8 research outputs found
KOLABORASI MASYARAKAT SIPIL, POLITIK, DAN EKONOMI DALAM PEMANFAATAN MODAL SOSIAL (Studi Kasus Daerah Perlindungan Laut di Desa Bondalem, Kabupaten Buleleng)
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui alasan maknawi/motif yang
memberikan dorongan bagi Desa Bondalem membentuk Daerah Perlindungan Laut; (2)
Untuk mengetahui unsur-unsur pokok modal sosial apa saja yang dikenal pada komunitas
desa Bondalem yang bisa dikolaborasikan dalam kaitannya dengan modal-modal lainya; (3)
Untuk mengetahui implikasi penyertaan modal sosial terhadap kehidupan komunitas desa
Bondalem sebagai Daerah Perlindungan Laut.
Penelitian ini secara metodologis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil
Penelitian ini menunjukkan Alasan maknawi Bondalem yang terkait dengan superstruktur
ideologi, struktur sosial, dan infrastruktur material yang memberikan dorongan bagi desa
membentuk Daerah Perlindungan laut adalah 1) adanya ideologi Tri Hita Karana yang
menginspirasi setiap langkah dan tindakan untuk menyelamatkan terumbu karang. Struktur
sosial yang berperan terhadap pembentukan DPL di Bondalem adalah pihak pemerintah
dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, LSM (Reef Check Indonesia),
pihak pelaku pariwisata (pemilik hotel), unsur masyarakat Bondalem sendiri seperti desa
dinas, desa pakraman, dan Pecalang Segara. Unsur-unsur modal sosial yang dikenal di
Desa Bondalem adalah 1)Ideologi Tri Hita Karana, yang sudah diterapkan bukan lagi dalam
tataran teks serta dapat dijadikan resep sosial dalam pembentukan DPL-BM di Desa
Bondalem, 2) Trust yang tampak adalah berwujud keinginan dan atau tindakan untuk
mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial, 3) Nilai-nilai dan norma dituangkan
dalam aturan awig-awig yang mengatur aspek parhyangan, pawongan dan palemahan. 4)
Resiprositas, dalam konteks ini menyangkut resiprositas desa pakraman, desa dinas,
pecalang segara serta resiprositas antarlembaga seperti pemerintah pemilik hotel. 5)
Tindakan proaktif, berupa keinginan yang kuat dari anggota kelompok tidak saja untuk
berpartisipasi, namun juga mencari jalan yang lebih baik secara proaktif. 6) Kepercayaan
terhadap kekuatan adikodrati yakni dewa-dewa dan roh leluhur yang ditaati karena dapat
melakukan pengawasan dan mengenakan sanksi kepada siapapun tanpa terikat oleh waktu
dan ruang. Implikasi penyertaan modal sosial terhadap kehidupan komunitas Desa
Bondalem sebagai Daerah perlindungan laut adalah 1) lestarinya terumbu karang,
2)meningkatnya hasil tangkapan ikan, 3)Meningkatnya kunjungan wisatawan untuk
melakukan diving dan snokling yang berimbas kenaikan pada tingkat hunian hotel
FOLKLORE AND SOCIAL SCIENCE LEARNING MODEL IN ELEMENTARY SCHOOL IN BALI
Folklore is a strategic media for the educational process, namely expository and humanistic for children. Through folklore, children have a rational, realistic perspective, values and orientation in accordance with the culture they have. However, the development of digital media with all its sophistication often removes the cultural values of children. Children lose their idol character that can be used as role models, alienated from their own cultural values and lose their identity amidst massive developments in digital information. As Bourdieu's view of habitus as a set of values, practices and inner tendencies, both structured and structured, where habitus can continue to develop (generative) and transferred from one domain to anotheR. In practice the presence of digital media turned out to have an impact on the uprooting of cultural values that should be accepted by children at an early age, because it was replaced by technological developments. Understanding this phenomenon, reinforces the ideas of Borg and Gall, in this study the development of education by utilizing folklore, not only developing an existing educational model, but also finding knowledge to solve existing problems. The learning model applied by the teacher is a learning model created by foreign experts which is often not relevant to students' cultural values. This condition is caused by the lack of local culture-based learning models, the absence of innovative efforts by teachers to develop local culture-based learning models and the lack of teachers' ability to organize and implement local culture-based learning models. By this research, Balinese folklore has a very strategic value for the development, empowerment, and preservation of Balinese customs and traditions
The Character Education Based on Local Wisdom in the Tradition of Materuna Nyoman in Tenganan Pegringsingan Village, Karangasem-Bali of Indonesia
The aim of this study was to reveal the character values that contained in the tradition of Materuna
Nyoman in Tenganan Pegrisingan Village. The method used was qualitative. The data was collected
through interview, observation, and document analysis techniques. Interviews were conducted with
religious leaders, traditional leaders, youth, and communities who understand the Materuna
Nyoman tradition. Observations were carried out by observing the process of the Materuna Nyoman
tradition. The data is then given meaning by other written sources. Afterwards, it was analyzed
interactively and described with a social science approach. The results indicated that the Materuna
Nyoman tradition had character values contained in the procession of implementing this tradition
and the values contained, including kinship, patience, responsibility, discipline, hard work and
independence. The findings of this study can be used as a model of character education based on local
wisdom in Balinese society in particular and Indonesia in general. Besides, it can be used as an
alternative model for formal education in schools
Actualization of Puputan War Spirit to Strengthen Adversity Quotient in Young Generation in the Global Era
