50 research outputs found

    Berpetualang ke Karawang Yuuk!

    Get PDF
    Dalam buku Seri Jejak Purbakala kali ini, Kak Arki akan mengajak kalian berpetualang ke masa lalu di daerah Karawang. Kalian akan Kak Arki ajak memecahkan misteri tentang asal usul leluhur kita yang berada di Karawan

    Ke gua harimau, siapa taku?: rumah peradaban OKU

    Get PDF
    Rumah Peradaban merupakan ruang atau kegiatan pembelajaran, pencerdasan, pengayaan, dan pencerahan tentang peradaban masa lampau dalam membangun peradaban bangsa yang lebih maju dan berkepribadian di masa sekarang. Puslit Arkenas membangun “Rumah-Rumah Peradaban” untuk memasyarakatkan sejarah dan nilai- nilai peradaban bangsa dari awal pertumbuhannya hingga sekarang. “Belajar dari masa lampau”, itulah landasan konsep Rumah Peradaban. Nilai dan capaian-capaian masa lalu di bumi Nusantara perlu diteliti dan diaktualisasikan untuk dasar peradaban masa kini, sekaligus sumber inspirasi dan pengembangan dalam membangun bangsa yang berkeindonesiaan ke depan

    Rumah peradaban Meldasari

    Get PDF
    Puslit Arkenas membangun “Rumah-Rumah Peradaban” untuk memasyarakatkan sejarah dan nilainilai peradaban bangsa dari awal pertumbuhannya hingga sekarang. Salah satu di antaranya adalah Rumah Peradaban Medalsar

    Laporan Ekskavasi Terhadap Situs Rakkoe: Situs Toala yang Baru Dangan Seni Pahat di Lembah Bomboro, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

    Get PDF
    Kumpulan pra-Neolitik di Sulawesi Selatan didominasi oleh endapan dari periode Toala, namun demikian sifat dan luas teknokultur Toala masih mengandung teka-teki. Hingga saat ini, kronologi dari teknologi Toala masih belum jelas dan belum ada karya seni yang bisa dikaitkan dengan periode ini, meskipun terdapat seni gua dengan gambar cadas di wilayah Karst Kabupaten Maros dan Pangkep. Ekskavasi dilakukan di ceruk Leang Rakkoe, di Lembah Bomboro Maros, dengan tujuan untuk membantu mengklarifikasi masalah ini. Sementara itu, endapan tersebut terbukti tidak stabil dan tidak bisa dilakukan penanggalan, penggalian ini memberikan wawasan baru tentang teknik pembuatan artefak batu Toala pada situs dengan contoh-contoh seni pahat yang sebelumnya tidak didokumentasikan. South Sulawesi's pre-Neolithic assemblages are dominated by Toalean-period cultural deposits, however the nature and extent of the Toalean technoculture continues to be enigmatic. To date, the chronology of Toalean technology remains unclear, and no art has yet been attributed to this period despite the rich cave art of the karst region of the Maros and Pangkep regencies. An excavation was conducted at Leang Rakkoe rockshelter, in the Bomboro Valley of Maros, in the hope that it could help clarify these issues. While the deposits proved unstable and could not be directly dated, the excavation did provide new insights into Toalean stone artefact manufacture techniques at a site containing previously-undocumented examples of engraved art

    Recent Rock Art Research on East Seram, Maluku: A key site in the rock art of West Papua and South East Maluku

