9 research outputs found

    Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas

    Get PDF
    The Healthy Indonesia Program is one of the programs of the nawacita agenda, in order to improve the health and nutritional status of the community through health efforts and community empowerment. This program makes the puskesmas as a pioneer in the implementation by prioritizing the family approach. In this way it is expected to increase the reach, target and improve access to health services in the working area. The Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PIS-PK) also emphasized the essence of puskesmas’ functions as promoting and preventing efforts. The purpose of this paper was to know PIS-PK implementation process at 8 puskesmas in 5 provinces, namely Wayurang, Karanganyar, Tanjung Sari, and Tanjung Bintang (Lampung Selatan Regency, Lampung), Banjarnegara 1 (Banjarnegara Regency, Central Java), Lahihuruk (Waikabubak Regency, East Nusa Tenggara), Giri Mulya (Tanahbumbu District, South Kalimantan), and Tawaeli Health Center (Palu City, Central Sulawesi) conducted during 2018. This analysis was part of the PIS-PK implementation research conducted using the approach Participatory Action Research (PAR), through qualitative methods; in-depth interviews, Focus Group Discussion (FGD), and seeing the results of updating the data conducted by officers. Based on the results of the FGD with officers and in-depth interviews with the head of the puskesmas, it was found that all locus puskesmas had carried out preparations for the implementation of home visits including the preparation of human resources, carrying out on the job training (OJT), preparing logistics, conducting external socialization before conducting home visits. Home visit had only been conducted by data collection phase. It had not been integrated in existing program in puskesmas. Abstrak Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda nawacita, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Program ini menjadikan puskesmas sebagai pelopor pelaksanaan dengan mengedepankan pendekatan keluarga. Dengan cara ini diharapkan dapat meningkatkan jangkauan, sasaran, dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) juga menekankan esensi fungsi puskesmas pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dalam upaya promotif dan preventif. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan PIS-PK pada delapan puskesmas di lima provinsi, yaitu Puskesmas Wayurang, Puskesmas Karanganyar, Puskesmas Tanjung Sari, dan Puskesmas Tanjung Bintang (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung), Puskesmas Banjarnegara 1 (Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah), Puskesmas Lahihuruk (Kabupaten Waikabubak, Nusa Tenggara Timur), Puskesmas Giri Mulya (Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan), dan Puskesmas Tawaeli (Kota Palu, Sulawesi Tengah) yang dilakukan selama tahun 2018. Analisis ini merupakan bagian dari riset implementasi PIS-PK yang dilaksanakan dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR), melalui metode kualitatif; wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan melihat hasil updating data yang dilakukan petugas. Berdasarkan hasil FGD dengan petugas dan wawancara mendalam kepala puskesmas diketahui bahwa seluruh puskesmas lokus telah melaksanakan persiapan pelaksanaan kunjungan rumah meliputi persiapan SDM, melaksanakan on the job training (OJT), mempersiapkan logistik, melakukan sosialisasi eksternal sebelum melakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah yang dilakukan baru bersifat pendataan, belum mengintegrasikan program yang ada di puskesmas

    Prediktor Sindrom Metabolik : Studi Kohor Prospektif Selama Enam Tahun di Bogor, Indonesia

