39 research outputs found

    Investasi Publik pada Sektor Pertanian di Era Otonomi

    Full text link
    EnglishThe paper aims to review the role of government and its policy instruments that enhance economic development and sectoral growth, especially those that relate to investments on infrastructural development such as irrigation and research and extension on agricultural commodities and sector. By appropriate identification of public investment needs and development of infrastructure that is required most by community and region, given its existing condition, agriculture can be pushed to develop forward. This in turn will move the economy further. Public investment on rural infrastructure, agricultural research, and public health and education are incentive factors that enable agriculture and non-agriculture to grow, by further generating employment opportunities, incomes and affordable food for the community. Research may have bias impacts on different group of the population The impact could be mitigated, however, if existing infrastructure services and rural institutions were bound to support research and development. IndonesianTujuan makalah ini adalah menelaah peranan pemerintah dan instrumen kebijakannya untuk mendorong pembangunan ekonomi dan perkembangan sektor-sektor ekonomi,terutama yang berkaitan dengan investasi pembangunan infrastruktur irigasi,penelitian dan penyuluhan yang diamati dalam komoditas dan sektor pertanian. Identifikasi kebutuhan investasi publik yang dilakukan dengan tepat dan pembangunan prasarana dan sarana yang sesuai dangan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dan wilayah akan mendorong pembangunan pertanian. Dorongan ini pada gilirannya akan menggerakan perekonomian lebih cepat lagi. Investasi pemerintah dalam infrastruktur pedasaan,penelitian pertanian,kesehatan dan pendidikan masyarakat pedesaan mendorong pertumbuhan pertanian dan nonpertanian,yang menyebabkan semakin meningkatnya kesempatan kerja, pendapatan dan pangan yang lebih murah bagi penduduk. Penelitian mempunyai dampak yang berbeda bagi kelompok masyarakat yang berbeda. Namun,apabila jasa infrastruktur dan kelembagaan pedesaan yang tersedia berjalan seiring mendukung penelitian dan pengembangan,dampak diskriminatif tersebut dapat dikurang

    Perdagangan Bebas Wilayah ASEAN-China: Implikasinya Terhadap Perdagangan Dan Investasi Pertanian Indonesia

    Full text link
    Sebuah babak baru pola perdagangan Indonesia dan China telah terjadi dengan kesepakatan perdagangan bebas/KPB ASEAN-China yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2010 tahun ini, setelah penandatanganan kerangka awalnya pada 4 November 2002 dan ratifikasi pemerintah melalui KEPPRES No. 48 pada 16 Juni 2004. Kesepakatan perdagangan bebas ASEAN dan ASEAN-China ini tentu saja memberikan tantangan dan peluang bagi berbagai komoditas pertanian yang diproduksi di dalam negeri, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk konsumsi di dalam negeri. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan perdagangan bebas ini dan dampaknya terhadap pengembangan komoditas utama pertanian nasional. Makalah menyimpulkan antara lain bahwa pemberlakuan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China mulai tahun 2010 akan merangsang ekspor komoditas pertanian Indonesia terpusat pada produk pertanian yang sangat primer atau setengah jadi, sedangkan impor produk pertanian Indonesia akan memusat pada komoditas-komoditas pangan, sayur dan buah, kecuali daging. Untuk membangun industri pengolahan pertanian di dalam negeri, kebijakan yang seimbang antara penerapan pungutan ekspor dan insentif bagi produsen primer pertanian sangat diperlukan

    Kondisi Pasar Dunia Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Industri Perkopian Nasional

