34 research outputs found
KEINDAHAN DI BALIK TRAGEDI
The use of transportation facilities represents the metaphor of “double-sides sword”; on the one hand it gives usefulness, on the other hand it gives destructiveness. An ideal dualism of modern culture achievement, and the tragedy inherently implied. While the comfort of traveling embodies the positive side, the pollution and car accident re-present the negative side. We have no other alternative, nevertheless, since the modern culture demanded such a high mobility that the use of modern transportation is unavoidable.
Almost everyday we heard and read in mass media about various acci-dent of car crashes. Even in minor cases, the victims or damages are al-ways unavoidable. In a huge scale, the accident of transportation might take a great many victims and material damages. Consequently, the sur-vivors or the relatives of the casualties might experience mourning and sadness, even trauma. These are what we might call tragedies, the ones causing human suffering
“NGREBEG”
Ide pada karya di atas adalah tentang kegiatan upacara ngrebeg di Desa Adat
Tegal, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali.
Kegiatan upacara ngrebeg ini dilakukan setiap enam bulan (kalender Bali) sekali,
tepatnya hari kamis setelah berakhirnya serangkaian hari raya suci Galungan dan
Kuningan bagi umat hindu di Bali. Upacara ngrebeg ini merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat Desa Adat Tegal, Desa Darmasaba agar
terhindar dari berbagai mara bahaya seperti penyakit, bencana maupun musibah
lainnya. Upacara ini diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Adat Tegal, baik anak-
anak, muda-mudi, dewasa , maupun orang tua baik laki maupun perempuan. Dalam
upacara ini dilakukan pengarakan seluruh sesuwunan barong yang disakralkan,
dipuja dan disucikan sebagai manifestasi Ida Sang Hyang widhi Wasa atau Tuhan
Yang Maha Esa. Desa Adat Tegal memiliki sesuwunan (pujaan dewa-dewi) yang
sangat disucikan seperti yang terdapat di beberapa pura kayangan jagat yaitu Pura
Desa, Puseh dan Dalem serta di beberapa pura lainnya. Sesuwunan tersebut ada
berupa barong ket (ratu mas) seperti singa berbulu tebal dan lebat, rangda laki danperempuan (ratu ayu), keris dan tombak yang ada di Pura Dalem. Sedangkan barong
bangkal (ratu mas alit) terdiri dari dua barong yang berupa babi (babi jantan) dan
macan yang ada di pura Antegana. Kemudian Ratu Mas yang merupakan
sesuwunnan di Pura Pesanggaran berupa barong bangkal (babi jantan) dan barong
macan. Kemudian yang di Pura Puseh yaitu barong bangkal (babi jantan) serta yang
di Pura Dalem Gegelang (pura diri) berupa Ratu Mas Jero Gede Lanang (laki) dan
Istri (perempuan) yang berwujud manusia besar hitam, menyeramkan serta
berwujud manusia perempuan putih yang cantik seperti wanita Cina
“DANCE THE GODDESS ON OFFERING”
“Dance The Goddess On Offering” (Tarian Persembahan) Ide pada karya
tersebut adalah tentang seorang raja yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas
termasuk kekayaan yang berlimpah sehingga dengan harta dan kekuasaannyaseorang raja dapat melakukan apa saja yang diinginkannya yang positif maupun
yang negatif. Seorang raja dapat menjadi hukum, berpoligami, menyiksa bahkan
membunuh atau bisa juga sebaliknya membantu masyarakat yang sedang
kesusahan, mengadakan pesta besar-besaran sesuai dengan keinginannya.
Menyewa kelompok seniman untuk menghibur dirinya dengan meriah juga bukan
masalah baginya karena sang raja memiliki banyak uang
“DIBALIK LENYAPNYA AIR DI DANAU TAMBLINGAN ”
Pameran “JALAN MENUJU MEDIA KREATIF” Penguatan Budaya dan Karakter
Bangsa, adalah sebuah kegiatan Pameran Fotografi dan Penayangan Video yang dilakukan
oleh Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Pameran ini
bertempat di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta tanggal 23-26 Juli 2012.