    Get PDF
    Abstract The prevalence of metabolic syndrome (MS) in the world is between 20-25%, whereas in Indonesia 23.34%, is higher in men (26.2%) than in women (21.4%). SM is predicted to cause a two-fold increase in the risk of heart disease and five-fold in type 2 diabetes mellitus. There are no data on MS incidents in Indonesia. The aim of this study was to determine MS predictor and hazard rate from predictor factors during the six-years follow up in Bogor city. This study is a sub sample of data “Cohort Study of Non Communicable Disease Risk Factors” in Bogor City conducted in 2017. The sample taken is respondents who meet the criteria of MS in accordance with NCEP/ATP III. A total of 4,215 samples that were MS free at baseline were analyzed. Data were collected by interview, physical measurement and laboratory examination every two years during the six year follow-up (2011-2017). Bivariate analysis was performed to obtain a significant p value, followed by multivariate analysis with cox regression to see the hazard rate (HR). The result is the incidence of MS was 56 person years per 10.000 population, during 6 yeras observation. After adjusting for age, the MS were women with predictor or HR 4.78 (95% CI 1.11 – 20.56) and carbohydrate intake with HR 2.99 (95% CI 1.28 – 6.98). Women was main predictors of MS after controlling carbohydrate intake among people aged 25 years and above.To control of carbohydrate intake among women is a priority of MS control programs in community. Predictors for the incidence of SM women at risk were 4.78 times compared to men and carbohydrate consumption was 2.99 times. Abstrak Prevalensi sindrom metabolik (SM) di dunia antara 20-25%, sedangkan di Indonesia 23,34%, lebih tinggi pada laki-laki (26,2%) dibandingkan pada perempuan (21,4%). SM diprediksi menyebabkan kenaikan dua kali lipat risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit diabetes melitus tipe 2. Belum ada data insiden SM di Indonesia. Tujuan penelitian untuk menentukan variabel prediksi responden SM dan mendapatkan hazard rate dari faktor prediktor selama follow up enam tahun di Kota Bogor. Penelitian ini merupakan sub sampel data “Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular” di Kota Bogor yang dilakukan pada tahun 2017. Sampel yang diambil adalah responden yang memenuhi kriteria SM sesuai NCEP/ATP III. Sebanyak 4.215 sampel yang bebas SM saat baseline, dianalisis. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, pengukuran fisik dan pemeriksaan laboratorium setiap dua tahun selama follow up enam 6 tahun (2011-2017). Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan nilai p yang bermakna, dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan regresi cox untuk melihat hazard rate (HR). Hasil penelitian menunjukkan insiden SM sebesar 56 per 10.000 penduduk selama enam tahun pengamatan. Setelah di disesuaikan dengan umur maka HR atau prediktor SM adalah perempuan 4,78 (95% CI 1,11 – 20,56) dengan p = 0,03 dan asupan karbohidrat 2,99 (95% CI 1,28 – 6,98) dengan p = 0,01. Wanita dan asupan karbohidrat adalah prediktor untuk SM pada responden berusia 25 tahun ke atas. Kontrol asupan karbohidrat pada wanita merupakan prioritas program pengendalian sindrom metabolik di masyarakat. Prediktor untuk kejadian SM wanita berisiko sebesar 4,78 kali dibanding dengan laki laki dan komsumsi karbohidrat 2,99 kali

    Penanganan Balita Gizi Buruk di Puskesmas Provinsi Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur

    Get PDF
    Abstrak Masalah balita gizi buruk cenderung menurun pada tahun 2018, namun di beberapa daerah kasus gizi buruk meningkat menjadi KLB. Salah satu penanganannya melalui pemulihan di puskesmas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana penanganan gizi buruk dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dan kader posyandu. Desain penelitian menggunakan pendekatan mix methods, berlokasi di Kalimantan Barat, Banten, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dua kabupaten dipilih dari masing-masing provinsi, selanjutnya dari tiap kabupaten diambil satu puskesmas yang banyak kasus gizi buruk. Informan penelitian adalah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) puskesmas dan kader posyandu. Data yang dikumpulkan meliputi pelayanan gizi dan kesehatan, makanan terapi, dan penyuluhan serta peranan kader. Cara pengumpulan data dengan wawancara, in-depth interview dan diskusi kelompok terarah. Analisis data kuantitatif disajikan secara deskriptif dan kualitatif dengan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar puskesmas di daerah penelitian menangani gizi buruk dengan cara rawat jalan. Belum semua TPG puskesmas mendapat pelatihan gizi buruk, hanya sebagian puskesmas menggunakan makanan terapi sedangkan lainnya menggunakan makanan tambahan yang tidak sesuai dengan pedoman. Dukungan sebagian kader dalam penanganan gizi buruk di puskesmas berupa penemuan kasus gizi buruk dan merujuknya, membagikan PMT ke rumah balita. Penanganan balita gizi buruk di puskesmas belum optimal karena tidak didukung dengan ketersediaan input berupa makanan terapi dan belum semua TPG mendapat pelatihan gizi buruk. Pelatihan gizi buruk untuk tenaga puskesmas perlu ditingkatkan dan sistem pengadaan makanan terapi di daerah perlu diperbaiki, agar kualitas pelayanan gizi buruk menjadi lebih baik. Kata kunci: gizi buruk, TPG, PMT, sistem pengadaan, pelayanan kesehatan Abstract The problem of severe malnutrition children under five years old tends to decline in 2018. One of the treatment measures was through recovery at the health center. The purpose of this study was to evaluate the extent to which severe malnutrition children was handled by health center nutrition officer and posyandu cadre. Mix methods approach was used as research design and the study was located in West Kalimantan, Banten, West Java and East Nusa Tenggara Provinces. Two districts were chosen, then one health center from each district was selected based on the highest severe malnutrition cases. The informants were nutrition officer of health center and posyandu cadres. The data collected were nutrition and health services, therapeutic food, counseling, and the role of cadres. Data was collected through interview, in-depth interview, and focus group discussion. Quantitative data analysis was presented descriptively and qualitative data was presented with content analysis.The majority of health centers handled severe malnutrition children in outpatient treatment setting. Not all nutrition officer of health centre have received training in handling severe malnutrition. Only some health centers used therapeutic food while others used supplementary foods that was not recommended. The support of cadre was seen in the form of finding cases of malnutrition and distributing supplementary food to the malnourished children’s homes. The handling of malnourished children in health centers was not optimal, because it was not supported by the availability of therapeutic food and not all nutrition officer have been trained. For recommendations, nutrition training for health center staff needs to be increased and the system for provision therapeutic food in the regions needs to be improved in order to improve the quality of nutrition services. Keywords: severe malnutrition, health center nutrition officer, mix methods, indepth interview, content analysi

    Challenges and Solutions in Implementing a Healthy Indonesia Program with a Family Approach

    Get PDF
    The Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PISPK) is conducted bypuskesmas by integrating existing resources, with the family’s target. All familieswill get access to comprehensive health services. The implementation of PISPKsince 2016 has not been optimal because it has many obstacles. The analysis aimsto identify the obstacles, and to find solutions to implemented PISPK optimally.Implementation research was carried out using Participatory Action Research(PAR). The team (researcher and subject) implemented PISPK together based onstages that integrated into puskesmas management, at 4 puskesmas in SouthLampung. Researchers assisted and recorded data collected qualitatively (self-assessment, in-depth interviews, Focus Group Discussion), and quantitatively.There are any obstacles occurred in the implementation of PISPK such as theabsence of regulations and cross-sectoral supports; lack of knowledge andsupport from village officials, community leaders, and the public; limitedresources; lack of understanding of the substantive; application; lack of dataanalysis capabilities. These obstac-les can be minimized by making somebreakthroughs, such as advocacy and issuance of local government regulations onPISPK involving cross-sectors; increase socialization; periodic coordination,monitoring, and evaluation; making innovations (On Job Training, collaborationwith universities and health volunteer, Healthy Family Coverage Pocket Book,developing data analysis methods). The implementation of PISPK has manyobstacles that can be minimized by optimizing existing potentials and supportfrom stakeholders. Puskesmas need to increase socialization; team organizing;data analysis; coordination, and routine monitoring evaluation. Pusdatin needs toimprove KS applications to be more user-friendly

    Pelaksanaan program indonesia sehat dengan pendekatan keluarga (pis-pk) di puskesmas

