5 research outputs found

    Penganiayaan Berat sebagai Salah Satu Sebab Penghalang Kewarisan dalam KHI 173 Huruf A (Analisis Hukum Islam)

    Get PDF
    Dalam KHI Pasal 173 disebutkan bahwa penganiayaan berat tidak boleh menerima hak warisan, sedangkan dalam literatul fikih, tidak menyebutkan bahwa pelaku penganiayaan itu terhalang mendapatkan warisan. Maka pendapat inilah yang menjadi kontroversi antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan Fikih. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 173 huruf a menyatakan bahwa Seorang yang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris. Sedangkan jika dilihat aturan hukum Islam menyatakan bahwa salah satu yang dapat menyebabkan terhalangnya seseorang mendapatkan warisan adalah karena ia membunuh pewaris. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa menurut hukum Islam jika seseorang hanya mencoba membunuh pewaris namun tidak berhasil maka ia tetap dapat mewarisi. Yang mana dalam hal ini bertentangan dengan aturan yang telah ditentukan dalam Pasal 173 huruf a Kompilasi Hukum Islam. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui mengapa dalam KHI penganiayaan berat menjadi penghalang kewarisan dan untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penganiayaan berat yang menjadi salah satu penghalang kewarisan dalam pasal 173 Huruf a Kompilasi Hukum Islam. Adapun metode penelitian yang digunakan ialah library research. Adapun hasil penelitian yang dilakukan penulis yaitu mengenai penetapan tindakan penganiayaan berat menjadi salah satu unsur terhalang mewarisi ialah karena kondisi hukum yang berkembang di Indonesia. Kemudian tinjauan Hukum Islam mengenai penganiayaan berat sebagai salah penghalang kewarisan, tidak ada referensi dari fikih yang menyebutkan secara langsung penganiayaan berat dikategorikan sebagai salah satu penghalang kewarisan, sedangkan dalam KHI menyebutkan bahwa penganiayaan berat merupakan salah satu yang menghalangi warisan

    KONSEP SYŪRĀ MENURUT YŪSUF AL-QARAḍĀWĪ DAN RELEVAN SINYA DENGAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA DI INDONESIA

    Get PDF
    Syūrā merupakan bagian dari prinsip dalam sistem masyarakat dan pemerintahan Islam. Salah satu ulama yang concern membicarakan sistem syūrā adalah Yūsuf Al-Qaraḍāwī. Pemikiran Yūsuf Al-Qaraḍāwī menyangkut konsep syūrā tampak dekat dan relevan dengan konsep demokrasi pancasila di Indonesia. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana pandangan Al-Qaraḍāwī tentang syūrā, dan bagaimana relevansinya dengan sistem demokrasi pancasila di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, dengan jenis deskriptif-analisis. Hasil penelitian bahwa syūrā dalam pandangan Yūsuf Al-Qaraḍāwī merupakan sebuah sistem dan asas negara Islam (Dawlah al-Islamiyyah). Syūrā mempunyai batasan yang harus ditegakkan, baik di bidang akidah, akhlak termasuk juga syariah. Hukum melaksanakan syūrā wajib berdasarkan perintah QS. Ali Imran [3] ayat 159 dan QS. al-Syūrā [42] ayat 38. Pemikiran Yūsuf Al-Qaraḍāwī tentang syūrā ada empat poin. Pertama, wajib menagakkan syūrā. Kedua, syūrā dalam Alquran hanya secara global, tidak secara parsial terperinci. Ketiga, pemerintah bebas membentuk sistem, atau pola syūrā sesuai dengan kebutuhan. Keempat, mekanisme memutuskan masalah melalui syūrā mengikuti keputusan mayoritas. Pendapat Yūsuf Al-Qaraḍāwī terkait syūrā cukup relevan dengan sistem demokrasi pancasila di Indonesia. Relevansi dan kedekatan kedua sistem syūrā dan sistem demokrasi pancasila bisa dipahami dari lima poin. Pertama, demokrasi pancasila dan syūrā mengenal asas kebertuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dan keadilan. Kedua, adanya keharusan menjalankan musyawarah. Ketiga, pemilihan pemimpin dilaksanakan dengan tata cara pemilihan, keputusan paling banyak (suara mayoritas). Keempat, negara harus ada lembaga sebagai wakil rakyat. Dalam sistem syūrā dikemukakan Yūsuf Al-Qaraḍāwī, lembaga tersebut berbentuk Majelis Syūrā yang di dalamnya ada ahl al-syūrā atau ahl ḥalli wa al-‘aqḍi. Dalam sistem demokrasi pancasila mengharuskan adanya lembaga DPR dan MPR. Kelima, adanya kewenangan dari lembaga wakil rakyat untuk memakzulkan pemimpin apabila terbukti melakukan kesalahan dan penyimpangan

    Analisis Yuridis Terhadap Pembagian Harta Warisan Ahli Waris Pengganti Pada Putusan Mahkamah Syar’iyah No 245/Pdt.G/2017/MS.Bna.

