144 research outputs found
PENGELOLAAN PERIKANAN SKALA KECIL DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN BANGKA DENGAN PENDEKATAN BIOEKONOMI
Pengelolaan perikanan skala kecil di Kabupaten Bangka pada beberapa kurun waktu terakhir menunjukkan produktivitas yang semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan ruang laut yang tidak hanya dimanfaatkan sebagai daerah penangkapan ikan, tetapi juga sebagai wilayah eksploitasi penambangan laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pemanfaatan perikanan skala kecil di perairan Kabupaten Bangka. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder; analisis bioekonomi digunakan pada ketiga zona daerah penangkapan ikan (DPI) dengan memisahkan sumberdaya ikan pelagis dan demersal untuk melihat status pemanfaatan perikanan pada masing-masing zona. Ketiga zona daerah penangkapan ikan didasarkan pada kondisi eksisting menurut RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu: Zona A (DPI dengan IUP), Zona A1 (DPI dengan IUP tanpa kegiatan), dan Zona B (DPI tanpa IUP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perikanan pelagis Zona A cenderung economical overfishing; sedangkan perikanan demersal sudah menunjukkan kondisi economical overfishing; Zona A1 berada pada kondisi underfishing; serta Zona B berada pada kondisi underfishing. Pemanfaatan perikanan Zona A dan A1 tidak mencapai 50% TAC; sedangkan pada Zona B hanya 15% TAC. Agar pemanfaatan perikanan baik pelagis ataupun demersal dapat berkelanjutan baik secara ekologi maupun ekonomi, pengelolaan perikanan skala kecil di perairan Kabupaten Bangka perlu dilakukan pengelolaan input pada upaya tangkap yang berbeda-beda pada tiap zona serta pengelolaan ekologi dan ekosistem.Title: Management of Small-Scale Fisheries in The Coastal Waters of Bangka Regency with Bioeconomic ApproachManagement of small-scale fisheries in Bangka Regency has recently shown decreased productivity. This is caused by the management of marine area which is not only used as a fishing ground, but also as an area of exploitation for off-shore mining. Based on these conditions, this study aims to determine the level of utilization of small-scale fisheries in the waters of Bangka Regency. This research uses primary and secondary data; bio-economic analysis was carried out in the three fishing ground zones by separating pelagic and demersal fish resources to see the utilization status of each zone. The three fishing ground zones are based on the existing fishing ground conditions according to RZWP3K Bangka Belitung Islands Province, namely: Zone A (fishing ground with IUP), Zone A1 (fishing ground with IUP without activities), and Zone B (fishing ground without IUP). The results showed that Pelagic Zone A fisheries tend to be economical, whereas demersal fisheries have shown economical overfishing; Zone A1 is under fishing; Zone B is under fishing. The utilization of fisheries in Zone A and A1 does not reach 50% TAC, while in Zone B it is only 15% TAC. For the utilization of pelagic and demersal fisheries to be sustainable both ecologically and economically, the management of small-scale fisheries in Bangka Regency waters needs to carry out input management for different fishing efforts in each zone as well as ecological and ecosystem management
Evaluasi Kualitas Jasa Pelabuhan Daratan (Dry Port) (Studi Kasus : Cikarang Dry Port)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan dan strategi pemasaran yang diterapkan oleh dry port (studi kasus: Cikarang Dry Port). Penelitian ini menggunakan analisis Importance Performance Analysis (IPA), Kuadran Importance Performance Grid, Customer Satisfaction Index (CSI), dan Analisis GAP untuk mencari kualitas pelayanannya. Dalam penelitian ini peneliti juga mencobamerumuskan strategi perusahaan dalam rangka meningkatkan penggunaan jasa dry port, dengan metode Matrik IFE dan EFE, Matriks Internal-Eksternal, Matriks TOWS atau SWOT, hingga Quantitative Stategic Planning Matriks (QSPM). Berdasarkan hasil perhitungan diketahui Customer Satisfaction Index di Dry Port