13 research outputs found
PARAMEDIAN FOREHEAD FLAP FOR RECONSTRUCTION OF THE NOSE
AbstrakPenutupan defek yang ditimbulkan akibat operasi di daerah kepala dan leher umumnya dapat dilakukan dengan penjahitan langsung. Untuk defek yang lebih luas, atau apabila metode penjahitan langsung tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka dapat digunakan flap kulit. Laporan kasus ini bertujuan untuk mendemonstrasikan ke ahli THT-KL, bagaimana forehead flap dapat memperbaiki estetika dan fungsi hidung pada kasus deformitas hidung. Satu kasus deformitas pada hidung, seorang laki-laki berusia 69 tahun dengan riwayat basalioma di daerah hidung. Pada pasien dilakukan rekonstruksi hidung dengan menggunakan forehead flap. Rekonstruksi hidung menggunakan forehead flap dapat mengurangi defek pada deformitas hidung. Diperlukan analisis wajah terutama daerah hidung untuk menentukan jenis dan posisi dari flap kulit yang tepat.AbstractA Defect following head and neck surgery can often be closed using the technique of direct suture. For larger defects or in situations where direct suture is neither applicable, surgical defect in the head and neck especially at the nose, can be filled by local skin flaps. The case was reported in order to demonstrate to Otorhinolaryngology Head and Neck surgeons on how the forehead flap could restore the aesthetic and function of the nose in nasal deformity case. One case of the nasal deformity was reported in a 69 years old man with history of basal cell carcinoma on the nose. This patient was managed using the forehead flap for nasal reconstruction purpose. The employment of this technique could reduce the defects of nasal deformity. Facial analysis particularly nasal area is necessary to determine the exact kind and position of skin flap.<br /
PARAMEDIAN FOREHEAD FLAP FOR RECONSTRUCTION OF THE NOSE
AbstrakPenutupan defek yang ditimbulkan akibat operasi di daerah kepala dan leher umumnya dapat dilakukan dengan penjahitan langsung. Untuk defek yang lebih luas, atau apabila metode penjahitan langsung tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka dapat digunakan flap kulit. Laporan kasus ini bertujuan untuk mendemonstrasikan ke ahli THT-KL, bagaimana forehead flap dapat memperbaiki estetika dan fungsi hidung pada kasus deformitas hidung. Satu kasus deformitas pada hidung, seorang laki-laki berusia 69 tahun dengan riwayat basalioma di daerah hidung. Pada pasien dilakukan rekonstruksi hidung dengan menggunakan forehead flap. Rekonstruksi hidung menggunakan forehead flap dapat mengurangi defek pada deformitas hidung. Diperlukan analisis wajah terutama daerah hidung untuk menentukan jenis dan posisi dari flap kulit yang tepat.AbstractA Defect following head and neck surgery can often be closed using the technique of direct suture. For larger defects or in situations where direct suture is neither applicable, surgical defect in the head and neck especially at the nose, can be filled by local skin flaps. The case was reported in order to demonstrate to Otorhinolaryngology Head and Neck surgeons on how the forehead flap could restore the aesthetic and function of the nose in nasal deformity case. One case of the nasal deformity was reported in a 69 years old man with history of basal cell carcinoma on the nose. This patient was managed using the forehead flap for nasal reconstruction purpose. The employment of this technique could reduce the defects of nasal deformity. Facial analysis particularly nasal area is necessary to determine the exact kind and position of skin flap
Terapi Medikamentosa pada Paralisis Saraf Fasialis Akibat Fraktur Tulang Temporal
