11 research outputs found

    A Registry to regionalized treatment of Unstable Angina/Non-ST Elevation Myocardial Infarction

    Get PDF
    multicentre Registry to access the current usage of antiplatelet therapy was conducted recently in Indonesia, that can be found in the current edition of this journal. 1 This was the only registry conducted in Indonesia and this was the only one that try to see the current compliance of the anti-platelet therapy in patients with Unstable Angina / Non-ST Elevation Myocardial Infarction not undergoing PCI procedure in Indonesia. This was very relevant since there is a surge of this diseases in the last decade and more cardiologist worked in the area and also there is more cath lab available to do invasive therapy. Such a facility should be used appropriately and efficiently as not to overburden the available resources both in time and economic aspect, especially in the era of BPJS (universal Health Coverage) which already use up much of these resources. The BPJS program is an ideal program which give treatment to the majority of people but since the resources is limited it is the duty of the government not to use it indiscriminately and as efficient as possible so it can be delivered to the right people according to its priority. As Indonesia is comprised of large area with thousands of Islands and many population that are devided of many subethnics that are different in man

    Drug Eluting Stent dan pemakaian Off-label

    Get PDF
    Revaskulasisasi koroner dengan PCI (Percutaneous Coronary Intervention) merupakan suatu cara yang sudah diterima sebagai alternatif bedah dalam mengatasi Penyakit Jantung Koroner (PJK). Pemakaian Stent mempertinggi keberhasilan PCI namun tidak berhasil menghilangkan “the Achilles heel of PCI” berupa restenosis yang mengganjal keberhasilan jangka dekat dan panjang. Stent dengan penyalut obat (DES) berhasil mengurangi insidens restenosis menjadi amat kecil sehingga meningkatkan keberhasilan PCI dalam mengatasi PJK.Pemakaian DES kemudian amat meningkat dan menimbulkan kejadian fatal yang disebabkan karena kematian karena terjadinya trombosis. Sejak FDA di Amerika sekitar bulan Februari 2003 mengizinkan pemakaian DES dengan obat Sirolimus dan Paclitaxel, pemakaian DES diindikasikan hanya pada penderita2 tertentu dengan lesi de novodengan panjang < 30 mm dan diameter antara 2.5 sampai 3.5 mm sesuai dengan data2 yang didapat pada penelitian awal

    Pelatihan Intervensi Non-Bedah

    Get PDF
    Sejak dimulainya upaya untuk melihat gambaran sistim vaskuler yang dipelopori oleh Forsman dengan memasukkan kateter kedalam pembuluh darah dan melakukan tindakan angiografi ventrikel dan kemudian angiografi yang lebih selektif pada pembuluh koroner oleh Sones, metoda perkutan oleh Seldinger, maka tindakan yang sifatnya invasif ini amat membantu dalam memberikan data pendukung untuk mengelola berbagai kelainan kardiovaskular melalui cara-cara pembedahan. Dengan berkembangnya teknologi untuk mendapatkan “gambaran” (image) yang lebih baik maka kemudian berkembang pula tindakan-tindakan yang sifatnya lebih kearah pengobatan baik paliatif maupun definitif yang komplementer dengan pembedahan.Inovasi dari teknologi yang lebih akurat dalam imaging serta berkembangnya alat-alat bantu dalam mengatasi berbagai kelainan kardiovaskular struktural (katup), bawaan (ASO = Amplatzer Septal Occluder, ADO = Amplatzer Duct Occluder, AVO = Amplatzer Ventricle Occluder), kelainan struktural lain terutama katup maupun koroner (PCI) maupun vaskular memerlukan pula keterampilan dari operator dalam mencapai hasil yang optimal

    Ko ? en ? ar 73 Jurnal Kardiologi Indonesia J Kardiol Indones. 2012;33:73-4 ISSN 0126/3773 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 33, No. 2 • April - Juni 2012 Lemak dan Penyakit Kardiovaskular: Adakah lemak yang “baik”?