Pameran ini merupakan kerjasama antara Perguruan Tinggi Seni seluruh Indonesia (BKS-
PT) Seni yaitu diantaranya: Fakultas Film dan Televisi (FFTV) Instuitut Kesenian Jakarta
(IKJ), Prodi Televisi dan Film Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Prodi Fotografi dan
Prodi Film dan Televisi, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia (ISI)
Denpasar, Prodi Televisi dan Film Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, Prodi
Televisi dan Film Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung
“SENANDUNG MERDU”
“Senandung Merdu”, sebuah judul karya fotografi yang ikut dipamerkan dalam
PKB dan subjek karya tersebut adalah sebuah pementasan karya tugas akhir
mahasiswa ISI Denpasar, di mana dalam pertunjukan tersebut menampilkan
instrumen seruling bali dengan berbagai bentuk dan suara yang berbeda. Dalam
pertunjukan tersebut pencipta merasakan alunan seruling yang sangat merdu
sehingga sampai menyentuh hati, bahkan membuat pencipta merasa tenang damai
dan bahagia. Jika judul tersebut dikaitkan dengan tema yang diusung dalam
pameran PKB yang ke 39 ini yaitu “Ulun Danu” melestarikan air sumber kehidupan
yang maksudnya adalah danau sebagai tempat penampungan air yang ada di huluapat terjaga dengan baik ketersediannya maka dapat membuat kita menjadi hidup
makmur, sejahtera, tenang, damai serta bahagia, karena air adalah sumber
kemakmuran alam beserta isinya. Dari fenomena tersebut pencipta memaknai hal
tersebut sebagai paduan suara seruling bersenandung merdu yang mampu
menenangkan, menyejukan hati dan membahagiakan jiwa sebagaimana halnya
ketika air yang menjadi sumber kehidupan dan kemakmuran keberadaannya tetap
ada, terjaga dengan baik dan lestar
“Kebahagiaan Sempurna”
Ide pada karya di atas adalh teng Samadi atau meditasi adalah praktek relaksasi yang
melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan
dalam hidup sehari-hari. Makna harafiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah membolak
balik pikiran, memikirkan dan merenungkan. Sedangkan menurut ilmu psikologi meditasi adalah
latihan yang bertujuan mengontrol perasaan dan pikiran negatif dalam diri seseorang. Meditasi
juga bisa mencegah kita memendam perasaan dongkol yang mungkin akan meledak di kemudian
hari jika tidak disalurkan secara positif. Kini meditasi sanagat populer tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat Hindu namun juga pemeluk agama lainnya dengan tujuan mendapatkan ketenangan
dan kesehatan yang juga disertai yoga
“Bersatu Hidup Bercerai Mati”
Ide pada karya di atas adalah tentang keberadaan atman yang bersatu dengan
badan kasar. Ketika atman meninggalkan badan kasar maka tubuh manusia tidak
berfungsi lagi (mati). Seperti yang tersurat dalam ajaran Hindu bahwa atman
merupakan sinar suci atau bagian terkecil dari Tuhan. Setiap yang bernafas
mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua
makluk (manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya). Atman adalah abadi
tercermin dari sifat-sifatnya yang meliputi : tak terlukai senjata, tak terbakar oleh
api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan oleh air, abadi, ada di mana-man
“Rwa Bhineda”
Ide pada karya di atas adalah tentang Rwa Bhineda (dua yang berbeda) yang
divisualisasikan melalui media fotografi ekspresi, dengan menggunakan bahan
adhesive serta menampilkan dua subyek yaitu: Barong dengan bingkai berwarna
biru dan Rangda Nirah dengan bingkai berwarna merah. Melalui olahan digital
imaging karya tersebut dapat diwujudkan sesuai dengan keinginan pencipta dengan
menampilkan background yang terkesan bergerak, kabur, memancarkan aura taksu,
sehingga karya tersebut nampak menarik yang terfokus pada subyek
“KEMBALI KE ASAL”
“Kembali Ke Asal” pada karya ini pencipta terinspirasi dari saat kakek tercinta
ketika meninggal dunia. Seperti biasa kepercayaan masyarakat Bali ketika ada yang
meninggal maka akan dibuatkan upacara yang disebut ngaben. Ciri khas dari
ngaben itu sendiri biasanya untuk membawa mayat kekuburan dengan
menggunakan wadah atau bade yang disertai dengan lembu. Ngaben dalam
masyarakat Hindu Bali memiliki tingkatan upacara yaitu: nista (kecil/sederhana),
madia (menengah), utama (mewah/besar). Hal tersebut tergantung dari tingkat
kemampuan ekonomi seseorang atau sangat tergantung dari situasi dan kondisi atau
tergantung desa, kala, patra (tempat, waktu, keadaan), sehingga dalam upacara
ngaben di Bali tidak selalu ada wadah atau tempat untuk mengusung mayat ke
kuburan akan tetapi yang paling umum adalah mayat dibakar atau dikremasi