1,250 research outputs found

    Conservation of amphibians and reptiles in Indonesia: issues and problems

    Get PDF
    Indonesia is an archipelagic nation comprising some 17,000 islands of varying sizes and geological origins, as well as marked differences in composition of their floras and faunas. Indonesia is considered one of the megadiversity centers, both in terms of species numbers as well as endemism. According to the Biodiversity Action Plan for Indonesia, 16% of all amphibian and reptile species occur in Indonesia, a total of over 1,100 species. New research activities, launched in the last few years, indicate that these figures may be significantly higher than generally assumed. Indonesia is suspected to host the worldwide highest numbers of amphibian and reptile species. Herpetological research in Indonesia, however, has not progressed at a rate comparable to that of neighboring countries. As a result, the ratio of Indonesian species to the entirety of Southeast Asian and Malesian species has “declined” from about 60% in 1930 to about 50% in 2000, essentially a result of more taxa having been described from areas outside Indonesia. Many of these taxa were subsequently also found in Indonesia. In the last 70 years, 762 new taxa have been described from the Southeast Asia region of which only 262 were from Indonesia. In general, the herpetofauna of Indonesia is poorly understood compared to the herpetofauna of neighboring countries. This refers not only to the taxonomic status, but also to the basic biological and ecological characteristics of most of the species. Moreover, geographic distribution patterns for many species are only poorly known. In view of the alarming rate of forest loss, measures for more effective protection of the herpetofauna of Indonesia are urgently required. The status of virtually all of the Indonesian species, e.g. in terms of IUCN categories, remains unknown, and no action plans have been formulated to date. In addition, research results on Indonesia’s amphibian and reptile fauna have often not been made available in the country itself. Finally, there is a clear need to organize research activities in such a way that a larger segment of the Indonesian population becomes aware of the importance of the herpetofauna as an essential component of the country’s biodiversity. To address these issues, this paper (1) gives an overview of the herpetofauna as part of Indonesia’s biodiversity, (2) outlines the history of herpetological research in the region, (3) identifies major gaps in our knowledge of the Indonesian herpetofauna, and (4) uses this framework for discussing issues and problems of the conservation of amphibians and reptiles in Indonesia. In particular, the contents and shortcomings of compilations of lists of protected or threatened species by national and international authorities are discussed, major threats to the Indonesian herpetofauna or certain components thereof are described, and a set of measures for better longterm conservation is proposed.Abstrak.—Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau dengan ukuran bervariasi dan mempunyai asal usul geologi yang kompleks seperti yang terlihat dalam komposisi tumbuhan dan hewannya. Indonesia, sebagai salah satu pusat keanekaragaman yang terbesar di dunia, baik dari segikekayaan alam jenisnya maupun dari segi tingkat endemisitasnya. Menurut Biodiversity Action Plan for Indonesia, 16% dari amfibi dan reptil dunia terdapat di sini, dengan jumlah lebih dari 1100 jenis. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada masa yang baru lalu menunjukkan bahwa jumlah tersebut di atas masih jauh di bawah keadaan yang sebenarnya. Indonesia mungkin sekali sebuah negara yang mempunyai jumlah amfibi dan reptil terbesar di dunia. Yang patut menjadi pertimbangan ialah bahwa penelitian amfibi dan reptil di Indonesia jauh lebih lambat di bandingkan dengan kemajuan di negara tetangga. Sebagai gambaran, jumlah jenis di Indonesia apabila dibandingkan dengan jumlah jenis di seluruh Asia Tenggara dalam kurun waktu 70 tahun telah merosot dari 60% menjadi 50%. Hal ini terjadi karena jumlah taksa baru kebanyakan ditemukan di luar Indonesia. Banyak diantara jenis-jenis tersebut kemudian ditemukan di Indonesia. Dalam 70 tahun terakhir, 762 jenis taksa dipertelakan dari luar Indonesia dan hanya 262 pertelaan dari Indonesia. Pada umumnya herpetofauna Indonesia tidak banyak dikenal, baik dari segi taksonomi, ciri-ciri biologi maupun ciri-ciri ekologinya. Daerah penyebaran suatu jenis sangat sedikit diketahui. Meninjau dari cepatnya penebangan dan pengalihan fungsi hutan, usaha untuk melindungi komponen biologi (dalam hal ini amfibi dan reptil) sangat diperlukan. Hampir semua status perlindungan baik secara nasional maupun dengan mengikuti kategori IUCN atau CITES tidak banyak diketahui atau dipahami. Kebanyakan informasi mengenai organisme Indonesia sulit diperoleh di dalam eri. Sebagai akibat, maka diperlukan suatu mekanisme untuk mengatur kegiatan penelitian sedemikian rupa sehingga timbul kesadaran bahwa amfibi dan reptil merupakan salah satu komponen yang sangat berharga dari kekayaan keaneka-ragaman Indonesia. Makalah ini memberikan (1) gambaran komponen biodiversitas herpetofauna Indonesia, (2) memaparkan sejarah perkembangan herpetologi di Indonesia, (3) mengidentifikasi kekosongan dalam pengetahuan herpetologi di Indonesia, (4) memaparkan masalah dan jalan keluar dalam konseravsi keanekaragaman herpetofauna Indonesia. Daftar herpetofauna Indonesia yang dilindungi undang-undang, CITES dan IUCN dibahas, hewanhewan yang mulai terancam dan kiat untuk melindunginya dibahas