    Get PDF
    Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Obesitas abdominalis atau obesitas sentral secara lebih spesifik merupakan faktor risiko yang bila disertai resistensi insulin merupakan gambaranutama dari sindroma metabolik. Pada keadaan ini perubahan yang terjadi adalah akibat dis-fungsi adiposit yang menyebabkan kondisi inflamasi menahun. Disfungsi adiposit memberikan gambaran adanya disfungsi adipokin yaitu suatu sitokin yang diproduksi oleh adiposit.Pada keadaan disfungsi, adiposit mensekresi adipokin berlebihan yang bersifat aterogenik, proinflamasi dan prodiabetik. Di lain pihak terjadi penurunan sekresi adiponektin yang merupakan sitokin anti inflamasi.Lukito dalam thesisnya memperlihatkan adanya korelasi positif antara disfungsi adiposit dengan kal-sifikasi arteri koroner pada penderita obesitas sentral non diabetik. Kalsifikasi arteri koronermemberikan petunjuk terjadinya deposit kalsium pada dinding arteri koroner dan dianggap sebagai suatu proses aktif dari aterosklerosis yang mempunyai nilai prognostik. Akan tetapi dalam kenyataannya terdapat juga penderita obesitas sentral yang tidak mempunyai hubungan nyata dengan kalsifikasi arteri koroner.Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Obesitas abdominalis atau obesitas sentral secara lebih spesifik merupakan faktor risiko yang bila disertai resistensi insulin merupakan gambaranutama dari sindroma metabolik. Pada keadaan ini perubahan yang terjadi adalah akibat dis-fungsi adiposit yang menyebabkan kondisi inflamasi menahun. Disfungsi adiposit memberikan gambaran adanya disfungsi adipokin yaitu suatu sitokin yang diproduksi oleh adiposit.Pada keadaan disfungsi, adiposit mensekresi adipokin berlebihan yang bersifat aterogenik, proinflamasi dan prodiabetik. Di lain pihak terjadi penurunan sekresi adiponektin yang merupakan sitokin anti inflamasi.Lukito dalam thesisnya memperlihatkan adanya korelasi positif antara disfungsi adiposit dengan kal-sifikasi arteri koroner pada penderita obesitas sentral non diabetik. Kalsifikasi arteri koronermemberikan petunjuk terjadinya deposit kalsium pada dinding arteri koroner dan dianggap sebagai suatu proses aktif dari aterosklerosis yang mempunyai nilai prognostik. Akan tetapi dalam kenyataannya terdapat juga penderita obesitas sentral yang tidak mempunyai hubungan nyata dengan kalsifikasi arteri koroner

    Balloon Mitral Valvulotomy (BMV): Mengapa Resistensi Paru Tidak Selalu Menurun?

    Get PDF
    Mitral stenosis merupakan kelainan yang di negara kita masih merupakan masalah, terutama mengakibatkan menurunnya kemampuan fisik seseorang sehingga mengurangi kualitas hidup yang diinginkan. Hal ini disebabkan masih prevalennya demam rematik akutpada anak-anak yang tidak diobati dengan memadai dengan sekuele utamanya mengenai katup mitral. Salah satu akibat dari mitral stenosis adalah meningkatnya tekanan pada sirkulasi paru akibat bendungan pada system vena paru dan menimbulkan hipertensi pulmonal. Meskipun upaya untuk menghilangkan penyempitan katup baik dengan intervensi bedah maupun non bedah dengan Balloon Mitral Valvuloplasty (BMV) mendapatkan hasil yang baik dengan menghilangkan penyempitan pada aliran paru, namun tidak semua penderita yang menjalani upaya ini dapat kembali normal dari segi morbiditas karena fisiologi yang normal tidak semuanya dapat kembali berjalan terutama pada penderita-penderita lanjut yang terlalu lama mengalami abnormalitas dari fisiologi aliran paru

