35 research outputs found
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 GAMPING
Bentuk penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain
eksperiment quasi(quasi experimental), yang berbentuk the nonequivalent pretestposttest
control group design yang merupakan desain yang digunakan dalam
penelitian, karena peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan pengkontrolan
penuh terhadap variabel. Populasi dari kelas VIII SMP Negeri 3 Gamping.
Sampel diambil secara acak, terpilih kelas VIII D sebagai kelas eksperimen dan
kelas VIII E sebagai kelas kontrol. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji
Shapiro-Wilk ,uji Levene Statistic dan uji-t untuk sisi kanan dengan taraf
signifikans
Morfologi Dasar Laut Kaitannya dengan Proses Abrasi Pantai di Perairan Pulau Marore, Sulawesi Utara
Pulau Marore adalah salah satu pulau terluar yang mempunyai arti strategis bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia karena pulau ini merupakan salah satu titik pangkal terluar wilayah Indonesia dalam penentuan batas wilayah dan gerbang ekonomi Indonesia dengan Filipina. Oleh karena itu keberadaan Pulau Marore baik secara fisik maupun secara politik harus dipertahankan. Permasalahan yang terjadi di Pulau Marore adalah adanya aktifitas abrasi yang berlangsung secara berkesinambungan. Abrasi ini menjadi salah satu kendala dalam pembangunan sarana infrastruktur untuk kegiatan ekonomi dan pengembangan wilayah di Pulau Marore. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya abrasi di lokasi ini, di antaranya adalah adanya perbedaan kemiringan morfologi dasar laut yang cukup besar dari pantai ke arah laut, kondisi hidrodinamika laut yang terkait dengan musim, tipe pantai dan posisi Pulau Marore yang berada di antara dua perairan besar. Perbedaan morfologi dasar laut yang cukup besar (di atas 5º) dari pantai ke arah laut menyebabkan daerah gelombang pecah menjadi lebih dekat dengan pantai dan penetrasi gelombang menjadi lebih jauh ke arah daratan. Hempasan (run up) gelombang di pantai ini menyebabkan terjadinya arus sejajar pantai dan arus tegak lurus pantai yang membawa material dari darat ke arah laut sehingga terjadi pengikisan material darat oleh air laut secara berkesinambungan. Abrasi pantai oleh gelombang paling parah terjadi pada saat musim barat terutama pada tipe pantai berpasir dan tipe pantai berbatu yang tersusun dari batuan lepas. Secara teknis sangat sulit untuk mengatasi masalah abrasi di Pulau Marore. Cara yang paling efektif adalah dengan menjaga dan tidak merubah bentang alam dan garis pantai agar tidak mengalami kehancuran lebih parah.
Kata kunci : abrasi, gelombang, morfologi
Marore Island is one of the outer islands that have a strategic significance for the Republic of Indonesia since the island a gate of Indonesian economy with the Philippines. Therefore, the existence of the island both physically and politically has to be maintained. The problems are abrasion of beach activities. It has become the obstacles in the development of infrastructure for economic activity and development of the island. The cause is the difference slope of the seabed morphology, marine hydrodynamics conditions associated with season, type and position of Marore Island beach which is localed between two large waters. The difference slope of seabed morphology from the coast to the sea is above 5° causing breakwater closer to the shore and wave penetration become farther toward the mainland. The waves generated longshore current and rip current to the coast transporting material from land to sea. It caused erosion of the terrestrial material by sea water continuously. The most severe abrasion occurs during the dry season, especially on the sandy beaches and rocky types beaches which composed of loose rock. To solve the problem of abrasion on the island of Marore technically is very difficult. The most effective way is by maintaining the landscape and coastline from severe destruction.
