1 research outputs found

    Kekambuhan asma pada perempuan dan berbagai faktor yang memengaruhinya

    Get PDF
    Asma merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi pada saluran napas akibat reaksi inflamasi kronik yang menyebabkan hiperresponsif jalan napas dengan gejala mengi, sesak napas dan dada terasa berat disertai batuk dan gejalanya umumnya terjadi malam hari atau menjelang pagi. Bila asma tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian. Sesungguhnya asma tidak dapat sembuh sempurna hanya dapat menghilangkan gejalanya. Setelah pubertas, asma menjadi lebih umum terjadi bahkan dapat semakin parah pada seorang perempuan, dan paling tinggi terjadi pada perempuan dengan menarche dini atau dengan kehamilan banyak. Mekanisme yang mendasari perbedaan gender dalam prevalensi asma masih diselidiki tetapi sebagian besar merujuk pada perbedaan hormon dan perbedaan dalam kapasitas paru-paru. Peranan reseptor estrogen ditemukan pada banyak sel pengatur imun dan memengaruhi respons imunologis ke arah perkembangan alergi. Beberapa faktor yang memengaruhi kekambuhan asma pada perempuan antara lain faktor genetik dengan adanya polimorfisme pada gen yang berhubungan dengan asma, faktor pulmoner yaitu adanya penghambatan produksi surfaktan oleh estrogen yang meningkatkan kerentanan terhadap alergi, faktor persepsi dan perilaku perempuan terhadap gejala asma yang dialami sehingga menyebabkan kualitas hidup lebih buruk, dan faktor obesitas menyebabkan peningkatan aromatase yang berefek meningkatkan estrogen serta peningkatan kadar leptin yang berperan dalam pengaturan berat badan dan meningkatkan mediator proinflamasi.Asma merupakan gangguan yang terjadi pada saluran nafas akibat reaksi inflamasi kronik yang menyebabkan peningkatan respon jalan napas dengan gejala mengi, sesak nafas dan dada terasa berat disertai batuk. Gejala asma biasanya terjadi malam hari atau menjelang pagi. Bila asma tidak  terkontrol dapat menyebabkan kematian. Sesungguhnya asma tidak dapat sembuh sempurna hanya dapat menghilangkan gejalanya. Setelah pubertas, asma menjadi lebih umum terjadi bahkan dapat semakin parah pada seorang perempuan, dan paling tinggi terjadi pada perempuan dengan menarche dini atau dengan kehamilan multiple. Hal ini menunjukan  adanya peran hormon seks dalam patogenesis asma. Namun, pengaruh hormon seks pada patofisiologi asma  masih membingungkan dan sulit dibedakan dari usia, obesitas, atopi, maupun paparan lingkungan terkait gender lainnya. Mekanisme yang mendasari perbedaan gender dalam prevalensi asma masih diselidiki tetapi sebagian besar merujuk pada perbedaan hormon dan perbedaan dalam kapasitas paru-paru. Terdapat bukti kuat yang mendukung efek gender pada kejadian dan tingkat keparahan asma. Banyak studi epidemiologis menunjukkan bahwa perempuan berisiko lebih tinggi terkena asma awitan dewasa dan juga menderita penyakit yang lebih parah daripada pria. Perbedaan gender ini tampaknya merupakan produk dari perbedaan biologis dan perbedaan sosiokultural serta lingkungan. Perbedaan biologis terkait jenis kelamin termasuk faktor genetik, dan paru.   METODE Penelusuran kepustakaan dilakukan melalui Google Scholar dan basis data PubMed dengan kata kunci asma, faktor risiko asma, perempuan, hormon seks, jenis kelamin. Kepustakaan diambil dari jurnal yang membahas kekambuhan asma pada perempuan dan faktor yang memengaruhinya.   KESIMPULAN Studi epidemiologis menunjukkan bahwa perempuan berisiko lebih tinggi terkena asma awitan dewasa dan juga menderita penyakit yang lebih parah daripada pria. Perbedaan gender ini tampaknya merupakan produk dari perbedaan biologis dan perbedaan sosiokultural serta lingkungan. Perbedaan biologis terkait jenis kelamin termasuk faktor genetik, dan paru
    corecore