    Get PDF
    Gambar cadas di Indonesia mulai diteliti sejak sebelum abad 20. Sejumlah publikasi ilmiah sebelumnya mencatat keberadaan situs gambar cadas di Pulau Seram, Provinsi Maluku yaitu di tebing Sawai dan Sungai Tala. Survei arkeologi terkini di kawasan Seram Timur dan Seram Laut yang dilakukan oleh gabungan Tim Peneliti Indonesian-American berhasil menemukan Situs gambar cadas baru di pesisir Seram Timur. gambar cadas ini terlukiskan di permukaan dinding tebing bernama lokal tebing Watu Sika. Gambar cadas di Situs Watu Sika tampak mirip dengan sejumlah situs gambar cadas lainnya di Indonesia Timur yang sebagian besar terlukis di dinding tebing karst sepanjang wilayah pesisir. Penelitian ini menggunakan metode perekaman verbal dan piktorial dibantu aplikasi Dstretch untuk memperjelas gambar-gambar agar mudah diidentifikasi. Penelitian ini menganalisis sejumlah pola figuratif dan non figuratif pada motif-motif gambar cadas di Situs Watu Sika. Hasil identifikasi terhadap sejumlah motif gambar cadas di situs ini diketahui terdapat motif gambar cadas berbentuk figur manusia, hewan, ikan, perahu, hand stencils negatif, dan pola geometris. Penelitian ini juga membahas analisis latar belakang konteks sosial terhadap tradisi gambar cadas di wilayah sekitarnya, yaitu wilayah Laut Banda. Berdasarkan jaringan persebaran temuan gambar cadas di Indonesia Timur, maka menghasilkan pengetahuan baru bahwa analisis data sementara ini menunjukkan Situs Watu Sika merupakan kunci penghubung jalur persebaran gambar cadas yang berasal dari wilayah barat ke dua jalur, pertama jalur ke arah Timur Laut, yaitu wilayah Papua dan Jalur ke Selatan, yaitu ke arah Kepulauan di sekitar Laut Banda. Rock art in Indonesia has been investigated before the 20th century. A number of previous scientific publications noted the existence of rock art sites on Seram Island, Maluku Province, which was on the cliff of Sawai and Tala River. Recent archaeological surveys in the area of East Seram and Seram Laut conducted by a joint Indonesian-American Research Team discovered a new rock art site in the coast of East Seram. The rock art is painted on the cliff wall which is called by the locals as Watu Sika. Rock art on the Watu Sika Site is similar to a number of rock art at other sites in Eastern Indonesia which were mostly painted on karstic cliffs along the coast. This study used verbal and pictorial recording methods using the Dstretch application to clarify images to support identification. This study analyzed a number of figurative and non-figurative patterns of rock art motifs at Watu Sika Site. The results of the identification of a number of rock art motifs on this site show that there are several patterns including figures of human, animal, fish, boats, negative hand stencils, and geometric patterns. This study also discussed an analysis of the social context background of rock art tradition in the surrounding region, particularly at the Banda Sea region. Based on the distribution network of rock art findings in eastern Indonesia, new insights are generated that this interim data analysis show that Watu Sika Site is the key to connecting the distribution path of rock art originating from the western region into two lanes. The first lane to the Northeast, which is the Papua region and South Lane, expanding towards the Islands around the Banda Sea

    Teknologi Litik di Situs Talimbue, Sulawesi Tenggara: Teknologi Berlanjut dari Masa Pleistosen Akhir Hingga Holosen.

    Get PDF
    Abstract.  The  Lithic  Technology  at  Talimbue  Site,  Southeast  Sulawesi:  Continuing  Technology from Late Pleistocene up to Holocene Periods. The Talimbue site at Southeast Sulawesi is packed with  lithic  and  these  offer  a  new  perspective  on  the  lithic  technology  of  Sulawesi.  The  absence  of information  on  the  prehistoric  lithic  technology  of  Southeast  Sulawesi  is  a  factor  of  interest  that makes  research  on  knowledge  of  the  Talimbue  site  necessary.  Lithic  artefacts  were  manufactured from  the  terminal  Pleistocene  to  the  Late  Holocene.  This  research  will  disentangle  the  details  of the lithic technology at the Talimbue Site. The analyzed flaked stone artefacts fall into 3 categories, which are retouched flakes, debitage and cores. For its part, debitage was classified into 3 categories, which are complete flakes, broken flakes and debris. The retouch index was also measured so as to provide a quantitative estimate of the level of retouch intensity of the retouched flakes. The results of  the  analysis  indicate  changes  in  the  stone  flake  technology  during  the  period  of  occupation  of the Talimbue Site. The change of technology occurs because the process of adaptation caused by a change of environment. Abstrak. Temuan  litik  yang  sangat  padat  di  Situs  Talimbue  di  Sulawesi  Tenggara  menunjukkan sebuah persepektif baru dalam kajian teknologi litik di Sulawesi. Kekosongan informasi teknologi litik masa prasejarah di wilayah Sulawesi Tenggara adalah hal yang menarik dikaji dalam penelitian di Situs Talimbue. Artefak litik digunakan dari masa Pleistosen Akhir hingga masa Holosen Akhir. Penelitian ini akan menguraikan secara detail bagaimana teknologi litik di Situs Talimbue. Artefak batu diserpih yang dianalisis menjadi 3 kategori, yaitu serpih diretus, serpihan dan batu inti. Serpihan kemudian  diklasifikasi  menjadi  3  kategori,  yaitu  serpih  utuh,  serpih  rusak  dan  tatal.  Pengukuran indeks retus juga dilakukan bertujuan untuk mengestimasi secara kuantitatif tingkat intensitas retus terhadap serpih yang telah diretus. Hasil penelitian menunjukkan perubahan teknologi artefak batu diserpih terjadi selama masa hunian di Situs Talimbue. Perubahan teknologi terjadi karena adanya proses adaptasi yang disebabkan oleh perubahan lingkungan

