konsep tata kelola adaptif untuk menangani COVID-19. Fenomena adaptive local governance mempertimbangkan peran pemerintah pusat dalam tata kelola penanganan COVID-19. Penelitian ini menemukan bahwa sentralisasi dari hubungan pemerintah pusat-daerah justru lebih mendorong tata kelola adaptif. Implikasinya penanganan COVID-19 berdasarkan perubahan kebijakan menjadi legitimasi sentralisasi hubungan pemerintah seperti peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pusat seperti Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2020. Bentuk dari tata kelola adaptif dalam penanganan pandemi dengan menyesuaikan konteks penanganan pandemi yaitu penanganan kesehatan, pemulihan ekonomi dan penguatan jejaring sosial. Bagaimanapun COVID-19 menjadi pusat perhatian pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan, temuan penelitian ini berbeda dengan argumen yang menyatakan bahwa COVID-19 adalah game-changer karena COVID-19 hanya ada sebagai unsur tambahan pembangunan dan tidak benar-benar mengubah alur perencanaan

    Analisis structures and meanings Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan potensi dampaknya pada kemampuan pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

    Get PDF
    Tujuan studi ini berupaya menjawab lima pertanyaan utama terkait implementasi UU: BHP pada Universitas Brawijaya .(UB) dan Universitas Negeri Malang (UM). Yakni, ketentuan pengarnbilan kebijakan strategis pada BHP, melakukan perbandingan antara mekanisme negara pasar, dan govermance networks dalam mengetahui potensi dampak UU BHP pada kemampuan pengelolaan UB dan UM, dan mengembangkan strategi governance yang mereferensi pada kepentingan seluruh stakeholders dalam BHPP PT. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian dimaksud. Secara operasional menggunakan analysis structures and meanings untuk menggali dan menguji argurnen kebijakan dalam UU BHP terkait dua tujuan pertama. Kemudian melakukan wawancara semi-terstruktur terhadap competent .key infirmans di dua universitas Sebagai lokus studi ini. Hasilnya, studi ini menemukan bahwa pengambilan kebijakan strategis pada BHP berada tangan organ representasi pemangku kepentingan (ORPK) yang keanggotaanya berasal dari pihak internal BHP, pendiri, dan unsur masyarakat. Mka, pengambilan kebijakan strategis pada BHP akan sangat tergantung pada aktor-aktor yang mengisi posisi ketua dan anggota dalam ORPK. Kemudian, studi ini mengungkap bahwa UU BHP memiliki inkonsistensi dalam substansi mekanisme relasi antar aktor, pembuatan kebijakan strategis, dan. penjamin kepatuhan daiam UU DHP,, khususnya bagi ,BHP Pemerintah Perguruan Tinggi (BHPP PT). Ditambah pula, keanggotaan ORPK kurang merepresentasikan seluruh aktor (stakeholders) dalam BHPP perguruan tingg. Ketiga, UB dan UM mengakui bahwa perubahan komposisi aktor dalam pembuatan kebijakan strategis sebagaimana diatur dalam UU BHP berpotensi berdampak pada kemampuan pengelolaan kedua universitas tersebut Terutama terkait pencapaian visi dan misi universitas sebagai BHPP. Hanya saja, kedua universitas telah menyiapkan strategi untuk merekayasa komposisi stakeholders dalam ORPK agar mampu mengakomodasi kepentingan akademis dan non-akademis sebagai ciri khas perguruan tinggi. Terakhir, studi ini merekomendasikan lima .strategi untuk mewujudkan governance perguruan tinggi yang mengakomodasi semua kepentingan, kebutuhan, dan permintaan seluruh stakeholders BHPP perguruan tinggi terkait. Strategi mulai dari pemberdayaan fungsi-fungsi ORPK hingga pengembangan jejaring antar aktor yang berpijak pada rnekanisme governance networks