Key words: abrasion, wave, morpholog
Geologi Lingkungan Kawasan Pesisir Pulau Kecil Terluar Pulau Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara
Pulau Miangas merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Pulau ini termasuk dalam wilayah Check Point Border Crossing Agreement. Berdasarkan pengamatan lapangan hampir seluruh bagian Pulau Miangas mengalami proses abrasi cukup kuat. Posisi pulau ini berada di laut lepas tanpa ada penghalang baik berupa pulau atau gosong, yang berfungsi sebagai penahan gelombang. Pulau ini dapat berdiri kokoh karena batuan dasarnya mempunyai tingkat resistensi tinggi seperti batuan Gunungapi Miangas yang ditindih secara tidak selaras oleh batugamping koral. Di beberapa bagian pantai rawan terhadap abrasi. Untuk mengurangi akibat abrasi diusulkan dibangun pelindung pantai. Kedalaman air di sekitar pulau ini antara 5 m – 110 m. Laut terdalam terdapat di bagian baratdaya yang berjarak 500 m dari garis pantai. Terdapat tiga jenis pantai di Pulau Miangas yaitu pantai berpasir, berbatu, dan bertebing terjal. Kata Kunci: Kesepakatan titik batas, geografis, abrasi, resistensi, Pulau Miangas Miangas island is one of the outermost islands of Indonesia wich is bordering with Philippines. This island is known as area Check Point Border Crossing Agreement. Based on field observations, almost all parts of the island of Miangas undergoes the process of abrasion that occur are strong enough. This island is located on the high seas without any barrier whether it be other islands or the sandbar that serves as the anchoring of the wave. Although the abrasion occurred in the coastal areas but it is still able to stand firm because the rocks are essentially has a high level of resistance such as Miangas volcanic rock which is covered by unconformity coral limestone. Parts of the coast are resistance to abrasion. To reduce the abrasion are proposed to built coastal protection. The depth of the sea floor that measured is between 5 m-110 m. The inner Area is approximately 500 m from the shoreline. There are three types of the beach on the Miangas island such as sandy beaches, rocky, and hilly beach
Review of Submarine Landslides in the Eastern Indonesia Region
his paper reviews submarine landslide potential in the eastern Indonesia by analyzing published and recently acquired bathymetric data and interpreting seismic reflection data. This review aims to study and invent hazards that might affect seafloor infrastructure construction such as optic cables, especially in the eastern Indonesia Region. The hazards were also recognized as source of tsunamis such as Palu Bay 2018 and Babi Island north of Flores Island in 1992. On the other hand, submarine landslide is a common process of basin fill sedimentation in the region. As blessed with many active volcanoes, it has 130 of total the world 400, Indonesia should aware of tsunami induced by volcanoes especially the ones closed to the sea. There are five active volcanoes frequently produce tsunami in historical times: Anak Krakatau, Sunda Strait; Makian, Maluku Province; Sangihe, Sulawesi; Teon and Nila, Banda Sea; and Iliwerung, Lembata Island, east Lesser Sunda Islands.Key words: submarine landslide, volcanic tsunami, seafloor infrastructure, eastern Indonesia Makalah ini menelaah potensi langsoran dasar laut di wilayah Timur Indonesia melalui analisis publikasi dan data batimetri yang baru diambil serta penafsiran data seismic refleksi. Tinjauan longsoran dasar laut dimaksudkan untuk mempelajari dan menginventarisasi bencana yang mungkin bisa mempengaruhi pembangunan infrastruktur dasar laut seperti halnya kabel optic, terutama di wilayah Timur Indonesia. Bencana tersebut telah dikenal sebagai sumber beberapa tsunami seperti Teluk Palu 2018 dan Pulau Babi utara Lombok di tahun 1992. Sebaliknya, longsoran dasar laut merupakan proses sedimentasi pengisian cekungan yang biasa terjadi di wilayah tersebut. Dikarunia akan gunungapi terbanyak di dunia, sebab memiliki 130 dari 400 dunia, Indonesia harus menyadari bahaya tsunami yang ditimbulkan oleh aktivitas gunungapi terutama yang dekat laut. Terdapat lima gunungapi aktif yang sering menghasilkan tsunami dalam sejarah: Anak Krakatau, Selat Sunda; Makian, Provinsi Maluku; Sangihe, Sulawesi; Teon dan Nila, Laut Banda; dan Iliwerung, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur.Kata kunci: longsoran dasar laut, tsunami gunungapi, infrastruktur dasar laut, Wilayah Indonesia Timu
Klasifikasi Teks Pengaduan Masyarakat Dengan Menggunakan algoritma Neural Network
Perkembangan internet menyebabkan membanjirnya informasi digital. Berbagai informasi bisa didapatkan dengan mudah yaitu hanya dengan meng-klik atau menekan enter. Penyebaran informasi dalam bentuk dokumen digital telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Salah satu web yang diperuntukkan bagi masyarakat umum di provinsi Jawa Tengah yaitu web yang bernama Lapor Gub !. Web ini dibuat dengan tujuan untuk menampung aspirasi, keluhan, maupun pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik dan juga ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi Jawa Tengah. Peningkatan jumlah dokumen dalam format teks yang cukup signifikan belakangan ini membuat proses pengelompokan dokumen (document classification) menjadi penting. Dengan menggunakan metode klasifikasi teks, maka kumpulan dokumen yang jumlahnya sangat besar tersebut diorganisir sedemikian rupa sehingga dapat mempermudah dan mempercepat pencarian informasi yang dibutuhkan. Eksperimen pada penelitian ini ditujukan untuk mengklasifikasikan dokumen teks berbahasa Indonesia dengan menggunakan algoritma Neural Network. Uji coba dilakukan dengan menggunakan sampel dokumen teks yang diambil dari sebuah media massa elektronik berbasis web yang berjudul Lapor Gub !. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa metode Neural Network efektif digunakan untuk mengklasifikasikan teks pengaduan masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil eksperimen, yaitu penggunaan algoritma Neural Network pada proses klasifikasi menghasilkan akurasi yang tinggi yaitu sebesar 43,00% dengan jangka waktu 03 jam 45 menit 14 detik dalam mengklasifikasikan dokumen teks berbahasa Indonesia pada teks pengaduan masyarakat
