33 research outputs found
Kajian Kondisi Tutupan Karang Terhadap Daya Dukung Wisata Bahari Di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah
Indonesia adalah satu negara yang mengandalkan pendapatan negara dari sektor pariwisata. Salah satu lokasi yang sekarang mulai banyak didatangi wisatawan local maupun wisatawan mancanegara adalah Kepulauan Karimunjawa. Kenaikan jumlah wisatawan di Karimunjawa juga akan berdampak terhadap kondisi terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tutupan karang terhadap daya dukung wisata bahari di Perairan Kepulauan Karimunjawa. Data tutupan substrat diambil pada dua kedalaman yaitu dangkal (3-6 m) dan dalam (9-12 m), untuk masing-masing lokasi menggunakan metode Underwater Photo Transect  (UPT). Data jumlah wisatawan baik snorkling maupun diving didapat dengan metode wawancara terhadap stakeholder terkait. Hasil penelitian menunjukkan kondisi terumbu karang ke-empat lokasi penelitian masuk dalam kategori sedang (25-49,5 %) hingga baik (50-74,5 %). Jumlah pengunjung rata-rata harian tertinggi terdapat di Perairan Pulau Menjangan Kecil yaitu 194 wisata snorkling dan 216 wisata diving. Sedangkan jumlah wisatawan terendah ada di Perairan Pulau Cemara Kecil yaitu 88 wisatawan per hari yang terdiri dari 36 wisata snorkling dan 52 wisata diving. Berdasarkan hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa kondisi tutupan karang keras tetap berada pada kategori sedang-baik meskipun persentasenya ada yang mengalami penurunan maupun peningkatan. Jumlah wisatawan snorkling maupun diving yang berkunjung tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan kecuali wisatawan snorkling di Perairan Cemara Kecil
MEASURING THE LEVEL OF LAND DAMAGE DUE TO SAND AND GRAVEL MINING IN DUSUN SIDOREJO, TALUN VILLAGE, KEMALANG DISTRICT, KLATEN REGENCY OF CENTRAL JAVA
Mining activities are quite a lot carried out by the people of Dusun Sidorejo, the mining is a sand and gravel mine. Sand and gravel mine in the process causes changes in shape of the landscape that have an impact on land damage. This research aims to determine the level of land damage caused by mining activity. The method used in this research is quantitative with observation, mapping, and land damage analysis which refers to Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996, with the parameters used is the height of the excavated cliffs, the slope of the excavated cliffs, the relief of the excavation base, vegetation cover, and management of top soil and overburden. Based on the measurement results of each parameter used, It was found that the level of damage that occurred at the research site was in the form of heavy damage. Effort to improve the mining site at the research area carried out by making bench terraces and revegetation using sengon tree, adjusted to the applicable regulations, KepMen LH No. 43 Tahun 199
SPRINGS CONSERVATION ENGINEERING IN SENGI VILLAGE, DUKUN DISTRICT, MAGELANG REGENCY
Problems related to the sustainability of water resources often occur, both from the impact of the erratic change of seasons, the reduction in water catchment areas, to the many cases of water pollution in Indonesia. However, the main problem of all that lies in the community itself where awareness of the importance of conservation and management of water resources is still low. The selected study was located in Sengi Village, Dukun District, Magelang Regency, Central Java Province. The local community utilizes springs as the main water supply source, but the water management carried out by the community is still classified as less than optimal. Therefore, there is a need for conservation efforts so that the sustainability and function of these springs can be maintained properly. The results of the study showed that spring conservation was carried out by constructing a spring reservoir with a volume of 2 m3 for spring 1 and a spring reservoir with a volume of 5 m3 for spring 2. In addition, a social approach to the community in the local area regarding the preservation of the condition of the springs was also carried out. affixed are
Kesiapsiagaan Sekolah Dalam Menghadapi Bencana Erupsi Gunung Merapi Studi Kasus di SMP Negeri 2 Cangkringan dan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan Kabupaten Sleman
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesiapsiagaan serta mengetahui perbedaan dua Sekolah Menengah Pertama yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III yaitu SMP Negeri 2 Cangkringan yang sudah masuk kedalam Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan yang belum masuk kedalam Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan subjek berjumlah 14 orang yang terdiri dari 12 informan kunci dari pihak sekolah SMP Negeri 2 Cangkringan dan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan yaitu kepala sekolah, guru yang mengintegrasikan materi kebencanaan dalam mata pelajaran, pembina ekstrakurikuler pramuka/PMR dan perwakilan siswa kelas VII, VIII dan IX. Sedangkan informan pendukung dilakukan kepada pihak BPBD dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan 5 parameter yang digunakan dalam menilai kesiapsiagaan yakni pengetahuan dan sikap, kebijakan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan dini dan mobilisasi sumber daya. Diketahui informan di SMP Negeri 2 Cangkringan mampu untuk menjawab mayoritas pertanyaan yang diajukan peneliti dan dari hasil observasi diketahui presentase berada pada kriteria sangat siap dengan skor 89,74 sedangkan informan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan ada yang tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan peneliti dan hasil observasi menunjukkan kriteria hampir siap dengan skor 58,97. Hal ini karena SMP Negeri 2 Cangkringan sudah menjadi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan memiliki rencana kontijensi serta sarana prasarana yang mendukung kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah sedangkan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan belum masuk kedalam Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) padahal sekolah sudah berdiri sejak tahun 1965