    The Development of Pottery Making Traditions and Maritime Networks during the Early Metal Age in Northern Maluku Islands

    Get PDF
    Abstrak. Perkembangan Tradisi Pembuatan Tembikar dan Jejaring Maritim pada Masa Logam Awal di Bagian Utara Kepulauan Maluku.Selama masa Neolitik atau Jaman Logam Awal setelah 2300 sampai 2000 tahun BP di Wallacea, migrasi manusia dan jaringan maritim menjadi lebih berkembang. Melalui bukti linguistik, misalnya, trans-migrasi oleh kelompok berbahasa Austronesia dan kelompok berbahasa Papua atau bukti arkeologi seperti perluasan dan pengembangan tembikar yang memiliki kemiripan membuat tradisi ini menjadi bukti sejarah adanya perdagangan rempah-rempah dengan China, India dan lebih jauh ke arah Barat lainnya dalam studi kasus di Maluku. Kedatangan budaya logam (baik perunggu maupun besi) dan bahan kaca dinilai penting karena mungkin menunjukkan pengembangan lebih lanjut jaringan migrasi dan perdagangan manusia yang aktif di wilayah ini. Dengan berpijak pada pemahaman tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti-bukti kedatangan budaya logam di Maluku Utara sebagai indikasi jaringan migrasi dan perdagangan masa lalu. Ekskavasi sebagai pendekatan penelitian dilakukan pada situs baru di Maluku Utara antara tahun 2012-2014. Hasil penelitian menemukan bahwa Situs terbuka Gorua di pesisir timur laut Pulau Halmahera (Kabupaten Tobelo) merupakan salah satu dari situs-situs tersebut yang berumur sekitar 2300-2000 tahun BP (atau 300-50 SM). Sekaligus menjadi penanda perkembangan pembuatan tembikar dan pola jaringan maritim di Kawasan Maluku Utara pada masa Paleometalik/Perundagian. Abstract. During the post Neolithic times or Early Metal Age, after 2300 to 2000 years BP, in Wallacea human migrations and maritime networks were more developed. Through linguistic evidence, for instance the trans-migration by Austronesian language speaking groups and Papuan language speaking groups, or archaeological evidences such as expansion and development of similar pottery, make the traditions a historical evidence for the spice trade with China, India, and further West for the Maluku case. The arrival of metal (both bronze and iron) and glass materials is also considered important due to the fact that it possibly shows further development of active human migrations and trade networks in that region. On the basis of such backgrounds and understanding, the aim of this research is to uncover evidences of the arrival of metal culture in Northern Maluku as an indication of migration and trade networks in the past. Excavations as research approach were carried out at some new sites in Northern Maluku during 2012-2014. Results show that an open site, Gorua, on the eastern coast of Halmahera Island (Tobelo Regency) is one of the sites, which dates to around 2300-2000 years BP (or 300-50 BC). It also marks the development of pottery-making and the pattern of maritime network within the Northern Maluku Islands during the Early Metal Age

    Artefak Batu Preneolitik Situs Leang Jarie: bukti teknologi Maros point tertua di kawasan budaya Toalean, Sulawesi Selatan

