70 research outputs found
MANAHIJ AL-MUHADDISUN ULAMA SUFI
This paper is presented to provide an overview of the methods of the Sufi Ulama muhaddisun in an effort to assess the position and role of hadith for Muslims as an Islamic scientific tradition. The methodology used in this paper is library research. Sufi experts acknowledge the method of transmitting hadith that has developed among hadith experts. Among hadith scholars, hadith transmission uses certain standard methods as seen in the hadith sanads. The transmission came from the Prophet and then passed on to his companions, then to the tabi'in, and so on until the mukharrij hadith (scholars who recorded hadiths). This is different from the hadith transmission system among tasawwuf experts who use the liqa' al-Nabi and kashf methods, which state that a Sufi, with a high level of spirituality, can meet the Messenger of Allah and narrate hadiths directly from him either through dreams or while awake. (not sleeping). According to them, the hadith obtained in this way is authentic even though there is no sanad in it
ALQURAN DAN HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dipisahkan dari peraturan hukum. Sebagai umat beragama sudah seharusnya mengikuti perintah hukum yang tertuang dalam suatu ajaran, sebagaimana islam juga mempunyai aturan dan hukumyang harus ditaati oleh pemeluknya. Sumber hukum dala islam adalah Al-quran dan Sunnah,kalamĀ Allah dan Sunnah Nabi yang menjadi landasan utama dalam ajaran islam. Pemehaman terhadap kedua sumber hukum ini penting karena tidak dapat dipisahkan satu sama lain, terdapat keterkaitan antara keduanya dalam menjelaskan hukum yang berlaku dalam islam. Maka sudah sepantasnya pemahaman kedua sumberhukum itu menjadi hal yang utama, jika terjadi kesalahan pemahaman diantara keduanya maka akan merusak keberadaan sumber hukum tersebut. Dengan memahami sumber hukum yaitu Al-quran dan Hadis, maka kita akan mendapatkan petunjuk hukum yang sesuai dengan tuntutan syariat dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Tulisan ini memeparkan eksistensi antara kedua hukum Islam tersebut dalam penerapannya dalam masyarakat majemuk, dengan menggunakan metode tematik.Kata Kunci: Al-quran dan Hadis, Sumber Hukum Islam, Hukum Isla
MULTIKULTURALISME DALAM ALQURAN
This study aims to find out how multiculturalism is in the perspective of the Koran, what is the opinion of the mufassir regarding the verses of multiculturalism. And how multiculturalism affects the substance of the season. This research is library research. By collecting data related to this research, then described based on the data obtained and analyzed. The data collection technique used is by collecting books, books and articles related to this title. There are three things that are the results of this research, First, that the Qur'an supports the concept of multiculturalism, because the Qur'an also talks about tribes and nations (Q.S. Al-Hujurat/48: 13), Allah swt., also makes humans not in one people (types of people). ) only (Q.S. Al-Maidah/5: 48), and the Qur'an commands Muhammad, peace be upon him, to be kind to all mankind (Muslim non-Muslims) (Q.S. Al-AnbiyÄ'21: 107). Second, the opinion of the commentators regarding the verses of multiculturalism is, indirectly that they believe in multiculturalism in the Qur'an, such as AbÅ« Ja'far aį¹-į¹¬abarÄ« (d. 310 H) and Ibn Kathir (d. 774 H) interpret the word sawa' by treating anyone fairly regardless of the subject, whether he is Muslim or non-Muslim. Third, the indicators for the multiculturalism verse are, if found in the Qur'an, words that are (a) global interjections, such as 'yÄ ayyuhÄ an-nÄs', (b) equality/justice words, such as 'sawÄ', (c) ummah, such as 'ummatun.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana multikulturalisme dalam perspektif Alquran, bagaimana pendapat mufassir mengenai ayat-ayat multikulturalisme. Dan bagaimana pengarug multikulturalisme bagi substansi musim. Penelitian ini merupakan penelitian perpustakaan (library research). Dengan cara mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian diuraikan berdasarkan data-data yang diperoleh dan dianalisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengumpulkan buku, kitab dan artikel yang berkaitan dengan judul ini. Ada tiga hal yang merupakan hasil dari penelitian ini, Pertama, bahwa Alquran mendukung konsep multikulturalisme, sebab Alquran juga berbicara mengenai suku dan bangsa (Q.S. Al-HujurÄt/48: 13), Allah swt., juga menjadikan manusia tidak dalam satu umat (jenis) saja (Q.S. Al-MÄidah/5 : 48), dan Alquran memerintahkan Muhammad saw., untuk berlaku baik bagi seluruh umat manusia (muslimnon muslim) (Q.S. Al-AnbiyÄā21: 107). Kedua, pendapat para mufassir mengenai ayat-ayat multikulturalisme adalah, secara tidak langsung bahwa mereka meyakini akan multikulturalisme dalam Alquran, seperti AbÅ« Jaāfar aį¹-į¹¬abarÄ« (w. 310 H) dan Ibnu Katsir (w. 774 H) menafsirkan kata sawaā dengan berlaku adil terhadap siapapun tanpa memandang subyeknya, baik dia Muslim ataupun nonmuslim. Ketiga, adapun indikator ayat multikulturalisme adalah, jika didapati di dalam Alquran kata yang (a) kata seru yang sifatnya global, seperti āyÄ ayyuhÄ an-nÄsā, (b) kata persamaan/keadilan, seperti āsawÄā, (c) kata umat, seperti āummatun