    Full text link
    Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda nawacita, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Program ini menjadikan puskesmas sebagai pelopor pelaksanaan dengan mengedepankan pendekatan keluarga. Dengan cara ini diharapkan dapat meningkatkan jangkauan, sasaran, dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) juga menekankan esensi fungsi puskesmas pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dalam upaya promotif dan preventif. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan PIS-PK pada delapan puskesmas di lima provinsi, yaitu Puskesmas Wayurang, Puskesmas Karanganyar, Puskesmas Tanjung Sari, dan Puskesmas Tanjung Bintang (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung), Puskesmas Banjarnegara 1 (Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah), Puskesmas Lahihuruk (Kabupaten Waikabubak, Nusa Tenggara Timur), Puskesmas Giri Mulya (Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan), dan Puskesmas Tawaeli (Kota Palu, Sulawesi Tengah) yang dilakukan selama tahun 2018. Analisis ini merupakan bagian dari riset implementasi PIS-PK yang dilaksanakan dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR), melalui metode kualitatif; wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan melihat hasil updating data yang dilakukan petugas. Berdasarkan hasil FGD dengan petugas dan wawancara mendalam kepala puskesmas diketahui bahwa seluruh puskesmas lokus telah melaksanakan persiapan pelaksanaan kunjungan rumah meliputi persiapan SDM, melaksanakan on the job training (OJT), mempersiapkan logistik, melakukan sosialisasi eksternal sebelum melakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah yang dilakukan baru bersifat pendataan, belum mengintegrasikan program yang ada di puskesmas

    Peran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Implementasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Lima Provinsi, Indonesia

    Get PDF
    Abstrak Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) bertujuan untuk meningkatkan akses pelayanan komprehensif dan skrining kesehatan, mencapai standar pelayanan minimal (SPM), mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) dengan meningkatkan kesadaran menjadi peserta JKN. Peran dinas kesehatan (dinkes) provinsi, kabupaten/kota yaitu pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian. Keberhasilan dalam implementasi PIS-PK di puskesmas tidak terlepas dari peran dinkes kabupaten/kota dan provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran peran dinkes dalam memfasilitasi, mengoordinasi, membimbing, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan PIS-PK di wilayahnya. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan Parcipatory Action Research (PAR) melalui wawancara mendalam dan observasi. Informan adalah penanggung jawab PIS-PK di dinkes provinsi dan kabupaten/kota. Lokus penelitian dilakukan di Dinkes Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur tahun 2018. Sementara untuk dinkes kota/kabupaten dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Tanah Bumbu, Kota Palu dan Kabupaten Sumba Barat. Hasil penelitian menunjukkan peran dinkes dalam pengembangan sumber daya, koordinasi, bimbingan dan monev sudah dilaksanakan sesuai dengan Permenkes No 39 Tahun 2016. Beberapa dinkes telah melakukan upaya inovatif untuk mengatasi keterbatasan anggaran, tenaga dan sarana yang terjadi selama implementasi PIS-PK. Namun dapat lebih optimal jika telah ada persamaan persepsi di internal dinas, integrasi lintas program dan lintas sektor yang mengarah pada pencapaian tujuan PIS-PK. Kata kunci: dinas kesehatan, program Indonesia sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), Parcipatory Action Research (PAR) Abstract The purpose of the Healthy Indonesia Program with the Family Approach (PIS-PK) is to improve access to comprehensive services and health screening, achieve minimum service standards (SPM), support the implementation of national health insurance (JKN) by increasing awareness of being JKN participants. Resource development, coordination, and guidance, monitoring, and control are the roles of provincial and district/city health offices in implementing PIS-PK. The involvement of the regional health offices is one of the success factors of the implementation of PISPK in the public health center. The research method is qualitative with Participatory Action Research (PAR) and was done by in-depth interviews and observation. The informants were pic of PIS-PK in the public health office. The research site was provincial of health office i.e Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur in 2018. It also was done in district/city of health office i.e Lampung Selatan, Banjarnegara, Tanah Bumbu, Sumba Barat, and Palu city. The result shows that the role of public health offices monthly have been performed thoroughly according to the regulation of health ministry number 3 in 2016. On the other side, several health offices have made an innovative program to overcome the limitations of the budget, personnel, and facilities that occur during the implementation of PIS-PK. However, it could be optimum to reach PISPK objectives if there was the same perception in internal of health office, integration of health program in the internal and external sector. Keywords: health office, Healthy Indonesia Program with the Family Approach, Participatory Action Research (PAR