    Get PDF
    The Preneolithic Stone Artefact of Leang Jarie Site: The Oldest Evidence of Maros Point  Technology in the Toalean Culture Region, South Sulawesi. Maros Point is one type of flake tool that shows characteristics of the techno-complex Toalean from South Sulawesi. Early emergence of the Toalean Culture phase is still debated, but most experts agree that this tool only appeared no more than 4000 years ago and is positioned include with pottery or Neolithic period. The Maros Point is considered to be made by the early occupants of Sulawesi after the arrival and contact with Austronesian speakers migration in South Sulawesi. The problem is that the results of the latest research are contrary to previous opinions. This paper aims to show new evidence of excavation at the Leang Jarie Site, as the oldest Maros Point technology ca. 8,000 years ago in the Toalean Cultural Region. Maros Point is made simpler with the support flake without using reduction pattern of flake-blade technology. Flakes with an asymmetrical shape can also be utilized as long as it have a pointed and thin tip. The "backed" retouched technique is also used to maximize flakes with steep sharp edges. Thus, the phase of Toalean Culture compiled by previous studies needs to be reviewed and the presence of Maros Points can no longer be used as a marker of the youngest phase. Maros Point is produced from the early holocene or Preneolithic Period and has possibility its continuation until Neolithic period.Maros Point adalah salah satu tipe alat serpih yang menunjukkan karakteristik teknokompleks budaya Toalean dari Sulawesi Selatan. Awal munculnya masih diperdebatkan. Namun, sebagian besar ahli sepakat bahwa alat ini baru muncul tidak lebih dari 4.000 tahun yang lalu dan diposisikan sekonteks dengan tembikar atau masa neolitik. Maros Point dianggap dibuat oleh penghuni awal Sulawesi setelah kedatangan dan kontak dengan migrasi penutur Austronesia di Sulawesi Selatan. Permasalahannya adalah hasil penelitian terbaru justru bertentangan dengan pendapat sebelumnya. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bukti baru dari penggalian di situs  Leang Jarie, sebagai teknologi Maros Point paling tua berumur ca. 8.000 tahun lalu di kawasan budaya Toalean. Maros Point dari masa preneolitik dibuat lebih sederhana dengan dukungan serpih tanpa harus menggunakan pola penyerpihan teknologi serpih bilah. Serpih dengan bentuk yang tidak simetris pun dapat dimanfaatkan selama memiliki ujung runcing dan tipis. Teknik peretusan “dipunggungkan” juga digunakan untuk memaksimal serpih dengan tepian tajaman yang terjal. Dengan demikian, fase budaya Toalean yang disusun oleh penelitian sebelumnya perlu ditinjau ulang dan kehadiran Maros Point tidak bisa lagi dijadikan sebagai penanda fase paling muda. Maros Point diproduksi dari awal holosen atau preneolitik dan mungkin terus berlanjut hingga masa neolitik

    Amerta: jurnal penelitian dan pengembangan arkeologi vol. 35, no. 2, Desember 2017

    Get PDF
    AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi merupakan sarana publikasi dan informasi hasil penelitian dan pengembangan di bidang arkeologi dan ilmu terkait. Jurnal ini menyajikan artikel orisinal, tentang pengetahuan dan informasi hasil penelitian atau aplikasi hasil penelitian dan pengembangan terkini dalam bidang arkeologi dan ilmu terkait seperti kimia, biologi, geologi, paleontologi, dan antropologi. Sejak tahun 1955, AMERTA sudah menjadi wadah publikasi hasil penelitian arkeologi, kemudian tahun 1985 menjadi AMERTA, Berkala Arkeologi. Sesuai dengan perkembangan keilmuan, pada tahun 2006 menjadi AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. Pengajuan artikel di jurnal ini dilakukan secara online ke http://jurnalarkeologi.kemdikbud. go.id/index.php/amerta. Informasi lengkap untuk pemuatan artikel dan petunjuk penulisan terdapat di halaman akhir dalam setiap terbitan. Artikel yang masuk akan melalui proses seleksi Dewan Redaksi. Semua tulisan di dalam jurnal ini dilindungi oleh Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Mengutip dan meringkas artikel; gambar; dan tabel dari jurnal ini harus mencantumkan sumber. Selain itu, menggandakan artikel atau jurnal harus mendapat izin penulis. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, diedarkan untuk masyarakat umum dan akademik baik di dalam maupun luar negeri

    Author Correction: Craniometrics Reveal "Two Layers" of Prehistoric Human Dispersal in Eastern Eurasia

    Get PDF
    Correction to: Scientific Reports https://doi.org/10.1038/s41598-018-35426-z, published online 05 February 201
    corecore