11 research outputs found

    Isolasi Zat Warna Ungu pada Ipomoea batatas Poir dengan Pelarut Air

    Get PDF
    Zat warna banyak digunakan pada makanan, minuman, tekstil, kosmetik,peralatan rumah tangga dan banyak lagi. Penggunaan zat warna sangat diperlukanuntuk menghasilkan suatu produk yang lebih bervariasi dan juga menambah nilaiartistik produk tersebut. Masalah terjadi bila zat warna jenis sintetis digunakandalam bahan pangan. Zat warna yang terkandung di dalam akar tanaman ubi ungubernama antosianin.Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu berkisar antara 14,68 – 210mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu warna ungu pada ubi jalar, semakin tinggikandungan antosianinnya. Isolasi antosianin yang terkandung dalam ubi ungu inidapat dilakukan dengan cara ekstraksi padat cair. Ekstraksi padat cair atau biasajuga disebut leaching adalah suatu proses pemisahan satu atau lebih konstituen darisuatu padatan dengan mengontakkannya dengan pelarut cair. Prinsip dari ekstraksipadat-cair adalah komponen yang terlarut dari suatu padatan, yang mengandungmatriks inert dan agent aktif, diekstraksi dengan menggunakan pelarut.Proses ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi batch dengan pengadukan.Proses ekstraksi dilakukan dengan variasi pelarut, yaitu air, variasi F:S, yaitu 1:5,1:10, dan 1:20 serta variasi temperatur pengadukan, yaitu 30oC, 50oC, dan 70oC.Proses analisis hasil dilakukan menggunakan spektrofotometer dan FTIR. Kesimpulan dari hasil percobaan adalah F:S yang menghasilkan rendemen dan yield terbaik untuk pelarut air adalah 1:10. Temperatur yang menghasilkan rendemen dan yield terbaik untuk pelarut air adalah 50°C. Sinar matahari, temperatur dan tempatpenyimpanan, pH, serta penambahan oksidator menyebabkan perubahan konsentrasipada zat warna

    Isolasi Zat Warna Ungu pada Ipomoea batatas Poir dengan Pelarut Air

    Get PDF
    Zat warna banyak digunakan pada makanan, minuman, tekstil, kosmetik,peralatan rumah tangga dan banyak lagi. Penggunaan zat warna sangat diperlukanuntuk menghasilkan suatu produk yang lebih bervariasi dan juga menambah nilaiartistik produk tersebut. Masalah terjadi bila zat warna jenis sintetis digunakandalam bahan pangan. Zat warna yang terkandung di dalam akar tanaman ubi ungubernama antosianin.Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu berkisar antara 14,68 – 210mg/100 gram bahan baku. Semakin ungu warna ungu pada ubi jalar, semakin tinggikandungan antosianinnya. Isolasi antosianin yang terkandung dalam ubi ungu inidapat dilakukan dengan cara ekstraksi padat cair. Ekstraksi padat cair atau biasajuga disebut leaching adalah suatu proses pemisahan satu atau lebih konstituen darisuatu padatan dengan mengontakkannya dengan pelarut cair. Prinsip dari ekstraksipadat-cair adalah komponen yang terlarut dari suatu padatan, yang mengandungmatriks inert dan agent aktif, diekstraksi dengan menggunakan pelarut.Proses ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi batch dengan pengadukan.Proses ekstraksi dilakukan dengan variasi pelarut, yaitu air, variasi F:S, yaitu 1:5,1:10, dan 1:20 serta variasi temperatur pengadukan, yaitu 30oC, 50oC, dan 70oC.Proses analisis hasil dilakukan menggunakan spektrofotometer dan FTIR. Kesimpulan dari hasil percobaan adalah F:S yang menghasilkan rendemen dan yield terbaik untuk pelarut air adalah 1:10. Temperatur yang menghasilkan rendemen dan yield terbaik untuk pelarut air adalah 50°C. Sinar matahari, temperatur dan tempatpenyimpanan, pH, serta penambahan oksidator menyebabkan perubahan konsentrasipada zat warna

    Produksi Pigmen Merah dari Kapang P. purpurogenum dan M. purpureus dengan Fermentasi Cair secara Batch

    Get PDF
    Penicillium purpurogenum, dan Monascus purpureus merupakanmikroba yang dapat menghasilkan zat warna. Zat warna dari mikroba inidapat diproduksi dengan optimum dengan ditentukan jenis substratpertumbuhannya. Tujuan dari penelitian ini adalah zat warna yangdihasilkan dapat diproduksi dan dapat dipergunakan sebagai zat warnaalami, yang aman untuk dikonsumsi dan dapat diproduksi secara massal. Sertastabilitas zat warna tersebut terhadap beberapa perlakuan dalam pengolahanmakanan.Dua jenis kapang yakni Penicillium purpurogenum, dan Monascuspurpureus ditumbuhkan pada empat macam sumber karbon yakni pati jagung,pati kentang, glukosa, dan sukrosa dengan proses fermentasi cair secarabatch. Analisis yang dilakukan adalah analisis berat sel kering, analisisabsorban, serta analisis kestabilan. Analisis kestabilan zat warna yangdilakukan meliputi cahaya (UV dan sinar matahari), panas (autoklaf 121°C, 15psi seta autoklaf 105°C,17,5 psi), bahan pengawet (asam sitrat, asamaskorbat, dan sodium bisulfit) dan pH.Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah Monascus purpureusmenghasilkan konsentrasi zat warna merah yang lebih tinggi daripadaPenicillium purpurogenum. Medium pertumbuhan dengan sumber karbon darikentang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan sel danmenghasilkan zat warna yang lebih banyak. Zat warna yang dihasilkan stabilterhadap bahan pengawet, namun tidak stabil terhadap panas, cahaya, danpH

