13 research outputs found

    The prevalence of non-communicable disease among high-risk population in Pattimura University

    Get PDF
    Increasing the case of Non-Communicable Diseases (NCDs) can cause the biggest problems in the future. Preventive efforts and control of this condition are made through a screening approach for high-risk age groups. This study aimed to determine the prevalence of NCDs among lecturers and staff of high-risk populations at Pattimura University. This study is descriptive quantitative research with a cross-sectional approach conducted using a screening method.  A total of 517 were involved in this study which was dominated by female sex (65%), stage 1 hypertension based on systolic blood pressure (36%), stage 2 hypertension based on diastolic blood pressure (30%), normal heart rate (98%), BMI obesity degree 2 (41%), central obesity or abdominal circumference more than normal (52%), normal blood sugar levels (81%), normal uric acid levels (73%), and normal cholesterol levels (58%). It means that the most prevalent NCDs in the population tend to be hypertension and obesity. Good management and education must control the risk factor to prevent morbidity and mortalit

    STROKE ISKEMIK EMBOLI DENGAN TRANSFORMASI HEMORAGIK

    Get PDF
    Seorang laki-laki, 84 tahun, dibawa ke UGD RSUD dr. M. Haulussy Ambon dengan keluhan lemah badan kiri yang dialami sejak 4 jam sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan saat pasien sementara beraktivitas (makan). Sebelumnya pasien mengeluh nyeri kepala dan muntah sebanyak 2 kali. Pemeriksaan neurologi ditemukan GCS (Glascow Coma Scale) 14 (somnolen), hemiparese sinistra, parese N. VII, XII sinistra tipe sentral. Pasien didiagnosis stroke iskemik emboli dan atrium fibrilasi berdasarkan klinis dan gambaran CT Scan kepala. Perawatan hari ke-10 temperatur meningkat, hari ke-19 terjadi penurunan kesadaran, dilakukan CT Scan kepala kontrol hasilnya terjadi transformasi hemoragik, kondisi memberat dan pada akhirnya pasien meninggal

    PENGARUH KADAR VITAMIN D DAN KALSIUM PADA STATUS KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

    Get PDF
    Pendahuluan Peningkatan penyakit tidak menular (PTM) belakangan ini cukup tinggi. Isu vitamin D kembali muncul sebagai salah satu penyebab utama permasalahan kesehatan masyarakat di dunia. Bukti terakhir menunjukkan bahwa selain menimbulkan gangguan pada tulang, defisiensi vitamin D juga bertanggung jawab atas meningkatnya berbagai penyakit tidak menular. Tujuan: penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar Vitamin D dan kadar kalsium serta hubungan keduanya dengan angka kejadian PTM. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan menggunakan metode total sampling yang dilaksanakan pada januari  2019 di Puskesmas Kairatu Barat, Kecamatan Seram Bagian Barat. Hasil: Responden perempuan 74%, usia terbanyak 41-50 tahun. Laki-laki 26%, usia terbanyak 51-60 tahun. Kalsium normal ditemukan pada semua sampel (8,3-10,6 mg/dL). Hasil pengukuran kadar 25(OH)D serum, sebagian besar berada di level insufisiensi 69%,  diikuti sufisiensi 28%, defisiensi 2% dan toxisitas 1%. Hubungan kadar 25(OH)D dan Tekanan Darah (p = 0,130);  25(OH)D dan Gula Darah Sewaktu (p = 0,367); 25(OH)D dan asam urat (p = 0,598); 25(OH)D dan kadar kolesterol (p = 0,011). Tidak memiliki riwayat penyakit tidak menular sebesar 71%. Kesimpulan: Jika merujuk pada status Vitamin D pada umumnya maka pada uji statistik terdapat hubungan tidak bermakna baik antara Vitamin D dengan Kadar Kalsium dan Vitamin D dengan faktor risiko PTM. Tetapi jika merujuk pada konsensus terbaru dimana level kecukupan/sufisiensi di atas 20 ng/ml maka 97% 25(OH)D berada pada status sufisiensi.&nbsp

    Determinants of early neonatal mortality: secondary analysis of the 2012 and 2017 Indonesia Demographic and Health Survey

    Get PDF
    BackgroundMost neonatal deaths occur during the first week of life (i.e., early neonatal deaths). In this analysis, we aimed to investigate the determinants of early neonatal deaths in a nationally representative sample of births in Indonesia over the five years before each survey.MethodsData were obtained from the 2012 and 2017 Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS), including information from 58,902 mothers of children aged <5 years of age. The outcome variable was early neonatal death (death of a newborn within the first six days of life). Explanatory variables were categorized into environmental, household, maternal, pregnancy, childbirth, and child characteristics. Multivariate regression methods were employed for analysis.ResultsIncreased odds of early neonatal deaths were associated with mothers who lacked formal education or had incomplete primary schooling (adjusted odd ratio [OR] = 2.43, 95% confidence interval [CI]: 1.18–5.01), worked outside the house in agricultural (aOR = 5.94, 95% CI: 3.09–11.45) or non-agricultural field (aOR = 2.98, 95% CI: 1.88–4.72), and were required to make a joint decision about health care with their partner or another household member (aOR = 1.79, 95% CI: 1.12–2.84). Increased odds were also observed in smaller-than-average infants, particularly those who received low-quality antenatal care services (aOR = 9.10, 95% CI: 5.04–16.41) and those whose mothers had delivery complications (aOR = 1.72, 95% CI: 1.10–2.68) or who were delivered by cesarean section (aOR = 1.74, 95% CI: 1.07–2.82). Furthermore, male infants showed higher odds than female infants (aOR = 1.85, 95% CI: 1.23–2.76).ConclusionsA multifaceted approach is essential for curtailing early neonatal mortality in Indonesia. Enabling workplace policies, promoting women's empowerment, strengthening the health system, and improving the uptake of high-quality antenatal care services are among the critical steps toward preventing early neonatal deaths in Indonesia

    KESENJANGAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU DENGAN PELAKSANAANNYA DARI SUDUT PANDANG PENGAMBIL KEBIJAKAN DI KOTA AMBON DAN PULAU SAPARUA

    Get PDF
    Penyakit tidak menular (PTM) telah telah mendorong dibentuknya strategi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) sebagai prioritas pembangunan di setiap negara sesuai dengan Sustainable Development Goals 2030. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Berbagai Posbindu PTM tidak berjalan secara optimal dengan salah satu penyebabnya karena pemahaman pelaksanaan dan persiapan Posbindu yang belum sesuai dengan konsep yang telah ditentukan oleh Kemenkes RI tentang petunjuk teknis Posbindu PTM. Penelitian ini bertujuan untuk menggali berbagai kesenjangan atau ketidaksesuaian pemahaman dalam pelaksanaan Posbindu PTM dengan konsep yang telah ditetapkan dan membahas upaya tindak lanjut yang sesuai dengan konsep Posbindu PTM sehingga diharapkan bisa mengurangi hambatan. Studi kualitatif ini dilakukan pada bulan November 2019-Januari 2020 di Kota Ambon dan Pulau Saparua dengan melakukan wawancara mendalam pada 12 informan di pihak Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Dinas Kesehatan Kota Ambon, Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah, 2 Puskesmas di Kota Ambon (Puskesmas Hative Kecil dan Puskesmas Rijali), dan 3 Puskesmas di Pulau Saparua (Puskesmas Jazirah Tenggara, Puskesmas Porto-Haria dan Puskesmas Booi-Paperu). Dari penelitian ini didapatkan berbagai miskonsepsi atau kesenjangan antara teori konsep Posbindu PTM dengan pelaksanaannya dalam hal pemahaman tentang tujuan program, sumber anggaran, pelaksanaan kegiatan, anggapan masyarakat, pengintegrasian, serta monitoring dan evaluasi program, sehingga dilakukan pembahasan untuk saran tindak lanjut yang sesuai dengan konsep Posbindu PTM untuk mengurangi hambatan

    PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR (POSBINDU PTM) DI KOTA AMBON: SEBUAH STUDI KUALITATIF DI KELURAHAN PANDAN KASTURI DAN HATIVE KECIL

    Get PDF
    Posbindu PTM adalah salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat yang dibentuk oleh pemerintah guna menanggulangi penyakit tidak menular. Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai permasalahan yang dapat menghambat keefektifan Posbindu PTM. Penulisan merupakan hasil analisis penelitian kualitatif Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura pada bulan November 2019 - Januari 2020. Tujuan analisis adalah mengetahui pelaksanaan Posbindu PTM. Data diperoleh hasil wawancara mendalam dan FGD informan yang berada di Posbindu PTM wilayah Puskesmas Rijali dan Puskesmas Hative Kecil serta Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Analisis dilakukan terhadap pelaksanaan, sumber pembiayaan, dan respon masyarakat pada masing-masing Posbindu PTM. Hasil analisis menunjukkan bahwa Posbindu PTM di Kelurahan Pandan Kasturi dan Negeri Hative Kecil telah berjalan. Terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan seperti melibatkan pihak swasta dan pelatihan kader secara berkala

    PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN PEMANGKU KEPENTINGAN NEGERI OUW , SAPARUA, TERHADAP PELAKSANAAN POSBINDU PTM

    Get PDF
    Meningkatnya kasus penyakit tidak menular (PTM) saat ini menjadi ancaman kesehatan secara global dan nasional. Hal ini mendorong tercetusnya berbagai strategi untuk menyelesaikan permasalahan. Salah satunya dengan pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat melalui Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM), untuk mencegah dan menemukan lebih dini fakor risiko PTM. Tujuan penelitian adalah untuk melihat pengetahuan dan pemahaman semua elemen masyarakat tentang PTM dan Posbindu PTM, serta upaya dan dukungan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan Posbindu PTM tahun 2020 . Studi kualitatif ini dilakukan pada bulan November 2019 di Pulau Saparua pada 22 informan di Negeri Ouw. Data diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dan FGD, dengan menganalisis pengetahuan PTM, deteksi dini faktor risiko, pengetahuan Posbindu PTM, upaya dan dukungan, tantangan, anggaran dan kader Posbindu PTM. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih minimnya pengetahuan seluruh elemen masyarakat Negeri Ouw tentang PTM dan Posbindu PTM. Respon pemerintah dan masyarakat baik dalam menyambut kegiatan Posbindu PTM, hanya saja belum memahami bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkat peran masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penemuan dini faktor risiko sehingga mampu menyelesaikan permasalahannya secara mandiri. &nbsp