MEMBENTUK KARAKTER ANAK USIA DINI DALAM PERSFEKTIF HADIS
Membangun karakter memerlukan penanaman prinsip-prinsip penting pada orang muda melalui pendidikan dan bimbingan sehingga mereka dapat mempelajarinya, berinteraksi dengannya, dan pada akhirnya menjadikan mereka bagian dari diri mereka sendiri. Karena anak-anak pada usia ini adalah spons, proses perkembangan karakter sangat bermanfaat pada periode ini. Sebagai hasil dari perilaku beberapa anak yang lebih kecil, ungkapan "Kids Age Now" telah muncul. Itu benar; jelas tidak semua anak bertindak seperti itu. Pendidikan Islam atau pengamalan keyakinan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi alternatif pendekatan pengembangan karakter yang dapat membantu masyarakat mengatasi bencana ini. Hadits adalah salah satu bidang Islam yang boleh diajarkan kepada orang lain. Memperkenalkan hadits kepada anak-anak sejak usia muda membantu mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang berpengetahuan luas. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa substansi berbagai hadis membentuk kepribadian anak muda
Hadis Tentang Eksistensi Allah SWT
Efforts to prove the existence of God is an important endeavor, not only to convince other people (read: atheists and agnostics) that God exists rationally, but also to pave the way for claims to the truth of revelation, if the arguments are strong. However, efforts to prove the existence of God through philosophy are also not without risk, because if that effort fails, in the sense that it does not have strong and irrefutable arguments, then it becomes a reason for an atheist or agnostic to stick to his stance: not believing in the existence of God. The hadith about the existence/form of Allah SWT after being studied and traced from the path of Imam Bukhari and Ahmad is sourced from Imran bin Husein with continued sanad and tsiqqah, starting from the initial sanad to the end of the sanad. Likewise from the point of view of the matan it also looks authentic because there is no apparent conflict with the Qur'an. In understanding this hadith, the form of Allah SWT described in the hadith is monotheism and the beginning and the end
KOLERASI ALQURāAN DENGAN HADIS
Al-Qurāan dan Hadits tidak lain adalah sumber hukum utama yang tidak dapat disangkal: juga memiliki hubungan simbiosis antara satu sama lain dalam menentukan diktum hukum. Artikel ini akan menguraikan tujuan hubungan mereka. Setidaknya ada empat masalah yang harus diungkap: kasus terminologi al-Qurāan dan Hadits, hierarki keduanya, fungsi Hadits terhadap al-Qurāan, dan penjelasan Hadits terhadap al-Qurāan. Di dalam Al-quran terdapat peraturan-peraturan seperti beribadah langsung kepada Allah, berkeluarga, bermasyarakat, berdagang. utang-piutang, kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan aspek- aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu. Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qurāan. Istilah hadis ini biasanya mengacu pada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berupa sabda, perbuatan, persetujuan. Salah satu disiplin ilmu yang mengkaji tentang hadis, perawi, sanad, asbabulwurud, adalah Ilmu hadis. Tahap perkembangan ilmu hadis. Banyak terjadi permasalahan baik itu karena faktor internal maupun faktor eksternal. Penelitian ini menggunakan Metode Pendekatan kualitatif yang digunakan peneliti adalah penelitian kepustakaan. Kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data perpustakaan.Menurut Abdul Rahman Sholeh, penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menggunakan metode pencarian web untuk mengambil informasi perpustakaan seperti buku, makalah penelitian, jurnal, laporan sejarah, buku penelitian rumah, dan lain-lain. Berhubungan dengan barang murni. Perpustakaan penelitian memiliki. Ā Kesimpulannya dalam penelitian ini adalah Fungsi al-Hadits terhadap al-Qurāan menjadi tiga kemungkinan, yaitu Al-l ladits mempunyai fungsi memperkuat dan mengokohkan kembali apa yang pernah ditetapkan al-Qurāan.Kata Kunci: Al-Qurāan, Hadis dan Koleras
Hadist Tematik tentang Suap
Salah satu penyakit kronis di masyarakat kita adalah risywah, juga dikenal sebagai suap-menyuap. Rakyat biasa juga sering terlibat dalam kasus suap-menyuap, bukan hanya pejabat tinggi. Mereka sering menggunakan hadiah, parcel, gratifikasi, atau cara lain untuk menghilangkan risiko. Mulai dari memperoleh kepentingan pribadi hingga kelompok, ada banyak alasan yang mendorong tindakan risywah.Meskipun demikian, negeri ini adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, Hadits, dan Ijma, risywah dianggap sebagai perbuatan haram dalam Islam. Namun, dengan syarat-syarat yang sangat ketat, risywah dapat diizinkan dalam situasi darurat. Sehingga seseorang dapat membedakan antara risywah dan hadiah, fokus membahas hakikat risywah dengan menggunakan metode tafsir maudhui atau tafsir tematik tulisan ini