Cikarang sebesar 71,85%. Dari 33 variabel pertanyaan Importance Performance Grid didapatkan ada 9 variabel pada kuadran 1, 9 variabel pada kuadran 2, 10 variabel pada kuadran 3, dan 5 variabel pada kuadran 4. Hasil perhitungan Matrik Internal-Eksternal didapatkan posisi stategi beada posisi 1 atau cocok dengan tumbuh kembang. Sedangkan untuk Matriks TOWS atau SWOT berada pada strategi Threats-Weakness (TW). Berdasarkan perhitungan QSPM dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa alternatif terbaik dalam meningkatkan penggunaandry port oleh pengguna jasa (freigt forwarde/EMKL) adalah melakukan promosi yang besar-besaran
Analysis of Potential Spatial Conflicts at Coastal and Marine Zones : Integration of the Spatial Planning of Land and Coastal Water
ABSTRACTAnalysis of potential conflict mapping that will be studied and discussed is part of one of the analyzes performed in the study of Spatial Planning Model Coastal Area With Spatial Approach Connectivity.The purpose of this study is the mapping of potential conflicts between activities in the coastal zone Bontang City’s. Identification of potential conflicts is very necessary in preparing coastal spatial planning. Management and control of the conflict will facilitate allocation of space by considering the interests of various partiesKeyword: conflic, zoning, spatial planning, zone, coastalABSTRAKAnalisis potensi konflik yang akan dikaji dan dibahas ini merupakan bagian dari salah satu analisis yang dilakukan dalam penelitian mengenai Model Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pesisir dengan pendekatan keterkaitan spasial (Spatial Connectivity). Tujuan Penelitian ini adalah memetakan potensi konflik antar kegiatan di kawasan pesisir Kota Bontang.Identifikasi potensi konflik sangat diperlukan dalam menyusun recana tata ruang pesisii. Pengelolaan dan pengendalian konflik akan memudahkan pengambilan keputusan dalam memutuskan alokasi ruang yang mempertimbangkan kepentingan antar pihak.Kata kunci: konflik, zonasi, tata ruang, kegiatan, Pesisi
Strategi Optimal Peningkatkan Efisiensi di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Makassar dengan Menggunakan Discrete-Event Simulation
Abstrak: Peran transportasi laut dalam sektor industri di Indonesia sangatlah penting, mengingat kondisi geografi yang dimiliki Indonesia, dimana bagian terbesar adalah laut dibandingkan dengan daratan. Berbicara mengenai transportasi laut, hal ini tidak akan lepas dari pembahasan elemen penting di dalamnya, yaitu pelabuhan, dimana pelabuhan memiliki peranan penting di dalam logistik maritim. Pada penelitian ini akan membahas mengenai strategi untuk mengurangirisiko antrian serta konsekuensi ekonomi terutama bagi pengelola terminal.Berdasarkan hasil simulasi yang dijalankan dengan menggunakan software Arena 14.0, yang mewakili aktivitas kapal dari waktu persiapan penyandaran, waktu persiapan loading/discharging waktu proses loading/discharging, waktu penyelesaian dokumen kargo dan kapal, dan waktu persiapan sailing/shiftingdiTBBM Makassar diperoleh bahwa dengan kondisi eksisting saat ini BOR untuk Jetty I adalah 72% dan Jetty II adalah 77% dengan demurrage per tahun adalah USD 5,740,866.00, kondisi ini mencerminkan kondisi yang melebihi dari batas ideal. Berdasarkan hasil analisa dapat diperoleh skenario kedua memberikan hasil yang optimum yang dapat menekan BOR untuk Jetty I adalah 51% dan Jetty II adalah 62%, serta mengurangi beban demurrage menjadi sebesar USD 2,311,669.00 atau penurunan sebesar 59.7% dari kondisi awal.Abstract : The role of sea transportation in the industrial sector in Indonesia is very important, given by the geographical coverage of Indonesia, which is ocean broader than its land. Discusing about sea transportion, it can not be separated from the discussion of the important elements, i.e. ports, where the port has an important role in maritime logistics. The purpose of this research is strategy to reduce the risk of queues as well as economic consequences, especially for terminal management. Based on simulations run using software Arena 14.0 representing activity start from berthing/unberthing, preparing of loading/ unloading, loading/ unloading process, carg/vessel document, and sailing/ shifting in TBBM Makassar obtained that the existing condition of BOR at jetty I calculation is 72% and jetty II is 77%, with demurrage per year is US 2,311,669.00 or a decrease of 59.7% from initial conditions