Kesiapsiagaan Sekolah Dalam Menghadapi Bencana Erupsi Gunung Merapi Studi Kasus di SMP Negeri 2 Cangkringan dan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan Kabupaten Sleman
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesiapsiagaan serta mengetahui perbedaan dua Sekolah Menengah Pertama yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III yaitu SMP Negeri 2 Cangkringan yang sudah masuk kedalam Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan yang belum masuk kedalam Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan subjek berjumlah 14 orang yang terdiri dari 12 informan kunci dari pihak sekolah SMP Negeri 2 Cangkringan dan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan yaitu kepala sekolah, guru yang mengintegrasikan materi kebencanaan dalam mata pelajaran, pembina ekstrakurikuler pramuka/PMR dan perwakilan siswa kelas VII, VIII dan IX. Sedangkan informan pendukung dilakukan kepada pihak BPBD dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan 5 parameter yang digunakan dalam menilai kesiapsiagaan yakni pengetahuan dan sikap, kebijakan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan dini dan mobilisasi sumber daya. Diketahui informan di SMP Negeri 2 Cangkringan mampu untuk menjawab mayoritas pertanyaan yang diajukan peneliti dan dari hasil observasi diketahui presentase berada pada kriteria sangat siap dengan skor 89,74 sedangkan informan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan ada yang tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan peneliti dan hasil observasi menunjukkan kriteria hampir siap dengan skor 58,97. Hal ini karena SMP Negeri 2 Cangkringan sudah menjadi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan memiliki rencana kontijensi serta sarana prasarana yang mendukung kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah sedangkan SMP Sunan Kalijogo Cangkringan belum masuk kedalam Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) padahal sekolah sudah berdiri sejak tahun 1965
Implementasi Sistem Informasi Kebencanaan Dalam Pembangunan wilayah berbasis Kota Cerdas (Smart City) Di Kabupaten Gunungkidul
Pemanfaatan internet of thing (IOT) dan cloud computing merupakan Sebuah kebutuhan untuk mewujudkan kota cerdas (smart city). Pemerintah Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang telah berhasil menjadi salah satu dari seratus kota cerdas yang ada di Indonesia. Keunggulan Kabupaten Gunungkidul dalam pembangunan wilayah berbasis kota cerdas tersebut adalah terintegrasinya data dan informasi kebencanaan ke dalam portal utama kota cerdas Kabupaten Gunungkidul. Kajian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh penerapan teknologi kota cerdas yang dilakukan oleh pemerintah daerah, terutama dalam hal integrasi data kebencanaan, serta respons masyarakat atau ASN lembaga terkait terhadap informasi yang disajikan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif, melalui survei dengan angket terbuka dan tertutup. Dari hasil survei diketahui bahwa sistem informasi kebencanaan dalam pembangunan wilayah berbasis kota cerdas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah memenuhi dan mampu menampilkan System informasi kebencanaan dalam aplikasi kota cerdas. Respons masyarakat dan ASN lembaga terkait terhadap tampilan antar muka serta informasi yang di sajikan pada porta utama kota cerdas, dari hasil survei menyatakan sangat baik. Diharapkan dengan pemanfaatan sistem informasi dalam integrasi data kebencanaan, dapat mempermudah proses penentuan kebijakan dan meningkatkan kapasitas serta literasi digital masyarakat dalam bidang kebencanaan
Kesesuaian Wisata di Pantai Pasir Panjang, Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat
Kota Singkawang adalah salah satu tujuan destinasi wisata yang ada di Kalimantan Barat. Kawasan pesisir Kota Singkawang dikembangkan sebagai objek wisata pantai. Pantai Pasir Panjang merupakan salah satu objek wisata pantai yang terkenal di Kota Singkawang. Pantai Pasir Panjang memiliki panorama berupa Laut Natuna dan pulau-pulau kecil yang ada di seberangnya. Aktivitas wisata di pantai harus mempertimbangkan faktor kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pengunjung, sehingga perlu dilakukan evaluasi kesesuaian wisata pantai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat kesesuaian wisata di Pantai Pasir Panjang. Metode yang digunakan terdiri dari metode survei lapangan, metode wawancara, serta metode skoring dan pembobotan. Skoring dan pembobotan dilakukan dengan sepuluh parameter berupa tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan, kemiringan pantai, tutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Hasil kesesuaian wisata rekreasi pantai pada Pantai Pasir Panjang bernilai sebesar 77,78% yang termasuk kategori sesuai (S2). Upaya pengelolaan perlu dilakukan guna meningkatkan kesesuaian wisata di Pantai Pasir Panjang.Kata Kunci: Evaluasi; Kesesuaian Wisata; Pantai; Pesisir; Wisat
RESTORASI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WANATIRTA DUSUN PASIR MENDIT, KABUPATEN KULONPROGO, PASCA PANDEMI COVID 19
The Wanatirta mangrove ecosystem conservation group is one of the community groups who are active in conserving and developing mangrove ecotourism in Jangkaran Village, Kulon Progo. The COVID-19 pandemic has had an impact on various sectors, one of which is tourism. Ecotourism wanatirta is inseparable from the impact caused by the COVID-19 pandemic, a significant decrease in tourists has resulted in a decrease in income for operational management and mangrove forest infrastructure facilities. Physical impacts include damage to various infrastructure facilities such as mangrove trails, gazebos, parking lots, toilets, prayer rooms and other facilities. The purpose of this service activity is to help increase the empowerment of the Wanatirta mangrove ecotourism group after the Covid 19 pandemic by building and repairing various facilities and infrastructure such as mangrove trails, gazebos and parking facilities. It is hoped that the construction of these infrastructure facilities can help encourage the increase in mangrove ecotourism and increase the attractiveness of tourists to visit Wanatirta mangrove forest ecotourism