3 research outputs found

    A Study on Legal Policy of Pharmacy Education and Pharmacy Workers Related to the Urgency of Establishing Pharmacy Law

    Get PDF
    According to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, health is one of the basic human rights. One of the aspects that support health is the aspect of pharmacy. Pharmacy workers consist of Pharmacists and Pharmacy Technical Workers according to Law No. 36/2014 regarding Health Workers. In practice, pharmacy education in Indonesia is considered not sufficient to prepare the pharmacy workforce. There are currently contradictions in the applied pharmaceutical policy, where the number of pharmacy undergraduate programs is 279, while the number of pharmacist study programs is only 45. This results in an imbalance of graduates. There is a tendency that most pharmaceutical graduates will continue their professional education to become a pharmacist so that he can have full authority and is responsible for pharmaceutical work. Differences in curriculum background and type of education will lead to confusion regarding competency assessment. At the Pharmacist education level, there is no nationally applicable curriculum until this date. The difference in curriculum causes variations in the knowledge and abilities of graduates. The method used in this study is a review of articles from various legal rules related to pharmaceutical education in Indonesia. The results of this study indicate a need for synchronization of the pharmaceutical policy into one legal aspect so that there is no disharmony among the applied legal regulations. Eventually synergistic legal regulations will emerge, from education to legal certainty for Pharmacist as health professionals

    Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Degeneratif sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Perubahan Perilaku Masyarakat

    Get PDF
    Penyakit hipertensi dan diabetes merupakan penyakit menurun dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Penderita hipertensi di Indonesia mencapai 34,11% dan diabetes mencapai 8,5% pada 2018 mengindikasikan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit degeneratif cukup rendah sehingga perlu intervensi edukasi. Pengetahuan menjadi faktor kunci peningkatan kesadaran dan menjadi input utama perubahan perilaku. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Cinangka melalui intervensi edukasi pencegahan hipertensi dan diabetes. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendidikan kesehatan/penyuluhan dan metode kuantitatif untuk mengevaluasi hasil penyuluhan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil, persentase peningkatan pengetahuan masyarakat paling tinggi pada Q2 sebesar 28% tentang penyebab hipertensi, 24% pada Q8 dan Q9 tentang komplikasi diabetes dan upaya menjaga kadar gula darah, serta seluruh responden menjawab dengan benar pertanyaan tentang pencegahan hipertensi setelah penyuluhan dilakukan. Secara keseluruhan, terjadi peningkatan pengetahuan pada masyarakat dengan rata-rata responden dengan jawaban benar pada pretest 71,20% menjadi 90,40% pada posttest. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan berjalan efektif untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Cinangka

    Tata Kelola Obat JKN: Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K) dalam Belanja Obat Strategis

    Get PDF
    The National Health Insurance System (JKN) has social and equity insurance principles aiming participants receive basic health benefits. This raises must-have other requirements for circulated medicine, namely availability and accessibility. Thus, this must meet the elements of safety, efficacy/ benefits, good quality, market availability, and easy accessibility. However, drug shortages problem still occurs and ranks 3rd for BPJS Kesehatan services complaints. This study is to identify opportunities and constraints of BPJS in strategic health purchasing to increase access to JKN medicine . This is a crosssectional study using quantitative and qualitative methods. Quantitative research uses Structural Equation Modelling (SEM), while qualitative uses Focus Group Discussion (FGD). This found the problem roots related to JKN medicine shortages, including limited human resource capabilities, in optimal planning processes, e-purchasing method constraints, e-purchasing system and manual purchases medicine prices differences, medicines ordering long lead time, and in optimal BPJS Kesehatan role as a strategic health purchaser. Therefore, it is to increase BPJS Kesehatan’s role as an active purchaser by making an information system for all medicine use in JKN services, forming a Drugs Advisory Board/JKN drug working group and coordination between policy-making institutions to optimize BPJS Kesehatan role in ensuring JKN medicines access.Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memiliki prinsip asuransi sosial dan ekuitas, yang bertujuan menjamin peserta memperoleh manfaat dasar kesehatan. Obat-obat program JKN harus memenuhi unsur keamanan, khasiat, bermutu, tersedia di pasaran, dan6 mudah diakses. Sampai saat ini masalah kekosongan obat masih terjadi dan menempati urutan ke-3 pengaduan pelayanan BPJS Kesehatan. Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi peluang dan kendala BPJS Kesehatan (BPJS-K) dalam belanja obat strategis untuk meningkatkan akses ketersediaan obat JKN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional menggunakan metode campuran penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan teknik Structural Model Equation (SEM), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD). Hasil dari studi menemukan akar permasalahan kekosongan obat JKN antara lain kemampuan SDM yang terbatas, proses perencanaan yang tidak optimal, kendala proses pengadaan dengan e-purchasing, perbedaan harga obat pada sistem e-purchasing dan pembelian manual, waktu tunggu pemesanan obat yang lama, serta peran BPJS-K sebagai strategic purchaser yang masih dapat ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan rekomendasi untuk meningkatkan peran BPJS-K sebagai active purchaser dalam belanja obat strategis adalah dengan membuat sistem informasi penggunaan seluruh obat dalam pelayanan JKN, membentuk Drugs Advisory Board JKN dan koordinasi antar lembaga pemangku kebijakan untuk mengoptimalkan peran BPJS Kesehatan dalam menjamin akses obat JKN
    corecore