Integration of the Spatial Planning of Land and Sea: Case Study on Coastal Bontang
Coastal management approach with a territorial approach is important for the sustainability of coastal management because at that level there is an incorporation of highly complex interaction of ecological, social and economic phenomena. Sustainable coastal utilization must look at two aspects of territoriality, namely the spatial aspects of land (terrestrial) and the spatial aspects of the Sea (coastal waters). This study attempts to build a model of the zoning plan for Bontang City’s coastal areas by integrating the issues and potentials—ecological, social, and economic—on the land and in the coastal waters. The analytical tool used in this research is Geographic Information System (GIS) and a decision support tool of Marxan with Zone. Several previous studies had used Marxan with Zone, but their planning units covered only a maximum of three allocation zones of uses. This study is an effort to develop a planning unit of more than three planning zones. In addition, in this research, the input data used to run Marxan with Zone is based on the perspectives of stakeholders
SURPLUS PRODUSEN PERIKANAN DEMERSAL DI PROVINSI JAWA BARAT DENGAN BERBAGAI NILAI DISCOUNT RATE
Terdapat pandangan secara global mengenai status sebagai nelayan yang diidentikkan dengan kemiskinan, suatu pandangan yang sejalan dengan beberapa hasil penelitian di Indonesia. Produksi perikanan tangkap laut di Provinsi Jawa Barat relatif besar secara nasional. Produksi perikanan demersal berkontribusi sebesar 34,52% dari total produksi pada tahun 2017. Hasil produksi ini diperoleh dari aktivitas nelayan Provinsi Jawa Barat yang berada di WPP-712 dan di WPP-573. Tujuan pengelolaan perikanan, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi pemerintahan adalah untuk menyejahterakan pelaku usahanya. Indikator yang saat ini digunakan untuk mengukur kesejahteraan nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). Nilai tersebut untuk Provinsi Jawa Barat adalah 105,06 pada tahun 2014, dan 113,02 pada tahun 2017. Besaran tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan nelayan di Provinsi Jawa Barat adalah sejahtera. Di sisi lain, konsep NTN tidak menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan adalah biaya korbanan (opportunity cost), dan tidak mengakomodir konsep time value of money. Melihat kondisi ini maka pertanyaan yang ditimbulkan adalah apakah nelayan di Provinsi Jawa Barat masih sejahtera apabila dilihat melalui indikator lain selain NTN. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kesejahteraan nelayan perikanan demersal di Provinsi Jawa Barat menggunakan Surplus Produsen sebagai alat ukurnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara rata – rata, Surplus Produsen terbesar yang dialami nelayan yang berada di Laut Jawa adalah sebesar Rp3.897.109.483.225,20 pada discount rate 10%, dan nelayan di Samudra Hindia sebesar Rp104.452.115.805,11 pada discount rate 20%. Besaran discount rate tidak seiring dengan peningkatan Surplus Produsen. Perbandingan besaran Surplus Produsen dengan Angka Kemiskinan menunjukkan bahwa nelayan di Laut Jawa tidak dapat dikategorikan sebagai miskin, namun mereka yang berada di Samudra Hindia masih berada tepat di atas garis kemiskinan. Hal ini suatu hasil yang sedikit berbeda dibandingkan dengan angka NTN. Penelitian ini merekomendasikan penggunaan variabel Surplus Produsen sebagai komplemen bagi Nilai Tukar Nelayan sebagai ukuran kesejahteraan nelayan.Title: Producer Surplus Of Demersal Fisheries in West Java Province With Various Discount Rate ValuesThere is a global view of status as a fishers who is identified with poverty, a