    Full text link
    EnglishCoffee remains to be a vital export commodity for Indonesia, but it faces situation that is not conducive to its farmers and industry. The paper aims to identify and analyze various factors affecting national coffee industry, production, and import demand. The research was undertaken between March to December 2003, using interviewing and discussion technique with coffee stakeholders that include farmers, traders, entrepreneurs and compiling secondary data from various sources. The paper concludes that national tax and marketing policies and International coffee crisis have halted the growth of national coffee industry. Export volume of Indonesian coffee is mainly in the form of green coffee, slightly in the form of soluble coffee (roasted coffee, instant coffee, roasted and ground coffee and others), while the world giant coffee industries control ready-made coffee market (roasted ground coffee and soluble and instant coffee) bearing its own superiority image attached in the consumers\u27 mind. As a consequence, Indonesian coffee is trapped and unable to compete and develop products directed to consumers\u27 market. It is suggested that Indonesia should consider about reducing its coffee area but converting the area to other estate crops and improve the quality of products produced by the existing plants.IndonesianKopi masih merupakan komoditas ekspor utama Indonesia, tetapi saat ini menghadapi keadaan yang kurang menguntungkan bagi petani dan industrinya. Makalah ini ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengkaji berbagai faktor yang berpengaruh terhadap industri perkopian, terhadap penawaran produksi, dan permintaan ekspor kopi nasional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Desember 2003 dengan menggunakan data sekunder serta wawancara dan diskusi dengan berbagai fihak terkait antara lain kelompok tani, pedagang dan pengusaha. Makalah menyimpulkan antara lain bahwa kebijakan perpajakan, tataniaga, dan krisis perkopian Internasional menghambat perkembangan industri perkopian nasional. Sebagian besar ekspor Indonesia berupa kopi biji (green coffee) dan sisanya kopi soluble (roasted coffee, instant coffee, roasted and ground coffee dan lainnya), sementara industri kopi raksasa dunia menguasai pangsa pasar siap saji (roasted ground coffee dan soluble dan instant coffee) dengan citra produk masing-masing yang telah melekat di ingatan konsumen. Oleh karena itu, Indonesia terperangkap, sulit bersaing dan mengembangkan produknya ke negara-negara konsumen. Makalah ini menyarankan agar Indonesia mempertimbangkan untuk tidak menambah areal pertanaman kopi, tetapi sebaiknya menggantikannya dengan tanaman perkebunan lain atau meningkatkan mutu produksi tanaman yang sudah ada

    Analisis Keterpaduan Pasar Gula Pasir Di Jawa

    Full text link
    EnglishThe paper introduces an alternative method of measuring market integration which offers wider scope of interpretation in testing the integration. The empirical study is applied on sugar using monthly consumer prices at province capitals in Java from April 1969 until February 1986. The result shows that consumer markets in Java are not segmented. Furthermore, the paper concludes that there seems to be long-run integration between consumer markets of Semarang, Yogyakarta, and Surabaya with Jakarta but not between Bandung and Jakarta.IndonesianMakalah ini memperkenalkan suatu metode alternatif pengukur keterpaduan pasar yang menawarkan kerangka penafsiran yang lebih luas untuk menguji keterpaduan tersebut. Penelitian empirik diterapkan pada mata dagangan gula pasir dengan memakai data harga konsumen bulanan di ibukota-ibukota propinsi di Jawa dari April 1969 sampai dengan Februari 1986. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pasar mata dagangan itu ternyata tidak terpisah. Selanjutnya makalah menyimpulkan bahwa terlihat juga adanya keterpaduan jangka panjang antara pasar konsumen Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya dengan Jakarta, tetapi tidak antara Bandung dengan Jakarta

    Rice Farmer\u27s Risk Attitude: an Analysis of Production Risk in Jawa Barat

    Full text link
    IndonesianMakalah ini merupakan, pertama, suatu pendekatan untuk menyelidiki sikap petani terhadap resiko (risk) di Indonesia. Resiko ini secara eksplisit direfleksikan dalam keragaman produksi yang dihasilkan oleh petani. Kedua, tulisan ini mencoba mengevaluasi dampak penggunaan masukan terhadap resiko produksi. Petani-petani contoh dipilih dari enam desa di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk, Jawa Barat. Analisis ini menunjukkan bahwa petani bersifat penghindar resiko (risk-averter) dalam penggunaan pupuk nitrogen dan tenaga kerja manusia. Selanjutnya diperlihatkan bahwa agaknya faktor produksi benih, pupuk nitrogen dan fosfat, serta luas areal berlaku sebagai masukan yang bersifat pembangkit resiko (risk-inducing), sedangkan masukan tenaga kerja (manusia dan ternak) bersifat pengurang resiko (risk-reducing) sebagaimana terlihat pada data musim hujan.EnglishThe paper is aimed, firstly, as a first attempt to investigate farmer\u27s risk attitude in Indonesia. The risk are explicitly assumed reflected in the variability of rice production. Secondly, it evaluates the impact of input USAge on the production risk. The sample farmers were obtained from six desas in the area of the Cimanuk River Basin, Jawa Barat. The analysis suggests that the farmers sample are risk-averter toward nitrogen fertilizer and human labor input. It also appears that seed, nitrogen and phosphorous fertilizer, and land holding indicate as risk-inducing factors of production while the amount of labor (from human or animal) behaves as risk-reducing inputs as shown as rainy season data
    corecore