    Get PDF
    Pembaruan hukum kewarisan Islam di Indonesia dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) berupa pemberian hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturan ini tercantum dalam Pasal 185 KHI, berdasarkan sebuah Putusan No 245/Pdt.G/2017/MS.Bna hakim mempersamakan bagian harta warisan yang diterima oleh ahli waris pengganti yaitu 3/33 (tiga pertiga puluh tiga) sedangkan ahli waris pengganti dalam putusan tersebut ada dua macam, pertama menggantikan kedudukan ayah dan ada menggantikan ibunya. Ahli waris pengganti seharusnya mendapatkan bagian harta warisan sesuai dengan ahli waris yang digantikan, kalau ahli waris pengganti menggantikan kedudukan ayahnya maka dia memperoleh harta warisan sesuai yang didapatkan ayahnya dan sebaliknya maka dia mendapatkan bagian harta warisan sesuai dengan bagian ibunya. Pertimbangan hakim dalam memberikan bagian warisan terhadap ahli waris pengganti dalam putusan No 245/Pdt.G/2017/MS.Bna dan tinjauan hukum Islam terhadap bagian harta warisan yang didapatkan oleh ahli waris pengganti dalam putusan No 245/Pdt.G/2017/MS.Bna adalah putusan majelis hakim memberikan hak sama atas ahli waris pengganti dengan dasar hukum Pasal 185 KHI Ayat (2) dengan dasar pertimbangan ahli waris pengganti tidak boleh mendapatkan warisan melebihi bagian anak perempuan pewaris dan bagian yang paling sedikit yaitu anak perempuan pewaris. Putusan hakim tentang pemberian warisan terhadap ahli waris pengganti laki-laki dan perempuan sama rata tidak sesuai dengan dengan Pasal 176 KHI dan alquran surat An-nisa’ ayat 11 yaitu dua berbanding satu. Menurut tinjauan hukum Islam dalam ketetapan yang disepakati oleh ulama melalui ijtihad surat an-nisa’ ayat 11 tidak semua cucu bisa jadi ahli waris. Cucu yang menjadi ahli waris itu hanyalah cucu laki-laki atau juga cucu perempuan dari anak laki-laki. Sedangkan cucu perempuan dari anak perempuan, bukanlah ahli waris

    Wali Nikah Fasik (Studi Perbandingan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i)

    Get PDF
    Abstrak: Tulisan ini mengkaji perbandingan antara mazhab Hanafi dan Syafi’i yang membahas mengenai wali nikah yang fasik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut mazhab Hanafi wali yang fasik boleh menjadi wali dalam pernikahan anak atau keponaan perempuannya. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i tidak sah wali nikah orang yang fasik, akan tetapi beliau mensyaratkan wali itu harus adil. Perbandingan keabsahan wali nikah yang fasik keduanya berbeda dalam memahami hadis dari segi maknanya, hadis yang digu nakan berbeda mazhab Hanafi menggunakan dasar hadis yang lemah, sedangkan mazhab Syafi’i menggunakan dalil yang kekuatan sanad, matan serta rawi yang kuat.Abstrak: This paper examines the comparison between the Hanafi and Shafi'i schools which discuss wicked marriage guardians. From the results of the study it can be concluded that according to the Hanafi school of wicked guardians may be guardians in child marriages or female nieces. Whereas according to the Shafi'i school the illegitimate marriage guardian of the wicked, but he requires that guardian must be fair. Comparison of the validity of wicked marriage guardians both differ in understanding the hadith in terms of meaning, the traditions used are different Hanafi schools using a weak basis of hadith, while the Shafi'i school uses a proposition that is the power of sanad, matan and strong rawi

    Force Control for One Degree of Freedom Haptic Device using PID Controller

    Get PDF
    Haptics has been used as an additional feedback to increase human experience to the environment over years and its application has been widening into education, manufacturing and medical. The most developed haptic devices are for rehabilitation purpose. The rehabilitation process usually depends on the physiotherapist. But, it requires repetitive movements for long-term rehabilitation, thus haptic devices are needed. Most of the rehabilitation devices are included with haptic feedback to enhance therapy exercise during the rehabilitation process. However, the devices come with multiple degrees of freedom (DOF), complex design and costly. Rehabilitation for hand movement such as grasping, squeezing, holding and pinching usually does not need an expensive and complex device. Therefore, the goal of this study is to make an enhancement to One DOF Haptic Device for grasping rehabilitation exercise. It is improved to perform a force control mechanism with few types of conventional controller which are Proportional (P) controller, Proportional-Integral (PI) controller, Proportional-Derivative (PD) controller and Proportional-Integral-Derivative (PID) controller. The performance of the haptic device is tested with different conventional controller to obtain the best proposed controller based on the lowest value of Mean Square Error (MSE). The results show that PID Controller (MSE = 0.0028) is the most suitable for the haptic device with Proportional gain (Kp), Integral gain (Ki) and Derivative gain (Kd) are 1.3, 0.01 and 0.2 respectively. The force control mechanism can imitate the training motion of grasping movement for the patient
    corecore