    Peran Fibrinogen dan hs-CRP sebagai biomarker pada Penyakit Jantung Koroner

    Get PDF
    Sindroma Koreoner Akut (SKA) yang merupakan penyebab kematian utama dari Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu sindroma yang kompleks dengan penyebab multiple, sehingga upaya pengobatan akan lebih efektif jika ditujukan pada penyebab yang mendasarinya. Penyebab utama SKA meliputi: (1) adanya rupture plak disertai trombosis akut, (2) obstruksi mekanik yang progresif, (3) inflamasi, (4) adanya angina tak stabil sekunder dan (5) adanya obstruksi yang dinamik (vaso-konstriksi).1 Masing-masing penyebab ini saling menyumbang dan memberikan gambaran klinis yang berbeda satu sama lain sesuai dengan variasi kombinasi penyebab. Keadaan itu mempengaruhi strategi pengobatan yang berbeda pula. Pemberian vasodilator seperti nitrat, obat penyekat kalsium amat berguna jika penyebab utamanya suatu vasokonstriksi dinamik. Pemberian statin yang berfungsi sebagai antiinflamasi mungkin dapat berguna pada penderita dengan komponen inflamasi yang dominan

    Ischemia Modified Albumin levels in patients with Stable Angina Pectoris who underwent Percutaneous Coronary Intervention

    Get PDF
    Background. Ischemia Modified Albumin (IMA) is a biomarker of myocardial ischemia. Blood levels of IMA rise in patients who develop ischemia during percutaneous coronary intervention (PCI). This study evaluated the relation between IMA levels and variables of procedure during coronary angioplasty such as number of balloon inflations, inflation pressure and duration of inflations in patients with stable angina pectoris who underwent PCI. Methods and results. Twenty three consecutive patients (21 men and 2 women), range of age 41 to 80 years old with stable angina pectoris underwent elective PCI between March to April 2006. Blood samples were drawn from femoral or radial artery sheath 10 minutes before PCI and 10 minutes after the last balloon inflation for IMA levels measurement. IMA levels increased positive from 95.26+8.44U/mL before PCI to a level 135.07+18.80U/mL after PCI (p<0.0001). All of the patients used stents except in 2 cases. There are significant correlation between elevation of IMA levels with number of balloon inflation (r=0.59;p=0.003), total pressure inflation (r=0.48;p=0.02) and total duration of balloon inflation (r=0.48;p=0.02). Conclusion. Ischemia Modified Albumin (IMA) levels significantly elevated after percutaneous coronary angioplasty (PCI). There were positive correlation between numbers of inflations, total pressure and total duration of balloon inflations

    Perubahan Nilai Aggregasi Platelet Pada Penderita Sindrom Koroner Akut dengan Terapi Enoxaparine dibandingkan dengan Terapi Heparin Tak Terfraksinasi

    No full text
    Tujuan dan Latar Belakang: Pengaruh heparin tak terfraksinasi (UFH) terhadap platelet dapat menyebabkan platelet inhabitasi atau ativasi. Menginhibsi platelet melalui ikatan heparin - AT III dapat mengurangi produksi tromblin. Pengaruh heparin pada fungsi platelet dapat meningkatkan produksi tomboxan A2 dan inhibitasi produksi dari prostacyclin I2. Percobaan ini didesain untuk meneliti pengaruh UFH atau enoxaparine pada aggregasi platelet pada pasien dengan sindrom koroner akut.Metoda: Penelitian ini melibatkan 33 pasien dengan sindrom koroner, 17 pasien menerima UFH dan 16 pasien menerima enoxaparine. Penelitian ini merupakan penelitian acak yang terbuka. Penelitian aggregasi platelet dilakukan terhadap semua pasien sebelum dan setelah 5 hari pemberian UFH atau enoxaparine. Peneliti menggunakan program komputer SPSS versi 10\0 untuk menganalisa data.Hasil: Aggregasi platelet menurun pada kelompok enoxaparun dari 29,5+11,8% ke 21,6+10,3%, p=0,04 (dengan 5 um ADP) dan dari 44,1+16% ke 33,6+10,8%, p=0,04 (dengan 10 um ADP). Dalam kelompok UFH dari 25,7+13,5% ke 22,6+12,5%, p=0,46 (dengan 5 um ADP) dan 39,2%+14,4% ke 37,4+14,3%, p=0,45 (dengan 10 um ADP).Kesimpulan: Terjadi penurunan aggregasi platelet pada pasien dengan sindroma koroner akut yang mendapatkan terapi enoxaparine tapi tidak pada pasien yang mendapatkan terapi UFH