This study is motivated by the development of the millennial generation, which tends to be weak in the adversity quotient. Conditions where the younger generation is very vulnerable and quickly gives up because they do not have the resilience to the conditions or problems they face. The problem studied is to provide an understanding of the concept of the adversity quotient, the spirit of the Puputan War as a model for strengthening the adversity quotient, and its implementation. The method used in this study is a qualitative approach to the literature review model, which examines various sources from books, articles, and also websites that discuss research problems. The study found that the millennial generation has a low adversity quotient attitude. The younger generation is now accustomed to instant culture due to technological developments. This impacts their vulnerability when they find problems, and they tend to take adverse actions such as suicide, plagiarism, theft, and other harmful things. However, this condition can be prevented by giving examples of the spirit of bellows war that was carried out by the Balinese people in fighting the invaders with all their limitations, and they were still able to fight to the last drop of their blood. The values of the Puputan war character that can be taken as adversity quotient reinforcement include unyielding spirit, hard work, willingness to sacrifice, nationalism and love of the motherland, loyalty, and religious values. These values can be used as a character education model taught in schools through history lessons to strengthen the adversity quotient, which is currently decreasing among millennials. Its implementation can be carried out in the Project to Strengthen the Pancasila Student Profile, a mandatory sub-material in the independent curriculum being implemented at this time.Keywords: Puputan War, Adversity Quotient, Character, Young Generation, Globalization. Kajian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan generasi milenial yang cenderung lemah dalam adversity quotient. Kondisi dimana generasi muda sangat rentan dan mudah menyerah karena tidak memiliki ketahanan terhadap kondisi atau masalah yang dihadapi. Masalah yang dikaji adalah memberikan pemahaman konsep adversity quotient, semangat perang Puputan sebagai model penguatan adversity quotient, dan implementasinya. Metode yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif model literature review yang mengkaji berbagai sumber dari buku, artikel, dan juga situs website yang membahas tentang masalah penelitian. Hasil kajian menemukan bahwa generasi milenial saat ini memiliki sikap adversity quotient yang rendah. Hal ini disebabkan karena generasi muda sekarang dibiasakan oleh budaya instant karena perkembangan teknologi. Hal ini berdampak pada rentannya mereka ketika menemukan masalah, ada kecendrungan mengambil tindakan yang negatif seperti bunuh diri, plagiarisme, pencurian, dan hal negatif lainnya. Namun kondisi itu bisa cegah dengan memberikan contoh-contoh semangat Perang Puputan yang dilakukan oleh masyarakat Bali dalam melawan penjajah dengan segala keterbatasannya masih bisa berjuang sampai titik darah penghabisan. Nilai-nilai karakter Perang Puputan yang bisa diambil sebagai penguat adversity quotient antara lain semangat pantang menyerah, kerja keras, rela berkorban, nasionalisme dan cinta tanah air, loyalitas, dan nilai religius. Nilai-nilai yang terkandung itu bisa dijadikan model pendidikan karakter yang bisa diajarkan disekolah melalui pembelajaran sejarah, sehingga bisa memperkuat Cambria yang saat ini semakin berkurang dikalangan generasi milenial. Implementasinya bisa dilakukan pada kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang menjadi submateri wajib dalam kurikulum merdeka yang sedang diterapkan saat ini.Kata Kunci: Perang Puputan, Adversity Quotient, Karakter, Generasi Muda, Globalisasi.
Sejarah pendidikan
Masalah pendidikan di Indonesia telah melalui proses yang demikian panjang, setiap zaman memberikan sumbangsih bagi perkembangan pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Proses yang panjang tersebut memperlihatkan pergulatan manusia dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus. Hal lain yang dapat kita petik dari proses panjang tersebut, bahwa pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda dalam melanjutkan kehidupan.Belajar dari sejarah pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa persoalan pendidikan merupakan proses yang kompleks karena memerlukan jalinan pemikiran teoretis sebagai dasar pijak dalam pengambilan keputusan kependidikan serta pemahaman beragam gejala faktual dan aktual yang melibatkan pembicaraan berbagai unsur yang terkait langsung di dalam proses pendidikan. Buku Sejarah Pendidikan ini mengupas dinamika dan perkembangan pendidikan dari masa purba sampai dengan modern. Diharapkan buku ini dapat menjadi referensi bagi pembaca yang mendalami Sejarah Pendidikan
Sejarah Indonesia dari proklamasi sampai orde reformasi
Pasca pengakuan kemerdekaan Indonesia melalui KMB, bentuk negara serikat tidak sesuai dengan keinginan seluruh lapisan masyarakat Indonesia sehingga 17 Agustus 1950 kembali ke NKRI, dengan sistem demokrasi parlementer. Pada masa ini kabinet yang terbentuk tidak berumur panjang karena berbagai kepentingan pemerintah dengan pihak oposisi, namun dibalik itu ada beberapa prestasi seperti berhasil diselenggarakannya KAA dan Pemilu pertama tahun 1955. Sistem Demokrasi Liberal ini diakhiri dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan diberlakukannya Demokrasi terpimpi
Sejarah Indonesia: Dari Proklamasi Sampai Orde Reformasi
Pasca pengakuan kemerdekaan Indonesia melalui KMB, bentuk negara serikat tidak sesuai dengan keinginan seluruh lapisan masyarakat Indonesia sehingga 17 Agustus 1950 kembali ke NKRI, dengan sistem demokrasi parlementer. Pada masa ini kabinet yang terbentuk tidak berumur panjang karena berbagai kepentingan pemerintah dengan pihak oposisi, namun dibalik itu ada beberapa prestasi seperti berhasil diselenggarakannya KAA dan Pemilu pertama tahun 1955. Sistem Demokrasi Liberal ini diakhiri dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan diberlakukannya Demokrasi terpimpi