    Carrier Aggregation Technique to Improve Capacity in LTE-Advanced Network

    Get PDF
    Carrier aggregation (CA) is a major feature in LTE-advanced technology that allows network provider to use more than one carrier simultaneously to increase capacity. CA uses two or more individual component carriers (CCs) of the same (intra-band) and different (inter-band) frequency bands. In this paper, we evaluate CA techniques with the test parameter using BLER and throughput inside the tested area of LTE network. The tested area is designed to represent most common environment in which LTE will be deployed. We use 30 MHz frequency bandwidth in the simulation to evaluate intra-band and inter-band CA technique performance. Two CCs is allocated for primary serving cell (PCell) and secondary serving cell (SCell). Simulation result shows for the downlink, BLER tend to increase, as the frequency configuration is increase. However, for the uplink BLER is zero. We found that for CA configuration with wider PCell bandwidth resulting better throughput. In CA intra-band, the throughput of non-contiguous CA is better than CA contiguous. Then in the inter-band CA, CC combination with a lower frequency produces higher throughput

    Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah

    Full text link
    The general purpose of this research was compare the management of infrastructure and facilities in 02 primary schools and 06 primary schools Pondok Kelapa in the central of Bengkulu. This study uses a comparative approach to qualitative research. Subjects in this study is the principal. Data collection techniques used in this research is by interview, observation and documentation. The conclusion of this study indicate that both SD discount a lot of similarities in the management of facilities and infrastructure, among others: the planning done by the principal in accordance with the regulations, infrastructure procurement droping from the government, purchases, donations from parents, and make their own, an inventory of school facilities and the infrastructure has been done with the record book in the book inventory of goods, distribution is carried out directly and indirectly, maintenance of school facilities and infrastructure conducted regularly and incidental

    Audit Operasional Dan Meningkatkan Efisiensi Serta Efektivitas Produksi (Sebuah Stusi Pada PT. Budi Acid Jaya)

    Full text link
    The purpose of this study was to determine the role of operational checks in assisting the implementation of production activities within a company. Motivation of this study originated from the operational audit issues that can encourage savings, efficiency and effectiveness of activities and also to assess whether management practices are applied in these activities are already well underway. The research was conducted at PT. Budi Acid Jaya using qualitative analysis methods. The data obtained by conducting interviews with company staff concerned, as well as through literature research. Then these data are compared, the theory of what happened in the company, and provide an account based on the theory clearly related to the subject matter. Based on the analysis, it can be concluded that the operational audit on production at PT. Budi Acid Jaya did not play well so the authors provide suggestions that are expected to be useful to reduce and solve the weaknesses of the company