AbstrakPendahuluan: Paralisis saraf fasialis merupakan salah satu komplikasi fraktur tulang temporal. Fraktur tulang temporal dapat berupa fraktur longitudinal, transversal maupun campuran. Paralisis saraf fasialis lebih banyak ditemukan pada fraktur tulang transversal dibandingkan longitudinal. Penatalaksanaan paralisis saraf fasialis akibat fraktur tulang temporal masih kontroversi, dapat berupa terapi medikamentosa maupun terapi bedah. Metode: Satu kasus paralisis saraf fasialis akibat fraktur temporal longitudinal tahun yang ditatalaksana dengan terapi medikamentosa. Hasil: Terdapat peningkatan fungsi saraf pasialis dengan terapi medikamentosa pada paralisis parsial saraf fasialis akibat fraktur temporal longitudinal. Diskusi: Penatalaksanaan paralisis saraf fasialis akibat fraktur tulang temporal masih merupakan hal yang kontroversial. Pasien dengan paralisis parsial (House Brackmann II-V) cukup dilakukan observasi dan terapi dengan steroid berupa prednison, sedangkan pada paralisis komplit (House Brackmann VI), terapi medikamentosa dengan steroid dapat dikombinasikan dengan terapi bedah berupa dekompresi atau grafting. Pertimbangan untuk melakukan pembedahan tergantung dari pemeriksaan CT Scan dan tes elektrofisiologisKata kunci: Paralisis saraf fasialis, fraktur tulang temporal, terapi medikamentosaAbstractFacial nerve paralysis is one of the temporal bone fracture complications. Temporal bone fracture is classified as longitudinal, transversal and mixed type. Facial nerve paralysis is more common in transversal rather than longitudinal type. The treatment of facial nerve paralysis due to temporal bone fracture still remain controversial, whether its medical therapy or surgical approach.Methode: One case of facial nerve paralysis caused by longitudinal type of temporal bone fracture has been treated by medical therapy. Result: There is an increase of facial nerve function treated with medical therapy in a case of partial nerve paralysis due to longitudinal type of temporal bone fracture. Discussion: Management of facial nerve paralysis due to temporal bone fracture is still controversial. Patient with partial paralysis (House Brackmann II-V) treated with observation and medical therapy using steroid, whereas complete paralysis (House Brackmann VI) treated with medical therapy using steroid, combine with decompression and grafting surgery. Considerations for surgery depend on computed tomography and electrophysiology examination.Keywords: Facial nerve paralysis, temporal bone fracture, medical therap
Augmentasi Silikon pada Hidung Pelana
AbstrakHidung pelana merupakan salah satu tantangan dalam bedah rinoplasti. Hidung pelana dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi dan iatrogenik. Pembedahan bertujuan untuk mengoreksi kelainan bentuk fisiologi serta meningkatkan aspek estetik dan emosional. Metode: Satu kasus hidung pelana pada anak perempuan usia 14 tahun yang yang telah ditatalaksana dengan rinoplasti eksterna dan augmentasi silikon. Hasil: Terdapat perbaikan kosmetik pada hidung pelana. Diskusi: Tujuan utama penatalaksanaan hidung pelana adalah meningkatkan penampilan hidung dengan mempertahankan fungsi hidung.Kata kunci: hidung pelana, rinoplasti eksterna, silikonAbstractSaddle nose is one of the most challenging in all of rhinoplasty surgery. Saddle nose may be caused by many factors: traumatism, infection and iatrogenic. Surgical intervention is required to correct the anatomic and physiologic disorder andd improve the aesthetic and emotional aspect. Methods: A case of saddle nose in a 14 years olg girl had been treated by external rhinoplasyi and augmentation of of silicone. Results: There cosmetic repairs on the saddle nose . Discussion: The main objective the management of saddle nose was to improve the appearance of the nose and maintain nasal function.Keywords: saddle nose, open rhinoplasty, silicon
Kanaloplasti pada Atresia Liang Telinga Pasca Trauma