    Pengaruh Angioplasti Koroner Terhadap perubahan Dispersi QT Pasca Infark Miokard

    No full text
    Latar Belakang: Artimia ventrikular adalah penyebab yang paling umum dari kematian jantung mendadak dalam pasca infark miokard (IM). Banyak tanda-tanda dari kematian jantung mendadak pasca infark miokard yang telah dikenali. Salah satu dari tanda-tanda ini adalah dispersi QT yang meningkat pada kejadian iskhemia. Penelitian terdahulu mengungkapkan korelasi antara dispersi QT dan artimia ventrikular. Kami mengevaluasi pengaruh dari angioplasti koroner pada dispersi QT pada penderita pasca-IM. Metoda dan Hasil: Kami mengukur QT dan mengoreksi dispersi QT (QTc) sebelum angiopati, 24 jam dan 33 hari setelah prosedur. 37 Pasien diikutsertakan dalam penelitian ini, tetapi hanya 24 pasien yang dapat dianalisa. Garis acuan dispersi QT adalah 101,67+38,75 (115,02+36,82) ms. Berlainan halnya dengan dispersi QT, dispersi QT yang terkoreksi menurun secara bermakna menjadi 94,50+36,05 ms (p=0,018 dibanding garis acuan) setelah 24 jam. Evaluasi selanjutnya ditemukan bahwa dispersi QT tidak berubah terhadap garis acuan setelah 33 hari. Kesimpulan: Disimpulkan bahwa dispersi QT (QTc) pada pasien pasca-IM tidak menurun setelah angioplasti dengan berhasil

    Left-sided approach of AV junction ablation for drug refractory atrial fibrillation

    No full text
    <p>AV junction ablation has been proven effective to treat symptomatic atrial fibrillation refractory to antiarrhythmias or fail of pulmonary vein isolation. However, about 15% of conventional right-sided approach AV junction ablation failed to produce complete heart block. This study aimed to characterize His bundle potential at ablation site during conventional or left-sided approach of AV junction ablation. Twenty symptomatic AF patient (age of 60.5 ± 9.28 and 11 are females) underwent conventional AV junction ablation. If 10 applications of radiofrequency energy are failed, then the ablation was performed by left-sided approach. Seventeen patients are successfully ablated by conventional approach. In 3 patients, conventional was failed but successfully ablated by left-sided approach. The His bundle amplitude at ablation site was significantly larger in left-sided than correspondence right-sided (16.0 ± 4.99 mm vs. 6.9 ± 4.02 mm respectively, p = 0.001, 95% CI -14.0 to -4.3). ROC analysis of His bundle potential amplitude recorded from right-sided revealed that cut off point of &gt; 4.87 mm given the sensitivity of 81.3% and specificity of 53.8% for successful right-sided approach of AV junction ablation. In case of failed conventional approach, the left-sided approach is effective for AV junction ablation. An early switch to the left-sided approach may avoid multiple RF applications in patients with a low amplitude His-bundle potential (&lt; 4.87 mm). <em><strong>(Med J Indones 2006; 15:109-14)</strong></em></p><p><strong>Keywords:</strong> <em>Atrial fibrillation, AV junction ablation, left-sided approach</em></p
    corecore