    EKSTRAKSI, ISOLASI, DAN UJI KEAKTIFAN SENYAWA AKTIF BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA MACROCARPA) SEBAGAI PENGAWET MAKANAN ALAMI

    Get PDF
    Indonesia yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati merupakan sumber dan penghasil tanaman rempah-rempah terbesar di dunia, yang berpotensi untuk diolah lalu dimanfaatkan sebagai bahan pangan, kosmetika, dan obat-obatan. Salah satu tanaman asli Indonesia yang memiliki banyak potensi adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), karena dapat dimanfaatkan sebagai zat pewarna alami (merah keunguan), pengawet makanan alami karena memiliki kemampuan antioksidan dan antimikroba (Hendra et al., 2011; Winarni et al., 2012), suplemen makanan karena kandungan antioksidan yang tinggi (Hendra et al., 2011), obat-obatan karena menunjukkan efek anti kanker [Hendig & Ermin, 2009; Maurya et al., 2011], dan bahan kosmetika karena kandungan antioksidan dan efek antimikroba yang dimiliki.Tujuan penelitian untuk mengkaji secara mendalam komponen bioaktif serta potensi mahkota dewa sebagai pengawet makanan alami, disertai dengan kajian-kajian teknis dan optimasi dari mekanisme ekstraksi (khususnya terkait dengan kombinasi perlakuan pelarut dan perlakuan awal bahan), serta penentuan prosedur operasi baku (standard operating procedure) dalam pengeringan, pengecilan ukuran dan perlakuan mekanik bahan baku untuk dapat diaplikasikan dalam industri kecil-menengah. Metode penelitian dengan menggunakan teknik ekstraksi batch dengan variasi temperatur operasi dan variasi rasio umpan terhadap pelarut metanol. Analisis fitokimia dilakukan terhadap ekstrak dan dilengkapi dengan uji antioksidan dengan metode inhibisi radikal bebas DPPH (1, 1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).Kesimpulan metode tray drier dan kering angin menghasilkan ekstrak dengan komponen bioaktif terlengkap. Metode pengeringan dengan matahari kehilangan senyawa alkaloid selama pengeringan sedangkan bahan beli selain kehilangan senyawa alkaloid, juga kehilangan senyawa saponin. Proses pengeringan buah mahkota dewa dengan tray drier mampu memberikan aktivitas antioksidan ekstrak tertinggi dengan nilai DPPH ekuivalen sebessar 0,200 μmol DPPH/mg padatan kering. Metode pengeringan lain seperti pengeringan dengan matahari dan kering angin serta pembanding bahan beli dari pasar tradisional menghasilkan nilai DPPH ekuivalen secara berurutan sebesar 0,037, 0,117 dan 0,117 μmol DPPH/mg padatan kering. Tititk maksimum dari penelitian ini tercapai pada T=50 ºC dan rasio F:S= 1:50 (g/mL) dengan perolehan oleoresin maksimum sebesar adalah 0,3034 g oleoresin/g padatan kering dan aktivitas antioksidan maksimum sebesar 0,2925 μmol DPPH/g padatan kering

    PEMANFAATAN BIJI HANJELI MENJADI PRODUK PANGAN FERMENTASI MENGGUNAKAN R ORYZAE DAN R OLIGOSPORUS

    Get PDF
    Diversifikasi pangan dengan memanfaatkan biji hanjeli dapat dilakukan salah satunya dengan membuat makanan berbahan dasar biji hanjeli terfermentasi menggunakan R oryzae dan R oligosporus. Metode yang akan dilakukan dengan menvariasikan jumlah ragi yang dipergunakan dengan waktu pemasakan biji hanjeli. Hasil analisis yang diperoleh adalah jumlah hifa yang menempel pada biji paling tinggi pada pemanasan selama 30 menit yaitu 5,6% hifa dari jumlah substrat. Dari proses pemasakan dengan waktu 45 menit, pada jumlah ragi yang diinokulasikan 0,6 g terjadi penurunan kadar air, kadar abu cenderung tetap. Kadar Protein dan lemak paling tinggi pada pemanasan 30 menit dan jumlah ragi 0.4g. Kadar pati tidak ada perbedaan dalam setiap variasi dan kadar serat tertinggi pada waktu pemanasan 45 menit dengan jumlah ragi 0,6g