ANALISIS KUAT TEKAN BETON DENGAN AGREGAT PASIR DARI BOYOLALI MENGGUNAKAN BAHAN TAMBAH ABU SEKAM PEMBAKARAN KAYU DAN SERBUK HALUS ARANG BRIKET
Concrete research has been carried out, this study utilizes wood burning husk ash and fine powder of briquette charcoal as an added material from the weight of cement and sand used from Boyolali. This study aims to determine the compressive strength of concrete with materials added to wood burning husk ash and fine powder of briquette charcoal. Material variations added wood burning husk ash and briquette charcoal fine powder by 0%, 10%, 20% by weight of cement. This study used 0.5 fas and concrete testing at the age of 7 days, 14 days and 28 days. From the test results the average compressive strength of concrete at the age of 7 days with a material variation of 10% added was 15.05 MPA, and a material variation of 20% added was 13.47 MPA. Concrete at the age of 14 days with a material variation of 10% added is 15.76 MPA, and a material variation of 20% is 13.18 MPA. concrete at 28 days with a material variation of 10% added is 14.32 MPA, and a 20% added material variation is 14.32 MPA. Keywords; wood burning husk ash, compressive strength, fine briquette charcoal powder AbstrakPenelitian beton telah banyak dilakukan, penelitian ini memanfaatkan abu sekam pembakaran kayu dan serbuk halus arang briket sebagai bahan tambah dari berat semen dan pasir yang digunakan dari boyolali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan beton dengan bahan tambah abu sekam pembakaran kayu dan serbuk halus arang briket. Variasi bahan tambah abu sekam pembakaran kayu dan serbuk halus arang briket sebesar 0%, 10%, 20% dari berat semen. Penelitian ini menggunakan fas 0,5 dan pengujian beton pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Dari hasil pengujian kuat tekan rata-rata beton pada umur 7 hari dengan variasi bahan tambah 10% adalah 15,05 MPA, dan vari asi bahan tambah 20% adalah 13,47 MPA. Beton pada umur 14 hari dengan variasi bahan tambah 10% adalah 15,76 MPA, dan variasi bahan tambah 20% adalah 13,18 MPA. beton pada umur 28 hari dengan variasi bahan tambah 10% adalah 14,32 MPA, dan vari asi bahan tambah 20% adalah 14,32 MPA. Kata kunci : abu sekam pembakaran kayu, kuat tekan, serbuk halus arang brike
Kajian Identifikasi Infrastruktur Jaringan Pipa Migas Bawah Laut di Perairan Sebelah Utara Provinsi Banten
Keberadaan fasilitas infrastruktur pipa migas bawah laut di perairan utara Banten berkembang cukup pesat seiring dengan berkembangnya kegiatan industri yang berada di kawasan Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Mengingat kondisi lingkungan di sekitar perairan utara Banten cukup komplek, seperti adanya jalur sesar/patahan, seismisitas kegempaan yang cukup aktif, morfologi dasar laut yang tidak rata, keberadaan jaringan kabel bawah laut, kondisi hidrooseanografi yang cukup dinamis, kegiatan pelayaran yang sangat padat dan adanya kegiatan nelayan, menyebabkan potensi resiko untuk terjadinya kegagalan struktur pada jaringan pipa yang digelar di perairan utara Banten cukup besar. Potensi resiko lainnya adalah terkait dengan penggelaran pipa yang tidak sesuai dengan aturan standar dan aturan Perundangan yang berlaku. Pipa-pipa ini perlu ditertibkan karena posisi pipa-pipa ini sangat rawan untuk terjadinya kegagalan struktur. Beberapa potensi kegagalan struktur pada pipa migas bawah laut di perairan ini yang mungkin terjadi diantaranya adalah pipa tertimpa jangkar kapal, terseret jangkar kapal, terjadi bentang bebas (freespan), kegagalan akibat lelah (patigue) terjadi pembengkokan (buckling) dan terjadi pergeseran posisi pipa baik lateral maupun vertikal. Oleh karena itu perlu dilakukannya pengawasan terhadap keberadaan pipa migas bawah laut ini yang sesuai dengan aturan standar dan aturan Perundangan yang berlaku.
Kata kunci : jaringan, pipa, infrastruktur, aturan, penggelaran
The existence of gas pipeline on the sea bottom in the waters north of Banten has been developped rapidly in the course of the development activities located in the Provinces of Banten, Jakarta and West Java. The environmental conditions in waters arround the northen Jakarta are quite complex, such as the presence of fault zone, active seismicity, the morphology of the seabed is not flat, existence of submarine cable network, hydro-oceanography dynamic, highly dense shipping activity and the presence of fishing activity. These will cause the high potential risk for the occurence of structural failure in the pipeline that was held in the waters north of Banten. Another potential risk is associated with the pipeline deployment that is not in accordance with standard rules and regulations. These pipes need to be organized the right position because they are very prone to the structural failure. Some of the potential failure of the structure on oil and gas pipelines under the sea that may occur include crushed pipe anchor, dragged anchors, free spans, failure due to fatique occurred by bending and shifting in the position of the pipes either laterally or vertically. Therefore it is necessary for controlling the existence of oil and gas pipelines under the sea in accordance with standard rules and regulations.
Keywords: networks, pipelines, infrastructure, rules, deployin