11 research outputs found
IMPLEMENTASI ENKRIPSI SEBAGIAN FRAME VIDEO DENGAN MENGGUNAKAN METODE GABUNGAN ADVANCED ENCRYPTION STANDARD (AES) DAN BAKER MAP
ABSTRAKSI: Perkembangan teknologi informasi yang pesat dewasa ini menyebabkan informasi menjadi suatu hal yang sangat berharga, oleh karena itu perlu dilakukan perlindungan dalam proses pengiriman informasi dengan berbagai cara. Salah satu cara lazim untuk melindungi data adalah enkripsi. Proses enkripsi adalah suatu proses untuk mengubah informasi yang dapat dibaca dengan mudah menjadi informasi yang tersembunyi yang sulit dibaca.Berbeda dengan jenis data yang lain seperti teks ataupun citra digital, video digital yang tidak terkompres (audio video interleaved) pada umumnya berukuran besar dan proses komputasi yang lebih rumit. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang sesuai agar proses enkripsi berlangsung cepat namun kerahasiaan serta ketahanannya tetap terjamin.Hasil dari implementasi ini adalah bagaimana sistem ini mampu mengenkripsi video dengan tingkat keamanan yang tinggi dan waktu proses yang cukup cepat. Dari percobaan untuk masing-masing metode enkripsi pada video dengan resolusi 240x320 piksel dan frame uji sebanyak 10 buah, diperoleh waktu enkripsi untuk algoritma gabungan baker map-AES adalah 74,1357 menit, pada algoritma Advanced Encryption Standard (AES) diperoleh waktu enkripsi selama 54,5329 menit, sedangkan untuk algoritma baker map diperoleh waktu yang jauh lebih cepat yaitu selama 0,0144 menit.Untuk memecahkan kunci dari tiap metode dengan menggunakan brute force attack pada sistem dengan video input resolusi 256x256 diperoleh waktu brute force attack yang paling lama pada algoritma baker map-AES, karena dibutuhkan waktu brute force attack sebesar 6,4881x1096 tahun,kemudian untuk AES dibutuhkan waktu selama 6,4217x1033 tahun, dan untuk baker map dibutuhkan waktu selama 2,0156x1054 tahun.Kata Kunci : enkripsi, Advanced Encryption Standard, baker-map, audio video interleaved,brute force attack.ABSTRACT: Information in telecommunication technology improvement lately, thus makes information becomes the most valuable things. That’s why the information need protection in many methods. One of the method is encrypting the information, so that it wouldn’t be able to read by others.In contrast to other types of data such as text or digital image, digital video is not compressed (audio video interleaved) is generally large and the process is more complex computing. Therefore required an appropriate method for the encryption process is quick, but the confidentiality and durability guaranteed.The results of this implementation is how the system is able to encrypt the video with a high security level and processing time is fast enough. Based on the experiments applied to 240x320 pixel video and ten frames test, combined baker map-AES needs 74,1357 minutes to complete the process encryption, Advanced Ecryption Standard (AES) algorithm needs 54,5329 minutes, whereas baker map algorithm needs 0,0144 minutes.To solve the key of each methods of enryption by using brute force attack on a system with 256x256 resolution video input, obtained the longest brute force attack time on baker map-AES algorithm, because that algorithm needed 6,4881x1096 years, then to AES needed 6,4217x1033 years, and for the bakermap needed 2,0156x1054 years.Keyword: encryption, Advanced Ecryption Standard, baker-map, audio video,brute force attack
Development of a solar radiation sensor system with pyranometer
Solar energy is a result of the nuclear fusion process in the form of a series of thermonuclear events that occur in the Sun's core. Solar radiation has a significant impact on the lives of all living things on earth. The uses, as mentioned earlier, are when the solar radiation received requires a certain amount and vice versa. As a result, a more accurate instrument of solar radiation is required. A specific instrument is typically used to measure solar radiation parameters. There are four solar radiation parameters: diffusion radiation, global radiation, direct radiation, and solar radiation duration. Thus, it needs to use many devices to measure radiation data. The paper designs to measure all four-radiation data by pyranometer with particular modification and shading device. This design results have a high correlation with a global standard with a value of R=0.73, diffusion with a value of R=0.60 and a sufficiently strong direct correlation with a value of R=0.56. It can be said that the system is much simpler, making it easier to monitor and log the various solar radiation parameters