AbstrakPendahuluan: Atresia liang telinga didapat adalah suatu kelainan yang jarang terjadi dengan karakteristik pembentukan jaringan fibrosis pada liang telinga. Trauma pada liang telinga pada cedera kepala dapat menyebabkan atresia liang telinga pasca trauma dan menyebabkan tuli konduktif serta terbentuknya kolesteatom di daerah cul de sac sehingga diperlukan tatalaksana dengan pembedahan. Ada beberapa pendekatan teknik pembedahan kanoplasti yaitu dengan pendekatan transkanal, endaural dan postaurikula. Metode: Satu kasus atresia liang telinga didapat pasca trauma yang ditatalaksana dengan kanaloplasti transkanal dan bagian tulang yang terpapar ditutupi dengan flap kulit liang telinga. Hasil : Penyembuhan pasca operasi sangat memuaskan, liang telinga lapang dengan perbaikan fungsi pendengaran. Diskusi : Atresia liang telinga didapat salah satunya dapat disebakan oleh trauma dan dapat menimbulkan penurunan pendengaran. Pembedahan pada atresia liang telinga membutuhkan teknik yang khusus karena rekurensi dapat terjadi. Pembedahan dengan pendekatan transkanal sudah dapat memberikan akses yang adekuat. Bagian tulang liang telinga yang terpapar dapat ditutupi dengan flap ataupun graft kulit dengan vaskularisasi yang adekuat serta diperlukannya pembersihan liang telinga pasca operasi secara cermat dan teratur untuk mencegah rekurensi.Kata kunci: Atresia liang telinga, trauma telinga, kanaloplasti transkanal.AbstractIntroduction : Acquired ear canal atresia is a rare condition that characteristic by fibrotic tissue formation in ear canal. Trauma to the ear canal in head injury can cause post traumatic ear canal atresia with conductive hearing loss and cholesteatom in cul de sac area, so this condition necessary surgery procedure. There are several approaches of canaloplasty that are transcanal, endaural and postauricula approach canaloplasty. Methode : One case of post traumatic ear canal atresia that treated with transcanal approach canaloplasty and ear canal skin flap for closing the exposed bone. Result : satisfactory postoperative ear canal healing, with improvement of hearing function. Discussion: Acquired ear canal can be caused by trauma and can cause hearing loss. Surgery on the ear canal atresia requires special techniques because recurrence may occur. Transkanal surgical approach has been able to provide adequate access. The expose bone of ear canal after fibrotic tissue was removed, can be covered by skin flap or skin graft with adequate vascularity as well as the need for postoperative cleaning of the ear canal thoroughly and regularly to prevent recurrence.Keywords: Ear canal atresia, ear trauma, transcanal canaloplasty
Neurofibroma Telinga Tengah dengan Otitis Media Supuratif Kronis
Pendahuluan: Neurofibroma adalah tumor saraf yang cukup sering dijumpai, tetapi hanya beberapa kasus yang melibatkan telinga tengah yang pernah dilaporkan. Kasus: Dilaporkan seorang perempuan berusia 51 tahun dengan keluhan telinga kiri berair, hilang timbul sejak 30 tahun yang lalu. Pasien dilakukan tindakan timpanomastoidektomi dinding utuh telinga kiri, intraoperatif ditemukan jaringan granulasi beserta jaringan berpapil-papil di liang telinga. Hasil patologi anatomi adalah neurofibroma dengan kalsifikasi. Kesimpulan: Neurofibroma merupakan suatu tumor yang dapat muncul dimana saja di tubuh. Adanya neurofibroma bersamaan dengan OMSK diduga akibat peranan inflamasi yang mencetuskan timbulnya tumor. Tatalaksana dan follow up yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan
Penatalaksanaan Sinus Preaurikuler Tipe Varian Dengan Pit pada Heliks Desenden Postero-Inferior
AbstrakSinus preaurikuler merupakan kelainan kongenital berupa adanya lubang kecil pada telinga luar yangbiasanya terdapat di anterior dari heliks asendens. Disamping lokasi tersebut, sinus preaurikuler juga dapatditemukan posterior dari liang telinga luar yang dikenal sebagai sinus preaurikuler tipe varian. Sinus preaurikulertipe varian merupakan kasus yang jarang dilaporkan. Kebanyakan kasus tidak menunjukkan gejala, sebagianlainnya mengalami masalah infeksi berupa keluarnya cairan, atau terbentuknya abses. Penatalaksanaan sinuspreaurikuler adalah dengan pengangkatan sinus secara lengkap. Kekambuhan merupakan masalah yang dapattimbul jika tidak diangkat secara lengkap.Dilaporkan satu kasus sinus preaurikuler tipe varian dengan pitberada pada