view that is in line with several research results in Indonesia. Marine capture fisheries production in West Java Province is nationally relatively large. Demersal fisheries production contributed 34.52% of total production in 2017. This production result was obtained from the activities of fishers in West Java Province of WPP-712 and in WPP-573. The purpose of fisheries management, both from an economic perspective and from a government perspective, is the welfare of business actors. The indicator currently used to measure fishers’s welfare is in terms of fishers term of trade index (NTN). The value for West Java Province was 105.06 in 2014, and 113.02 in 2017. This figure shows that overall fishers in West Java Province are prosperous. On the other hand, the NTN concept does not indicate that the costs incurred are opportunity costs, and does not accommodate the time value of money concept. Seeing this condition, the question raised is whether fishers in West Java Province are still prosperous when viewed through other indicators other than NTN. The purpose of this study was to analyze the welfare of demersal fishers in West Java Province using Producer Surplus as a measuring tool. Results show that on average, the largest producer surplus experienced by fishers in the Java Sea is Rp. 3,897,109,483,225.20 at a discount rate of 10%, and fishers in the Indian Ocean are Rp. 104,452.115,805.11 at a discount. 20% rate. The discount rate is not in line with the increase in Producer Surplus. Comparison of the Producer Surplus with the Poverty Figure shows that fishers in the Java Sea cannot be categorized as poor, but those in the Indian Ocean are still just above the poverty line. This is a slightly different result compared to the NTN figure. This study recommends the use of the Producer Surplus variable as a complement to the Fishers Exchange Rate as a measure of fishers’s welfare
Aplikasi Game Theory dalam Kompetisi antar Terminal Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok
Artikel ini menginvestigasi kompetisi antara terminal peti kemas JICT dan terminal peti kemas KOJA di Pelabuhan Tanjung Priok. Tujuan utama artikel ini adalah untuk mengembangkan model yang dapat melihat tren persaingan antar terminal peti kemas dan perilaku terminal peti kemas dan perusahaan pelayaran. Faktor utama yang diperhitungkan dalam pemodelan ini adalah kapasitas terminal peti kemas, tarif, tundaan dan tingkat bongkar muat terminal peti kemas. Selanjutnya, beberapa fungsi dibuat untuk menguji keterkaitan antara keputusan perusahaan pelayaran dengan permintaan terminal peti kemas. Dengan permintaan terminal diasumsikan linier, dilakukan analisa teori permainan melalui pendekatan dua tahap non kooperatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa ketika kedua kapasitas terpasang terminal (CU) sangat besar atau 100%, selisih kenaikan tarif terminal JICT tidak berpengaruh signifikan terhadap proporsi pemilihan perusahaan pelayaran, bahkan apabila terminal JICT menaikkan tarif 2 kali lebih besar dari terminal KOJA atau α = 100% masih mendapatkan proporsi pemilihan perusahaan pelayaran sebesar 0.5. Sebaliknya, ketika kapasitas kedua terminal peti kemas kecil, pergeseran permintaan menjadi lebih elastis terhadap selisih tarif terminal. Selanjutnya, dari perspektif ekspansi terminal, ekspansi kapasitas di kedua terminal akan menurunkan keseimbangan tarif. Hasil penelitian ini dapat juga dapat menjelaskan bahwa terminal peti kemas dengan kapasitas yang lebih besar dapat secara agresif menurunkan tarif untuk menarik lebih banyak permintaan karena mereka cenderung memiliki kapasitas cadangan juga tundaan yang kecil. Sebagai respon, terminal kompetitior harus menurunkan harganya karena tingkat kapasitasnya tidak dapat mempertahankan pangsa pasarnya. Secara keseluruhan, artikel ini dapat membantu analisis lanjutan tentang peningkatan kemampuan terminal peti kemas dan memungkinkan terminal untuk mengetahui dan menyeimbangkan tingkat permintaan dan kapasitasnya sehingga dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang
- …