    Biosorption of Cu(II) Ions Using Living Microalgae Chlorella sp.: Effects of Microalgae Concentration, Salinity, and Light Color

    Get PDF
    Chemical industry wastewater containing metals must be treated so as not to threaten the environment or human life. One of the wastewater treatments is the biosorption process using living microalgae. Although living microalgae can provide better results as a biosorbent, the mechanism of this biosorption process is complex because it involves two steps of the process, active and passive uptake, which run simultaneously. In addition, several process parameters need to be adjusted for the biosorption process to operate optimally. This study aims to investigate the effect of several parameters such as microalgae concentration, salinity, and light color. Synthetic CuSO4 solution at a concentration of 40 mg/L and pH 5 is used as artificial waste, while microalgae Chlorella sp. is used as biosorbent. The biosorption process was operated in a batch system at room temperature for 6 days. The experimental results show that 96.83% of the Cu(II) ions could be removed when the microalgae concentration, salinity, and light color were conditioned at 1.5 x 106 cells/mL, 3,000 mg/L, and red light, respectively

    Physicochemical Properties of Tomato Paste Fortified Functional Cheddar Cheese

    Get PDF
    The aim of this research is to fortify cheddar cheese’s nutritional value by adding tomato paste. This study transformed ultra-heat treatment (UHT) milk into cheese through cheddaring. Tomato paste was added at 5 g/L, 10 g/L, and 15 g/L during the first curd formation, together with calcium chloride (CaCl2). The type of rennet (animal and microbial) was varied at 0.25 ml/L of milk. Ripening was done in one month at 4°C. According to this study, animal rennet formed curd better than microbial rennet. The addition of tomato paste slightly decreases the curd formation, with approximately 0.37 % reduction per 5 gram of tomato paste. Increasing tomato paste to 15 g/L would increase lycopene to 0.993 – 0.996 mg/100 g. The cheese produced was categorized as extra-hard and low-fat based on the percentage of Moisture Non-Fat Basis (MNFS) and Fat on Dry Matter (FDM). The addition of tomato paste reduced the pH value, resulting in increased firmness and hardness and decreased chewiness and springiness.</p

    Characterization of Sago Starch and Study of Liquefication Process on High Fructose Syrup Production

    Get PDF
    Sago starch contains high carbohydrate and found in large quantities in Indonesia. However, the utilization of sago starch have not been up to. In this study, hopefully sago starch can be used as one of the alternative sweetener called high fructose syrup. The study was divided into two, named characterization study and liquefication stage study. Characterization of the starch was carried out by the determination of carbohydrate content, water content, amylose content of starch, starch gelatination temperature, swelling and amylose leaching, and carbohydrat leaching. The liquefication stage study was conducted by varying enzyme and sago starch suspense concentration in producing dextrin to obtain the best value of concentration. The result of the characterization studies shows the value of carbohydrate contained in starch is 84,78% with the value of amylose concentration is 25,65%, water content of 14,1-17,2%, gelatinization temperature of 76-86oC. Liquefication stage study represents that the highest yield is given by sago starch concentration of 25% w/v with α-amylase enzyme concentration of 0,1% v/w and liquefication time length process of two hours

    The Effects of the Types of Milk (Cow, Goat, Soya) and Enzymes (Rennet, Papain, Bromelain) Toward Cheddar Cheese Production

    No full text
    The objectives of this research are to study the effects of different types of milk and enzymes toward the yield and quality (moisture, ash, protein, fat content, and texture) of cheddar cheese and the interaction between those two variables during the process. The types of milk are cow, goat, and soya milk, while the types of enzymes are rennet, papain, and bromelain enzymes. Regarding the procedure, the milk is first pasteurized before CaCl2 and Lactobacillus lactis that acts as the acidifier starter as much as 0.2% (w/v) and 0.5% of the milk volume are added respectively. The amount of enzyme added is appropriate for the determination of enzyme dose. The curd is separated from the whey and then 2.5 grams of salt is added to 100 grams of curd. Afterwards, the curd is pressed until the water content decreases (cheese), then ripened for 1 month. The analyses conducted are moisture, ash, protein, fat content, and texture (hardness). The conclusion is the goat milk and the rennet enzyme are the suitable raw material for cheddar cheese production. Furthermore, different types of milk and enzymes affect the yield. However, there is no interaction between the types of milk and enzymes to the yield

    Acetylation of xanthan gum in densified carbon dioxide (CO<sub>2</sub>)

    Get PDF
    Xanthan Gum (XG), known as a microbial polysaccharide, is potential renewable resources in the biodegradable plastics synthesis. However, native xanthan gum needs to be chemically modified in order to improve its properties required for further application as thermoplastics material. We here report our preliminary studies on the acetylation of xanthan gum in densified carbon dioxide (CO2) as the 'green' solvent. Within the experimental conditions, xanthan acetates with a broad range of degree of substitution (DS) values (1.27-7.08) were obtained. In addition, the products give a higher thermal stability and an altered morphology compared with their native counterparts
    corecore