PENGHENTIAN PENYIDIKAN ATAS PERBUATAN YANG DIDUGA MERUPAKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN DIHUBUNGKAN DENGAN KUHAP
Penyidikan adalah serangkaian upaya untuk menemukan dan
mengumpulkan bukti untuk mengungkap tindak pidana. Dalam proses penyidikan
penyidik mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan (SP3). Akan
tetapi dalam praktek ternyata penyidik dalam menghentikan penyidikan terkadang
tidak sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu tidak mendetail melakukan proses
penyelidikan dan penyidikan dan proses pengumpulan alat bukti yang kurang
sebagaimana diatur pasal 184 ayat 2 KUHAP. Berdasarkan hal tersebut, identifikasi
masalah dalam skripsi ini adalah, Bagaimana pengaturan penghentian penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik terhadap dugaan tindak pidana penipuan dalan penggelapan
dihubungkan dengan KUHAP ?, Bagaimana penerapan Pasal 109 ayat 2 KUHAP dalam
praktek ?, dan Upaya apa yang harus dilakukan oleh penyidik agar proses penghentian
penyidikan terhadap perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan tidak melanggar
Pasal 109 ayat 2 KUHAP.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan
spesifikasi deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Metode-metode
ini dikaji menggunakan data primer berupa hukum positif, asas, teori hukum, serta
data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan hasil wawancara di
lapangan. Tahap penelitian yang digunakan penulis yaitu penelitian kepustakaan
dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis berupa
inventaris dan analisis data yang ada. Adapun Analisis data yang digunakan dalam
skripsi ini adalah yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pengaturan tentang Penghentian
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terhadap dugaan tindak pidana penipuan
dalan penggelapan diatur dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP. Penyidik dapat
menerbitkan SP3 karena alasan tidak cukup bukti, peristiwa hukum yang sedang
diselidiki bukan merupakan tindak pidana, atau dihentikan demi hukum. Penerapan
Pasal 109 ayat 2 KUHAP dalam penghentian penyidikan oleh penyidik kepolisian
dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan yaitu terkadang penyidik tidak
melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara mendetail yaitu tidak
memeriksa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terlapor. Penyidik hanya menganggap bahwa peristiwa pidana tidak cukup bukti
dan bukan merupakan suatu tindak pidana seharusnya sebelum mengeluarkan SP3
menyidik memeriksa semua alat alat bukti sebagaimana terdapat dalam Pasal 184
KUHAP. Upaya yang dapat dilakukan Penyidik agar tidak melanggar Pasal 109
ayat (2) KUHAP dalam proses Penghentian Penyidikan dugaan kasus penipuan dan
penggelapan adalah dengan berhati-hati dan tidak melakukan tindakan sewenangwenang dalam menilai alat bukti dan pengkategorian tindakan tersebut termasuk
tindak pidana atau bukan.
Kata Kunci: Penghentian Penyidikan, Tindak Pidana, Penipuan, Penggelapa
The Association between Cyanotic and Acyanotic Congenital Heart Disease with Nutritional Status
BACKGROUND: Congenital heart disease (CHD) is one of the most common birth anomalies in the 1st year of life. The incidence of CHD in developed and developing countries is varied, between 6 and 10 cases per 1000 live birth. Some factors contribute to the nutritional status of CHD patients, such as nutrient inputs, energy requirements, and dietary components. Irrespective of the nature of the cardiac defect and the presence or absence of cyanosis, malnutrition is a common finding in children with congenital heart anomalies. Recent studies have tried to investigate malnutrition development based on the type or category of CHD.
AIM: This study aims to investigate the association between cyanotic and acyanotic CHD with nutritional status.
METHODS: A cross-sectional study was conducted from January to March 2018 in the pediatric cardiology outpatient clinic of the Haji Adam Malik General Hospital, Medan, Indonesia.
