8 research outputs found
Pengaruh Penggunaan Amilum Jagung Pregelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik Tablet Vitamin E
Amilum jagung alami memiliki keterbatasan yaitu sifat alir dan kompaktibilitas yang buruk. Oleh sebab itu, perlu dilakukan modifikasi amilum yang dapat menghasilkan sifat alir yang baik, yaitu melalui metode pregelatinasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan amilum jagung pregelatinasi sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik tablet vitamin E dengan metode kempa langsung. Konsentrasi amilum jagung pregelatinasi yang digunakan adalah 5%; 12,5%; dan 20%, dicampur dengan vitamin E, CMC-Na, laktosa, dan talkum, kemudian dicetak dan dilakukan evaluasi sifat fisik. Evaluasi sifat fisik tablet meliputi uji keseragaman bobot, kekerasan,kerapuhan, dan waktu hancur. Hasil yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan One-Way ANOVA dan LSD dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah amilum jagung pregelatinasi sebagai bahan pengikat tablet vitamin E menurunkan kerapuhan, meningkatkan kekerasan, dan memperlambat waktu hancur secara signifikan (p<0,05)
Penjadwalan Kegiatan Pemeliharaan untuk Memaksimalkan Availabilitas Mesin
Studi ini bertujuan untuk mengembangkan model penjadwalan kegiatan pemeliharaan yang dapat memaksimalkan tingkat ketersediaan mesin. Pemeliharaan merupakan kegiatan dalam rangka mengupayakan availabilitas sistem untuk digunakan pada kemampuan produksi yang diharapkan. Setiap kegiatan pememeliharaan yang dilakukan terdiri dari routing yang telah ditentukan dengan mengunakan alat dan waktu penyelesaian yang berbeda-beda. Untuk mengoptimalkan setiap routing operasi dengan tingkat waktu penyelesaian yang berbeda, meminimasi biaya, dan sumber daya manusia yang tersedia, maka perlu dilakukan penjadwalan kegiatan pemeliharaan. Dalam situasi tertentu, jika kegiatan pemeliharaan tersebut mengalami keterlambatan akan menyebabkan downtime mesin lebih lama, yang pada akhirnya mengakibatkan availabitas mesin menurun. Jika availabilitas mesin kecil, maka suatu Perusahaan akan mengalami kehilangan produksi atau harus membayar biaya penalti sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.Pendekatan yang digunakan dalam pemodelan penjadwalan adalah metode penjadwalan untuk meminimasi makespan. Adapun makespan yang dimaksud dalam studi ini adalah lamanya mesin dalam kondisi rusak atau downtime. Validasi model yang dihasilkan dilakukan dengan membandingkan hasi penjadwalan model yang diusulkan terhadap kondisi aktual kegiatan pemeliharaan yang terjadi pada obyek riset. Dari hasil perbandingan yang dilakukan diperoleh nilai downtime model penjadwalan usulan lebih singkat dari pada kondisi aktualnya, yaitu selama 4 hari. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa model penjadwalan yang diusulkan valid dan dapat digunakan untuk meminimalkan terjadinya keterlambatan kegiatan pemeliharaan
Recommended from our members
Impact of Intermediate Hyperglycemia and Diabetes on Immune Dysfunction in Tuberculosis
Supplementary Data:
Supplementary materials are available at Clinical Infectious Diseases online at https://academic.oup.com/cid/article/72/1/69/5857148#274319223 . Consisting of data provided by the authors to benefit the reader, the posted materials are not copyedited and are the sole responsibility of the authors, so questions or comments should be addressed to the corresponding author.Copyright © The Author(s) 2020. Background:
People with diabetes have an increased risk of developing active tuberculosis (TB) and are more likely to have poor TB-treatment outcomes, which may impact on control of TB as the prevalence of diabetes is increasing worldwide. Blood transcriptomes are altered in patients with active TB relative to healthy individuals. The effects of diabetes and intermediate hyperglycemia (IH) on this transcriptomic signature were investigated to enhance understanding of immunological susceptibility in diabetes-TB comorbidity.
Methods:
Whole blood samples were collected from active TB patients with diabetes (glycated hemoglobin [HbA1c] ≥6.5%) or IH (HbA1c = 5.7% to <6.5%), TB-only patients, and healthy controls in 4 countries: South Africa, Romania, Indonesia, and Peru. Differential blood gene expression was determined by RNA-seq (n = 249).
Results:
Diabetes increased the magnitude of gene expression change in the host transcriptome in TB, notably showing an increase in genes associated with innate inflammatory and decrease in adaptive immune responses. Strikingly, patients with IH and TB exhibited blood transcriptomes much more similar to patients with diabetes-TB than to patients with only TB. Both diabetes-TB and IH-TB patients had a decreased type I interferon response relative to TB-only patients.
Conclusions:
Comorbidity in individuals with both TB and diabetes is associated with altered transcriptomes, with an expected enhanced inflammation in the presence of both conditions, but also reduced type I interferon responses in comorbid patients, suggesting an unexpected uncoupling of the TB transcriptome phenotype. These immunological dysfunctions are also present in individuals with IH, showing that altered immunity to TB may also be present in this group. The TB disease outcomes in individuals with IH diagnosed with TB should be investigated further.European Union’s Seventh Framework Programme (FP7 2007-2013 - Health) under grant agreement No 305279
Point of care HbA1c level for diabetes mellitus management and its accuracy among tuberculosis patients: a study in four countries
BACKGROUND: Diabetes mellitus (DM) is common among tuberculosis (TB) patients and often undiagnosed or poorly controlled. We compared point of care (POC) with laboratory glycated haemoglobin (HbA1c) testing among newly diagnosed TB patients to assess POC test accuracy, safety and acceptability in settings in which immediate access to DM services may be difficult.
METHODS: We measured POC and accredited laboratory HbA1c (using high-performance liquid chromatography) in 1942 TB patients aged 18 years recruited from Peru, Romania, Indonesia and South Africa. We calculated overall agreement and individual variation (mean ± 2 standard deviations) stratified by country, age, sex, body mass index (BMI), HbA1c level and comorbidities (anaemia, human immunodeficiency virus [HIV]). We used an error grid approach to identify disagreement that could raise significant concerns.
RESULTS: Overall mean POC HbA1c values were modestly higher than laboratory HbA1c levels by 0.1% units (95%CI 0.1–0.2); however, there was a substantial discrepancy for those with severe anaemia (1.1% HbA1c, 95%CI 0.7–1.5). For 89.6% of 1942 patients, both values indicated the same DM status (no DM, HbA1c <6.5%) or had acceptable deviation (relative difference <6%). Individual agreement was variable, with POC values up to 1.8% units higher or 1.6% lower. For a minority, use of POC HbA1c alone could result in error leading to potential overtreatment (n = 40, 2.1%) or undertreatment (n = 1, 0.1%). The remainder had moderate disagreement, which was less likely to influence clinical decisions.
CONCLUSION: POC HbA1c is pragmatic and sufficiently accurate to screen for hyperglycaemia and DM risk among TB patients