    Pendidikan Nilai-Nilai Kecakapan Hidup Punggawa dan Sawi dalam Sistem Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Etnis Bugis Perantauan di Kota Bandarlampung

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kehidupan masyarakat nelayan Bagang (dibaca; Bagan) etnis Bugis Perantauan, khususnya nilai-nilai kecakapan hidup dalam sistem sosial ekonomi punggawa-sawi yang ada di Kelurahan Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandarlampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif yang berfungsi menggambarkan dan menjelaskan suatu realitas yang kompleks dengan menerapkan konsep dan teori yang telah dikembangkan oleh ilmuwan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis ditemukan bahwa (1) pola pendidikan keluarga nelayan punggawa dalam menanamkan nilai-nilai kecakapan hidup lebih cenderung pada pola pendidikan partisipasi. (2) Keluarga sawi dalam proses pendidikan nilai-nilai kecakapan hidup, cenderung menggunakan pola represif dari anggota keluarganya yang lebih dewasa kepada anggota keluarga yang lebih muda, baik secara langsung maupun tidak langsung. (3) Proses penerapan nilai-nilai kecakapan hidup punggawa dan sawi di dalam sistem sosial ekonomi masyarakat nelayan Bagang etnis Bugis Perantauan di wilayah Kelurahan Kota Karang terjadi karena adanya keinginan masyarakat untuk tetap bertahan hidup dengan eksistensinya sebagai masyarakat nelayan yang khas dengan tradisinya

    Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Penjadwalan Dosen dan Kelas pada Perguruan Tinggi Widya Dharma

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu aplikasi Sistem Informasi Penjadwalan Dosen dan Kelas yang dapat menyusun kegiatan belajar mengajar dengan alokasi ruang, waktu dan dosen secara efektif dan efisien. Hal ini perlu dilakukan mengingat tuntutan penggunaan teknologi yang semakin mendesak dan jumlah mahasiswa Perguruan Tinggi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah dosennya. Metode penelitian yang dilakukan penulis adalah metode hubungan kausal eksperimental. Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan observasi langsung dan memperlajari dokumen yang tersedia.Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Perguruan Tinggi Widya Dharma sudah selayaknya mempertimbangakan penggunaan suatu aplikasi sistem informasi penjadwalan yang terkomputerisasi. Penggunaan sistem informasi penjadwalan yang terkomputerisasi diharapkan dapat membantu dan mempermudah proses penyusunan jadwal belajar-mengajar yang lebih baik, cepat, tepat dan efektif dalam pengalokasian sumber daya pengajar, ruang, dan waktu. Adapun saran-saran yang diberikan penulis adalah mengenai penggunaan pengaman listrik seperti penggunaan stabilizer dan UPS, perlunya pelatihan penggunaan aplikasi sistem yang baru, perlunya evaluasi terhadap sistem yang baru jika aplikasi diterapkan secara riil, dan wacana tentang aplikasi penjadwalan yang terotomasi secara total di masa yang akan datang

    Penggunaan Bahan Humat Dan Kompos Untuk Meningkatkan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel Sebagai Media Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes Falcataria).

    Full text link
    The purpose of this study was to analyze the effect of humic materials and compost on soil chemical properties and plant growth. The research was conducted in the Nickel Mine Land in PT Aneka Tambang (Persero) Tbk., Pomalaa, Southeast Sulawesi. Soil analysis was carried out in the Laboratory of Soil Research Institution, Bogor. Experiments were performed using randomized block design factorial 2 factors, with: Humic material level (0; 0.5; and 1.0 ml/plant) and compost level dosage (0.0; 1.0; and 2.5 kg/plant). The results showed that humic material and compost affect the improvement of the soil chemical properties. The combination of humic material and compost were able to increase N total, CEC, P, available base and saturation exchangeable. Humic material able to reduce Cr and Ni available in the soil. Whereas compost and combination of humic materials and compost able to reduce Ni available in the soil. Humic material and compost were also significantly affect the plant height, root lenght, diameter, nodule, and biomass. The best treatment was 1.0 ml and compost 2.5 kg to plant growth
    • …
    corecore