The Production of F0 Oyster Mushroom Seeds (Pleurotus ostreatus), The Post-Harvest Handling, and The Utilization of Baglog Waste into Compost Fertilizer
Community service is one of the duties that must be carried out by every lecturer in Higher Education as one aspect of Tri Dharma University. This community service was titled "The Production of F0 Oyster Mushroom Seeds (Pleurotus ostreatus), The Post-Harvest Handling, and The Utilization of Baglog Waste into Compost" which involved two partners. Partner 1 was in Pegajahan Village, Pegajahan Sub-District who experienced problems with the availability of high-quality F0 and F1 seeds and low production in terms of quality and quantity. Partner 2 was in Blok H Village Dolok Masihul Sub-District, Serdang Bedagai Regency who had a lack of knowledge about post-harvest handling and composting from oyster mushroom baglog waste. Solutions offered for both partners were: (1) transfer of knowledge, such as lectures and discussions; (2) training; and (3) mentoring about the cultivation of F0 and F1 oyster mushrooms. Goals and targets of this activity were: (1) the communities or the farmer groups were able to produce and cultivate F0 and F1 oyster mushrooms, so they did not need to buy F0 and F1 seeds from other regions and can fulfill the market demand; and (2) Partner 2 was able to make compost from oyster mushroom baglog waste and various processed food from oyster mushroom to increase their income. The results of this activity have provided benefits to Partner 1 regarding their ability to produce F0 and F1 seeds, ability to process post-harvest oyster mushrooms into several types of food to increase its selling value, and ability to make compost from baglog waste which can be used for plants to overcome environmental pollution and to increase Partner 2ās income
The Relevance of Hadith and Reason in Demonstrating The Status of Hadith
If the authenticity of a hadith is uncertain and contradicts reason, then the hadith is considered weak. However, if a hadith is considered authentic by hadith scholars, two different theories emerge among the scholars. The first theory argues that true hadith never contradict reason. According to this view, common sense and clarity will never conflict with authentic hadith. On the other hand, the second theory argues that the Prophet's hadith are considered weak if they conflict with reason. This research uses analytical and library research methods, which utilize various scientific works including books, articles and writings by Muslim scholars. The findings of this research show that when a hadith, which is narrated through a strong chain of narrators and its sanad goes back to the Prophet, cannot contradict reason. However, if a hadith goes against common sense, then that can be a valid reason to question its authenticity and consider it weak. Through comprehensive scientific discourse analysis, this research provides a deeper understanding of the complex relationship between hadith and reason and how Islam values reason. This underscores the importance of a rigorous authentication process, emphasizing the need to consider the reliability of hadith sanads and principles of intellectual reasoning when assessing the strength or weakness of a Prophetic hadithIf the authenticity of a hadith is uncertain and contradicts sense, then the hadith is considered weak. However, if a hadith is considered strong by Hadith Ulama, two different theories emerge when a hadith is considered authentic. The first theory argues that true hadith never contradicts sense. According to this view, common sense and clarity will never conflict with authentic hadith. On the other hand, the second theory posits that a hadith attributed to the Prophet is considered weak if it conflicts with sense. This research employs analytical and library research methods, utilizing various scientific works including books, articles, and writings by Muslim Ulama. The findings of this research indicate that when a hadith is narrated through a strong chain of narrators and its isnad (chain of transmission) goes back to the Prophet, it cannot contradict sense. However, if a hadith goes against common sense, then that can be a valid sense to question its authenticity and consider it weak. Through comprehensive scientific discourse analysis, this research provides a deeper understanding of the complex relationship between hadith and sense, and how Islam values sense. This underscores the importance of a rigorous authentication process, emphasizing the need to consider the reliability of hadith chains of transmission and principles of intellectual sense when assessing the strength or weakness of a Prophetic hadith
- ā¦