RESULTS: During the study period, 58 children were admitted, consisting of 31 (53.4%) males and 27 (46.6%) females, with a mean age of 57 months. There was no significant sex predilection found in the study (p = 0.207). The proportion of patients who developed malnutrition was 70.7% (mild-moderate = 48.3% and severe = 22.4%). There was an association between cyanotic and acyanotic CHD with nutritional status (p = 0.015). Wasting was found in 33 children (56.8%) that had a significant association with the type of heart defects (p = 0.001). Patients with cyanotic CHDs were found to have a lower risk for malnutrition compared to the acyanotic group (prevalence odds ratio = 0.218, and prevalence risk = 0.661; p = 0.015).
CONCLUSIONS: There is an association between cyanotic and acyanotic CHD with nutritional status
PERANCANGAN AKTIVITAS BRANDING SNEAKERS LOKALDENGAN STUDI KASUS MEREK SNEAKERS LOKAL COMPASS. RIZKY ADRIANSYAH: 126010033
Sneakers sudah melekat pada gaya hidup remaja masa kini diberbagai negara, termasuk di Indonesia. Kebutuhan akan sneakers bukan lagi hanya sekedar untuk alas kaki, namunsneakersbermerek dianggap dapat membantu konsumen mengkomunikasikan status sosial mereka. Merek sneakers global masih menjadi pilihan pertama konsumen, karena dianggap memiliki citra superior, dan kualitas yang lebih unggul. Persepsi umum yang terbentuk tentang merek sneakers lokal adalah memiliki citra yang poor and cheap. Pada negara berkembang termasuk Indonesia merek lokal biasanya diidentikan dengan harga murah. Namun eksistensi merek lokal semakin kuat, semakin hari perkembangan industri sneakers semakin berkembang di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tumbuh pesatnya merek-merek sneakerslokal. Dengan berkembangnya merek sneakers lokal dapat membantu meningkatkan perekonomian negara. Salah satu merek sneakers lokal yang tumbuh pesat adalah Compass. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian campuran atau mixed method, dengan prosedur mengumpulkan, menganalisa, dan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap target dan permasalahan yang dipilih, penulis menawarkan sebuah solusi perancangan aktivitas branding merek sneakers lokal dengan satu pesan utuh yang akan disampaikan yaitu “Be Global Through Local”, dengan target utama generasi muda. Perancangan aktivitas brandingdengan pendekatan yang sesuai dengan referensi target seperti ini bisa menjadi solusi terhadap masalah citra merek sneakerslokal, sehingga dapat mendorong target untuk memulai mengubah gaya hidup menggunakan merek sneakers lokal.Kata Kunci: Branding, Fashion, Lifestyle, Sneakers.Loca
Tingkat Kepatuhan Pasien Diabetes di Klinik Ide Indramayu
Diabetes Mellitus (DM) is a disease caused by the body's inability to make or use insulin properly. Diabetes mellitus (DM) is a complex chronic disease characterized by elevated blood glucose levels or hyperglycemia, which occurs as a result of failure of insulin secretion, decreased insulin secretion or insulin resistance. The purpose of the study was to find out the picture of diabetes patients' compliance with therapy using diabetes drugs at Ide Indramayu Clinic. This type of research is research that is descriptive with case series design methods that are a collection of individual cases of a disease with the same diagnosis. The type of data method collected is secondary data that has been recorded on medical records (status cards) of people with diabetes Mellitus who seek road treatment in Kinik Ide. The proportion of the rate of fertility of diabetic patients in Ide Clinic is based on sociodemographic, the highest proportion is in the age group of 51-58 years 40%, female sex 65%, Javanese 85%, Islam 95%, based on work/IRT / pension as much as 45%, residence 100% of indramayu population.Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang disebabkan tubuh tidak mampu membuat atau menggunakan insulin dengan semestinya. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis kompleks ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang terjadi akibat kegagalan sekresi insulin, penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kepatuhan pasien diabetes terhadap terapi menggunakan obat diabetes di Klinik Ide Indramayu. Jenis penelitian yang dilakukaan yaitu penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode desain case series yang merupakan kumpulan kasus-kasus individual suatu penyakit dengan diagnosis yang sama. Jenis metode data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang telah tercatat pada rekam medik (kartu status) penderita diabetes Melitus yang berobat jalan di Kinik Ide. Proporsi tingkat kepatuhahn pasien diabetes di Klinik Ide berdsarkan sosiodemografi, proporsi tertinggi terdapat pada kelompok umur 51-58 tahun 40%, jenis kelamin perempuan 65%, suku jawa 85%, Agama Islam 95%, berdasarkan pekerjaan tidak bekerja/IRT/ pensiun sebanyak 45%, tempat tinggal 100% penduduk Indramayu
The relationship of body mass index to penile length and testicular volume in adolescent boys
Background Evidence suggests that obesity may be related to
early onset of puberty in girls. However, few studies have found a
link between body mass index (BMI) and puberty onset in boys.