    Peran dan Sinergitas Puskesmas Campakamulya Cianjur dalam Upaya Mengatasi Stunting di Wilayah Kerja

    Full text link
    Abstrak Gizi stunting saat ini menjadi salah satu masalah yang masih dihadapi. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang percepatan penanggulangan stunting, penanganan masalah stunting masih sangat lambat. Puskesmas menjadi ujung tombak dalam penanganan stunting melalui intervensi spesifik. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran puskesmas dalam penanganan stunting. Metodologi penelitian ini menggunakan rancangan studi mix method dengan menggali informasi dari pihak puskesmas, tokoh masyarakat dan masyarakat sehingga didapatkan gambaran mendalam tentang peranan puskesmas dalam usaha mengatasi stunting di wilayah kerja Puskesmas Campakamulya, Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puskesmas Campakamulya dalam keterbatasan geografis, SDM, berupaya dalam menangani stunting, namun belum maksimal dikarenakan tidak ada pedoman juknis penatalaksanaan stunting yang dapat diterapkan di puskesmas. Sementara ini penanganan masih berdasarkan pengalaman penanggulangan gizi buruk. Dukungan dari aparat desa dan masyarakat sudah mulai terlihat dalam menurunkan kasus stunting. Puskesmas perlu membuat inovasi yang dapat mengubah perilaku masyarakat dalam pencegahan stunting dengan memperhatikan penanganan perbaikan nutrisi pada anak sejak 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Kata kunci: puskesmas, penanganan stunting Abstract Stunting nutrition is currently one of the problems that are still being faced. Since the government issued a policy on accelerating stunting reduction, the handling of stunting problems has been very slow. Primary health center are at the forefront of stunting management through specific interventions. The purpose of writing this article is to find out how the role of primary health center in handling stunting. Methodology this research used mix method study design by extracting information from the health center, community leaders and the community so that an in-depth picture of the role of the community health center in the effort to overcome stunting in the working area of ​​the Campakamulya primary health center, Cianjur Regency was obtained. The results showed that the Campakamulya primary health center in terms of geographic limitations, human resources, tried to deal with stunting, but it was not optimal because there were no technical guidelines for stunting management that could be applied in the primary health center. Meanwhile, the treatment is based on experience in overcoming malnutrition. Support from village officials and the community has begun to appear in reducing stunting cases. Primary health center need to make innovations that can change people's behavior in preventing stunting by paying attention to the handling of improved nutrition in children since the first 1000 days of life. Key words: primary health center, handling stuntin

    Pemanfaatan karbon aktif dari kulit singkong (Manihot utilissila) sebagai adsorben zat pewarna tekstil methylene blue

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk menentukan massa, waktu dan konsentrasi optimum kulit singkong yang dapat menyerap warna metilen biru. Kulit singkong mengandung unsur karbon yang cukup tinggi sebesar 59,31% sehingga dapat dijadikan sebagai karbon aktif dengan metode adsorpsi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kulit singkong diubah menjadi karbon aktif dengan NaOH 0,1 N sebagai aktivator. Kemudian menentukan massa, waktu dan konsentrasi optimum berdasarkan persentase penyerapan larutan zat warna metilen biru tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam variasi massa 0,5; 0,25 dan 0,125 gram didapatkan persentase berturut-turut sebesar 98,98%; 98,65% dan 96,58%, variasi waktu 5; 10; 15; 30; 60; 120 menit dan 240 menit didapatkan persentase sebesar 87,89%; 90,65%; 91,21%; 92,28%; 97,96%; 98,51% dan 98,76%, dan variasi konsentasi 25; 50; 75; 125 dan 150 ppm didapatkan persentase berturut-turut sebesar 97,41%; 98,43%; 98,42%; 79,01%; dan 70,33%. Dapat disimpulkan persentase penyerapan tertinggi larutan zat warna metilen biru yaitu pada massa 0,5 gram selama 240 menit konsentrasi larutan zat warna metilen biru 50-75 ppm
    corecore