    KENDALA PELAKSANAAN POSBINDU PTM DI PULAU SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH DARI SUDUT PANDANG PENGAMBIL KEBIJAKAN

    Get PDF
    Penyakit tidak Menular (PTM) merupakan penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. PTM juga merupakan penyebab tersering kematian prematur di seluruh dunia. Pada tahun 2016, PTM menjadi penyebab 71% kematian di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri pada tahun yang sama, 73% kematian disebabkan oleh PTM. Akibat tingginya angka kematian yang disebabkan oleh PTM inilah maka pemerintah menetapkan berbagai program yang salah satunya adalah melalui deteksi dini faktor risiko PTM dalam kegiatan Posbindu PTM.  Pulau Saparua merupakan salah satu area di Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku yang hingga akhir tahun 2019 belum melaksanakan Posbindu PTM secara optimal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan di tiga desa di Pulau Saparua yakni desa Paperu, Porto dan Ouw. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2019 sampai Januari 2020. Dalam penulisan ini peneliti hanya menggunakan hasil wawancara mendalam dengan pengambil kebijakan di tingkat desa hingga provinsi. Berdasarkan hasil wawancara kendala yang dilaporkan di tingkat desa adalah minimnya pengetahuan pengambil kebijakan tentang PTM maupun posbindu PTM, rumitnya pertimbangan alokasi dana, belum adanya pemahaman masyarakat mengenai PTM dan pemeriksaannya di Posbindu. Kendala di tingkat kecamatan ialah tidak adanya penjelasan dan pendampingan dari Dinas Kesehatan terkait pelaksanaan Posbindu, kurangnya kesadaran masyarakat, dana bantuan dari pemerintah desa susah didapat, lokasi pelaksanaan posbindu, keterbatasan jumlah kader, kekhawatiran kader untuk melakukan pemeriksaan, ketidak percayaan masyarakat terhadap kader non-medis yang melakukan pemeriksaan, ketidak percayaan masyarakat terhadap hasil pemeriksaan dengan menggunakan alat digital, tidak fokusnya pemerintah pada masalah PTM. Kendala di tingkat kabupaten termasuk pelaksanaan posbindu oleh Puskesmas belum tepat dan tidak efektif, petugas Puskesmas belum dilatih, seringnya pergantian pemegang program di Puskesma, kurangnya pemahaman pemegang program di Puskesmas tentang Posbindu PTM, kekhawatiran kader dalam melakukan tindakan pemeriksaan dan kurangnya alat yang dimiliki Puskesmas. Di tingkat Provinsi, kendala yang dilaporkan adalah minimnya bantuan dari pemerintah pusat. Dari berbagai kendala yang ditemukan pada penelitian ini kemudian dibahas sesuai panduan yang berlaku untuk mengoptimalkan pelaksanaan Posbindu PTM di pulau Saparu

    KEPERCAYAAN TERHADAP KADER DALAM MENJALANKAN PELAYANAN KESEHATAN PADA POSBINDU PTM DI PULAU SAPARUA DAN KOTA AMBON

    Get PDF
    Salah satu usaha kesehatan berbasis masyarakat yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah penyakit tidak menular di Indonesia adalah Posbindu PTM. Sebagai sebuah UKBM, kader berperan sebagai pelaksana kegiatan Posbindu PTM. Keterbatasan kader terutama dalam hal pengetahuan dan keterampilan menjadi hambatan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sering kali mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kader. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif pengambil kebijakan, masyarakat, dan kader tentang kepercayaan kepada kader dalam melakukan pelayanan kesehatan di Posbindu PTM. Penelitian kualitatif ini dilaksanakan di lima wilayah kerja Puskesmas yang ada di Kota Ambon dan Pulau Saparua pada bulan November 2019-Januari 2020. Penelitian ini melibatkan 46 informan dalam diskusi kelompok terfokus dan  43 informan dalam wawancara mendalam. Dalam penelitian ini dipeorleh beberapa alasan masyarakat meragukan pelayanan yang dilakukan kader yaitu masalah legal etik pemeriksaan oleh tenaga non kesehatan, kader tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, kader tidak percaya diri dalam melaksanakan pemeriksaan, takut kader melakukan kesalahan dalam pemeriksaan, kurangnya dukungan pengambil kebijakan dan masih kurangnya pemahaman tentang konsep penyelenggaraan posbindu. Sebaliknya, kader lebih mendapatkan kepercayaan apabila telah mendapatkan pelatihan dan tetap mendapatkan pendampingan dari puskesmas Pembina, dukungan pengambil kebijakan kepada para kader, serta masyarakat yang telah memiliki pengetahuan yang baik tugas kader di Posbindu
    corecore