More study is needed to assess the relationship of BMI to penile
length and testicular volume.
Objective To investigate the relationship ofBMI to penile length
and testicular volume in adolescent boys.
Methods A crosssectional study was carried out on adolescent
boys aged 9 to 14 years in Secanggang District, Langkat Regency,
North Sumatera Province in August 2009. Subjects' BMIs were
calculated by dividing body weight (BW) in kilograms by body
height (BH) in meters squared. Penile length (em) was measured
with a spatula. We took the average of three measurements from
the symphysis pubis to the tip of the glans penis. Testicular volume
(mL) was estimated by palpation using an orchidometer. Pearson's
correlation test (r) was used to assess the relationship of BMI to
penile length and BMI to testicular volume.
Resu lts There were 108 participants, consisting of 64
primary school students and 44 junior high school students.
Subjects' mean age was 11.7 (SO 1.62) years; mean BW
was 35.2 (SO 8.48) kg; mean BH was 1.4 (SO 0.11) m;
mean BMI was 17.5 (SO 2.34) kg/m'; mean penile length
was 4.5 (SO 1.25) cm; and mean testicular volume was 3.6
(SD 1.20) mL. We found no significant association between
BMI and penile length (r-0.25, P0.06), nor between
BMI and testicular volume (r-O.21; PO.09).
Conclusion T here was no significant relationship ofBMI to penile
length nor BMI to testicular volume in adolescent boys.
[Paediatr lndanes. 2012;52:267-71]
Perbandingan Penutupan Ventricular Septal Defect secara Transkateter dengan Pembedahan pada Anak: Telaah Sistematis dan Meta Analisis
Background: Ventricular Septal Defect is a Congenital Heart Defect characterized by an opening in interventricular septum or more that happen because of intraventricular septum’s failure to fuse during fetal development. Ventricular Septal Defect itself is the most prevalent type of CHD found on pediatric patient and decreased their quality of life thus corrective treatment become important to ensure child healthy growth. Transcatheter procedure is expected as one of the alternative for corrective treatment which is better and safer compared to surgical closure of VSD corrective treatment.
Objectives: This research aimed to observe the comparison of VSD closure between transcatheter compared to surgical closure.
Methods: This research is a systematic review and meta-analysis compliant with PRISMA guidelines and analyzed using Review Manager 5.3.
Discussion: This research identifies 1.991 journals however, only 10 journals fulfilled the inclusion criteria. The review founded that there is no significant difference between either transcatheter or surgical closure outcome (RR = 0,99) however the analysis founded that transcatheter method are much safer in term of complication event (RR =0,54), residual shunt event (RR = 0,56), and blood transfusion (RR=0,03) while also provide a much cheaper cost with faster procedure time, and hospitalization.
Conclusion: The results of data analysis found that transcatheter procedure is safer, cheaper, and have a much faster speed in term of operation duration and hospital stay compared to surgical closure of VSD. Transcatheter procedure is recommended as treatment choice for corrective treatment of patient diagnosed with VSD.
Keywords: Ventricular Septal Defect, transcatheter, surgical closure, child
Â
Latar Belakang: Ventricular Septal Defect adalah Penyakit Jantung Bawaan yang ditandai dengan adanya satu lubang pada septum interventrikular atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum intraventrikular saat perkembangan janin. VSD sendiri adalah jenis PJB yang paling sering timbul pada anak dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup anak sehingga terapi korektif menjadi penting agar anak dapat tumbuh dengan baik. Prosedur transkateter diharapkan menjadi salah satu alternatif terapi korektif yang lebih baik dibandingan dengan pembedahan dalam pengobatan korektif VSD.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan penutupan VSD secara transkateter dibandingkan dengan pembedahan.