heliksdesendens postero-inferior dekatlobulus pada seorang anak laki-laki umur 3 tahun 6 bulan dan ditatalaksana dengan sinektomi.Kata kunci: Sinus preaurikuler, sinus preaurikuler tipe varian, sinektomi.AbstractPreauricular sinusis a congenital malformation that manifests as pit in the extenal ear, usually located in theanterior limb of ascending helix. In additional to these location, preauricular sinus can also be found in the posterior ofthe external ear canal, known as the preauricular sinus with variant type. Preauricular sinus variant type is a rarelyreported. Almost cases are asymptomatic, but others are infectious with discharge or abscess formation. Themanagement of preauricular sinus is excision sinus completely. Recurrence is the problem that happen if the excisionwas not complete.One case of preauricular sinus variant type with pit on the postero-inferior decending helixnearlobulus in a boy 3 years and 6 months old and managed bysinectomy.Keywords: Preauricular sinus, Preauricular sinus variant type, sinecto
Penatalaksanaan Acute Low-tone Sensorineural Hearing Loss
Acute Low-tone Sensorineural Hearing Loss (ALHL) merupakan ketulian mendadak sensorineural pada nada rendah dengan penyebab yang tidak diketahui secara jelas (idiopatik) dan tidak disertai dengan keluhan vertigo. Tujuan: Melaporkan ALHL sebagai salah satu kegawatdaruratan di bagian telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher (THT-KL) yang memerlukan tindakan penanganan yang cepat. Diagnosis dini dan penatalaksanaan segera pada kasus ALHL dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan risiko ketulian permanen pada pasien. Kasus: Dilaporkan seorang pasien perempuan 22 tahun dengan diagnosis Acute Low-tone Sensorineural Hearing Loss telinga kanan. Pasien datang dengan keluhan telinga berdengung, telinga terasa penuh, penurunan pendengaran tanpa disertai dengan pusing berputar. Pasien diberikan terapi kombinasi kortikosteroid dengan terapi tambahan lainnya dan menunjukkan perbaikan komplit dalam 2 minggu terapi. Simpulan: Pemberian terapi yang cepat dan tepat (terapi inisial) dapat memberikan perbaikan yang maksimal pada pasien dengan ALHL. Evaluasi terapi awal sangat berpengaruh terhadap prognosis jangka panjang pasien ALHL, terutama evaluasi pada satu bulan pertama
Diagnosis dan Penatalaksanaan Tragus Asesorius dan Stenosis Liang Telinga pada Hemifasial Mikrosomia
Abstrak Hemifasial mikrosomia (HFM) adalah diagnosis paling sering pada lesi wajah asimmetris dan merupakan kelainan kongenital wajah terbanyak kedua. HFM merupakan malformasi kongenital dimana terdapat defisiensi jaringan lunak dan tulang pada satu sisi wajah dan gangguan perkembangan telinga, terutama telinga luar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. HFM memiliki manifestasi klinis yang beragam, dan dipertimbangkan mendapatkan penatalaksanaan komprehensif yang melibatkan rekontruksi medik luas. . Sebuah kasus hemifasial mikrosomia dengan tragus asesorius dan stenosis liang telinga kanan dilaporkan pada perempuan berusia 13 tahun dan telah dilakukan rekonstruksi tragus dan kanaloplasti. Kata kunci: hemifasial mikrosomia, lesi wajah asimmetris, rekontruksi tragus, kanaloplasti. AbstractHemifacial microsomia (HFM) is the most frequent diagnosis in asymmetry facial lesions and the top second facial congenital lesion. HFM is a congenital malformation in which there is a deficiency of soft tissue and bone on one side of the face and malformation of the ear, especially outer ear. The diagnosis is based on history, physical examination, and radiological finding. HFM had various clinical manifestation and considered to comprehensive management involving extensive medical reconstruction. A hemifacial microsomia case with right tragal assesoria and ear canal stenosis has been reported in girl aged 13 years old and have performed tragus reconstruction and canaloplasty. Keywords: hemifacial microsomia, asymmetrical facial lession, tragus reconstruction, canaloplast