    Analisis Manajemen Privasi Komunikasi Korban Cyberstalking dalam Facebook

    Full text link
    The Internet grows broader from search engines to social networking sites like Facebook. Facebook offered facilities and new function (for examples: sosial network, micro blogging, messenger, image sharing, social bookmarking, blogging, video sharing, and Internet marketing) that lucrative to their users where the users could make friends, chat, and even discuss. Facebook likes a real life is not free from crime or even cybercrime. There are many kinds of cybercrime on Facebook, one of them is cyberstalking (a course of conduct directed at a specific person that would cause a reasonable person to feel fear). Now, there are many cases of complaint that included authorities by certain people consequence of slander, kidnapping, fraud, defamation through Facebook. Thus, researcher wanted to know about cause of development of these cases. The purpose of this research was to find out why being the victims of cyberstalking and how communication privacy management done by the victims. This research also wants to find out the media literacy and media diet, along with how prevention and precaution for cyberstalking victims on Facebook. The approach of this research was qualitative with case study method using pattern of pairing techniques. Data collection techniques used in this research are Internet Ethnography, participant observation, interviews, media uses diaries, documentation, and archive recordings.The results from this research was cyberstalking victims on Facebook did not fully applied communication privacy management. In addition, media literacy has not applied to Facebook by them. The researchers interested to create a model of Facebook Literacy as prevention and precaution for cyberstalking victims. Facebook Literacy is a model which includes techniques and ways to use Facebook securely to prevent cyberstalking

    Perilaku Gumunan: Memperluas Kajian Perilaku Pemilih Jawa

    Get PDF
    ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengkaji perilaku pemilih masyarakat jawa dengan metode kualitatif studi kasus Pemilukada di Kabupaten Trenggalek tahun 2015. Penelitian terdahulu yang mengkaji perilaku pemilih masyarakat jawa di Indonesia adalah Geertz (1960) dan Gaffar(1992). Dinyatakan bahwa perilaku memilih melalui pendekatan politik aliran dengan orientasi memilih sosio relijius dan sosio personal. Sobari (2016) menyatakan bahwa perilaku pemilih berdasarkan pendekatan orientasi kelompok dalam masyarakat jawa. Artikel tersebut melihat perilaku pemilih jawa melalui pendekatan sosio kultur masyarakat jawa. Pemilukada Kabupaten Trenggalek 2015 dimenangkan oleh pasangan Emil Elestianto dan Mochamad Nur Arifin sebagai penantang petahana. Masyarakat Trenggalek mayoritas adalah suku jawa yang menganut budaya mataraman dengan nilai feodalistik. Perilaku “gumunan” merupakan temuan unik dalam memperluas tentang kajian perilaku pemilih jawa. Budaya sikap “gumunan” falsafah jawa bermakna mudah kagum dan heran pada kekayaan, kecerdasan, kebangsawanan orang lain. Konteks Pemilukada Trenggalek perilaku pemilih “gumunan” berarti masyarakat cenderung mudah terkesan pada janji kampanye serta penampilan luar kandidat namun tidak dapat menilai apakah itu rasional atau tidak bagi kesejahteraan. Sikap “gumunan” dipengaruhi perilaku afektif meliputi cara menilai sesuatu dengan emosional, seperti perasaan, nilai, penghargaan, antusiasme, motivasi, dan sikap. Hal tersebut mejadikan rasionalitas semu pada pemilih jawa.Kata Kunci: Perilaku Pemilih, Pemilih Jawa, Falsafah Jawa, Pemilukada, Mataraman  ABSTRACT The voters behavior in Javanese society becomes a review in this article. The purpose of this article is to expand the study of Javanese voter behavior. This research used qualitative method using case study approach at General Election of Trenggalek Regency in 2015. Previously there were many scientists that discussed about voter behavior in Indonesia especially in Javanese society such as Geertz (1960) and Gaffar (1992). Both explain the behavior of choosing through the “politik aliran” approach with the orientation of choosing socio-religious and socio-personal. Another opinion about the behavior of Javanese voters put forward by Sobari (2016) which explained voter behavior based on group orientation approach in Javanese society. This article tries to capture the behavior of Javanese voters through socio-cultural approach in Javanese society. This study was conducted on the General Election of Trenggalek in 2015 was won by Emil Elestianto and Mochamad Nur Arifin as incumbent challengers. In Trenggalek,Majority civilian is Javanese tribe who embrace the culture of mataraman with feudalistic value. The behavior of "gumunan" is a unique finding in expanding on the study of Javanese voter behavior. "Gumunan" attitudes in the philosophy of life in Javanese people means easily amazed and marveled at the wealth, intelligence, nobility of others. In the context of General Election of Trenggalek, voter behavior of "gumunan" means people tend to be easily impressed by campaign promises and outside appearance of the candidate but unable to assess whether it is rational or not for welfare."Gumunan" was influenced by the affective behavior, including how to judge things emotionally, such as feelings, values, appreciation, enthusiasm, motivation, and attitude.This makes a pseudo rationality in Javanese voters.Key words:Voter Behavior, Local Election, Javanese Voters, Javanese Philosophy, Mataraman
    corecore