Metode: Penelitian ini merupakan telaah sistematik dan meta analisis yang patuh pada kaidah pedoman PRISMA lalu dianalisis menggunakan Review Manager 5.3.
Pembahasan: Penelitian ini menemukan 1.991 jurnal namun hanya 10 jurnal yang memenuhi kriteria inklusi. Telaah tersebut menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara luaran prosedur transkateter atau pembedahan (RR = 0,99) namun analisis yang dilakukan menemukan bahwa transkateter lebih aman dalam segi kejadian komplikasi (R = 0,54), kejadian pirau residual (RR = 0,56), dan transfusi darah (RR = 0,03) dan lebih murah dalam hal biaya serta lebih cepat baik prosedur maupun lama rawat inap.
Kesimpulan: Hasil analisis ini menemukan bahwa prosedur transkateter lebih aman, murah, dan lebih cepat dalam hal prosedur serta lama rawat inap dibandingkan pembedahan. Prosedur transkateter direkomendasikan sebagai pilihan prosedur untuk pengobatan korektif VSD.
Kata Kunci: Ventricular Septal Defect, transkateter, pembedahan, ana
Consanguinity and congenital heart disease in offspring
Background Congenital heart disease (CHD) is a common congenital abnormality in children. Consanguineous marriage has been identified as a risk factor of  CHD. There was an autosomal recessive pattern of inheritance seen in children with some forms of congenital heart disease.
Objective To assess the possible association between consanguineous marriage and congenital heart disease incidence in the offspring.
Methods A case-control study was conducted from March to May 2016 on pediatric patients at H. Adam Malik General Hospital, Medan. Subjects were allocated into two groups, 100 children with CHD in the case group, and the rest in the control group. Data were analyzed using Chi-square and logistic regression tests. In the present study, P value less than 0.05 was considered statistically significant.
Results In the case group, 14 patients (14%) were born of consanguineous marriages. In the control group, only 5 patients (5%) were born of consanguineous marriages. There was a significant association between consanguineous marriage and CHD (OR 1.551; 95%CI 1.138 to 2.113). Based on the result of multivariate analysis, consanguineous marriage was a risk factor for CHD in offspring (Wald=4.525; P=0.033).
Conclusion  Consanguineous marriage is a risk factor for CHD in offspring
Intravenous paracetamol and patent ductus arteriosus closure in preterm infants
Background Indomethacin and ibuprofen are the drugs of choice for closure of patent ductus arteriosus (PDA) in preterm infants. However, intravenous preparations are of limited availability in Indonesia. Circumstantial evidence has shown that intravenous paracetamol may be an alternative therapy for PDA closure in premature infants.
Objective To evaluate the effect of intravenous paracetamol on PDA closure in preterm infants.
Methods A before-and-after study was conducted between May and August 2014 in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta in preterm infants with hemodynamically significant PDAs, as established by echocardiography using the following criteria: duct diameter >1.4 mm/kg, left atrium to aorta ratio >1.4, and mean velocity in the left pulmonary artery >0.42 m/s or mean diastolic velocity in the left pulmonary artery >0.2 m/s. Subjects, aged 2 and 7 days, received intravenous paracetamol (15 mg/kg every six hours) for 3 days. Paired T-test was used to compare pre-intervention PDA diameter to those assessed at 24 hours after the intervention and at 14 days of life.
Results Twenty-nine subjects had a mean gestational age of 30.8 weeks and mean birth weight of 1,347 grams. Nineteen (65.5%) patients had closed PDAs at the day 14 evaluation, 1 experienced PDA reopening, and 9 had failed PDA closure. No liver toxicity was identified. Mean duct diameters before, 24 hours after the intervention, and at 14 days of life were 3.0, 0.9, and 0.6 mm, respectively (P<0.0001).
Conclusion Intravenous paracetamol seems to be reasonably effective for PDA closure in preterm infants