4 research outputs found
Analisis produksi dan harga pokok produk gondorukem dan terpentinstudi kasus di pgt winduaji kph pekalongan barat perum perhutani unit I jawa tengah
Ge1adikarya di PGT Winduaji, KPH Pekalongan Barat bertujuan mengana1isis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi PGT Winduaji; menganalisis struktur biaya dan penentuan harga pokok produk (HPP), serta merumuskan alternatif pemecahan masalah dan implementasinya. Metode yang digunakan adalah analisis terhadap laporan-laporan produksi dan keuangan serta permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan PGT Winduaji. KPH Pekalongan Barat dengan luas kawasan hutan 40,778.1 Ha dan berupa kelas perusahaan hutan pinus seluas 27,601.3 Ha. Areal produktif untuk sadapan (KU III sId VI) ada 16,058.3 Ha dengan perkiraan potensi produksi getah sebanyak 13,384,432 ton per tahun.
PGT Winduaji yang mempunyai tujuan antara lain memanfaatkan potensi produksi getah KPH Pekalongan Barat dibangun tahun 1989 mempunyai kapasitas produksi terpasang 9,000 ton per tahun. Target produksi yang ditetapkan Perum Perhutani Unit I sejak mulai beroperasi tahun 1990 sampai dengan tahun 1993 PGT Winduaji baru mencapai 74.18 % dari kapasitas pabrik. PGT Winduaji berproduksi 24 hari tiap bulan atau 288 hari pertahun. Produktivitas harian berfluktuasi antara 1.8 ton hingga 43.2 ton per hari, produksi pabrik ratarata seharusnya 31.25 ton per hari. Rendemen gondorukem 69.00 %, terpentin 11.25 % dan serasah 2.64 %. Rendemen gondorukem mutu WW masih rendah, yaitu 43.71 %, selebihnya mutu WW sebesar 53.76 % dan mutu N sebesar 0.53 %. Produksi yang rendah karena jatah (alokasi) penyediaan getah oleh Perum Perhutani yang masih rendah, baru 49.7 % dari total produksi getah KPH Pekalongan Barat. Fluktuasi produksi yang tinggi akibat penyediaan, baik jumlah dan mutu yang tidak teratur.
Produktivitas penyadapan getah di KPH Pekalongan Barat baru 83.40 % dari luas durol produktif dan jumlah hasil sadapan sebesar 86.20 % dari target, meskipun target ini masih 20 %-50 % di bawah hasil penelitian Perhutani dan Fakultas Kehutanan IPB tahun 1991 sebesar 1.026-1.749 ton/Ha/tahun. Getah yang diterima PGT Wionduaji tahun 1993 terdiri dari 6,230,916 kg (93.33 %) mutu A dan 444,925 kg (6.67 %) mutu B. Namun menurut kriteria PGT Winduaji getah tersebut dibedakan menjadi mutu A1 tidak ada, 3,782,213 kg (56.65 %) getah mutu A2 , 2,448,992 kg (36.68 %) mutu A3 dan 444,925 kg (6.67 %) mutu B. Getah sebagian besar
dipasok dari tiga BKPH terdekat dengan lokasi PGT, yaitu, BKPH Salem (39.25 %), BKPH Bantarkawung (28.29 %) dan BKPH Peguyangan (14.85 %).
Struktur biaya produksi gondorukem dan terpentin di PGT Winduaji terdiri dari biaya bahan baku (54.35 %), bahan penolong proses dan produk (16.64 %), bahan bakar, pelumas dan listrik (7.21 %), upah langsung dan tidak langsung (4.20 %), administrasi kantor (0.16 %), pemeliharaan gedung, peralatan dan mesin (2.0 %), biaya umum (0.45 %) biaya penghapusan (3.77 %) Biaya pemasaran (4.10 %) dan biaya manajemen perusahaan (5.47 %) HPP gondorukem dan terpentin pada kondisi komponen biaya-biaya produksi yang berlaku ternyata masih memberikan keuntungan yang tinggi bagi Perum Perhutani. Pada tingkat produksi 8,000 ton profit margin sebesar Rp 1,648,524,974 - Rp 1,677,504,974 atau 46.64 % - 47.46 % dari biaya produksi total.
Peningkatan jumlah dan mutu getah yang diolah akan meningkatkan mutu produk yang juga akan meningkatkan pendapatan PGT Winduaji. Dilain pihak peningkatan jumlah getah dan mutu yang diolah akan dapat menekan menurunkan HPP karena beban biaya tetap persatuan produk menjadi lebih kecil.
Upaya optimalisasi produksi PGT Winduaji dilakukan melalui perubahan kebijakan penetapan target dan alokasi penyediaan getah, distribusi dan pengendalian mutu getah oleh KPH Pekalongan Barat serta penyediaan sarana atau peralatan untuk pemeliharaan pabrik. Peningkatan produksi getah dilakukan dengan peningkatan luas areal sadapan, produktivitas hasil sadapan melalui insentif bagi penyadap dan pengawas atas jasa meningkatkan produksi dan mutu getah