16 research outputs found
Modifikasi Jembatan Mataraman II Malang Menggunakan Struktur Gelagar Beton Bertulang
Jembatan Mataraman II yang terletak di Kabupaten Malang memiliki panjang ± 40,8 m dengan lebar ± 11m. Jembatan ini semula didesain dengan standar bangunan atas tipe precast concrete I girder, metode girder precast, metode ini direkomendasikan pada jembatan Mataraman II, karena ekonomis, memperpendek waktu konstruksi dan workability. Jembatan eksisting ini didesain dengan tinggi I girder 1700 mm yang memiliki mutu beton precast concrete I girder K-500 (fâc 415 kg/cm2). Metode jembatan beton bertulang direkomendasikan pada jembatan ini, karena kriteria jembatan Mataraman II ini merupakan jembatan bentang pendek, sehingga jembatan beton bertulang cocok diterapkan dalam kasus ini. Selain itu juga, material yang digunakan memiliki sifat tahan lama, lebih ekonomis, dan mudah pemeliharaannya. Jembatan ini didesain dengan membangun abutment baru yang berjarak ± 2m dari abutment lama dikarenakan agar tidak mengganggu lebar mulut sungai, sehingga panjang jembatan menjadi 44,80m. Dikarenakan panjang jembatan > 25m maka kurang efektif dalam penggunaan gelagar beton bertulang, oleh karena itu direncanakan pilar yang berjarak ± 10m dari rencana abutment baru. Perencanaan abutment direncanakan dengan didukung pondasi sumuran, dikarenakan pada kedalaman 4 m - 5 m harga N-SPT didapatkan N > 50 ( tanah keras )
Analisa Konfigurasi Mooring Sistem Pada Submerged Floating Tunnel(SFT)
Submerged Floating Tunnel (SFT) merupakan sebuah struktur tubular yang terendam dan mengambang di kedalaman tetap melalui sistem angkur yang terdiri dari kabel yang terhubung ke dasar laut. Terowongan secara permanen dikenakan berat sendiri dan dibantu dengan adanya daya apung yang ditimbulkan oleh air, Penampang terowongan didesain sehingga daya apung dapat mengatasi berat badan struktural dan mengalami kekuatan volume yang diarahkan ke atas. Sistem kabel juga memainkan peran yaitu untuk menghambat terowongan, meminimalkan perpindahan dan tegangan yang disebabkan oleh beban lingkungan, seperti beban gempa dan hidrodinamik yang dapat menjadi runtuh dalam kasus penyeberangan laut dengan sistem SFT (Submerged Floating Tunnel ) oleh karena itu, kabel sangat berperan dalam menstabilkan posisi SFT (Submerged Floating Tunnel ). karena itu, maka SFT (Submerged Floating Tunnel ) akan dipasang kabel baja untuk menahan struktur agar tetap kokoh. Sehingga struktur tidak mengalami pergoyangan berlebih akibat beban lingkungan. Kabel dimodelkan dengan berbagai konfigurasi yaitu dengan posisi sudut 00, 90, 180, 270, 360, 450, 540, 630, dan 720.
Dalam pemodelan dengan metode numerik menggunakan software ABAQUS v6.14. dimana pemodelan sesuai dengan data lingkungan pada kepulauan seribu yaitu antara pulau panggang dan pulau karya. Pemodelan yang dibuat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya menggunakan software SAP2000. Namun halnya, pada pemodelan dengan ABAQUS menggunakan load yaitu increment displacement yang dimungkinkan sampai elemen mengalami leleh.
Hasil analisa elemen menunjukkan bahwa konfigurasi kabel yang efektif yaitu konfigurasi kabel dengan sudut inklinasi sudut 54â°. Pada kondisi ini, tegangan dan perpindahan yang dihasilkan menunjukkan nilai yang relatif kecil dibandingkan dengan konfigurasi kabel yang lain. Tegangan yang terjadi pada sudut inklinasi kabel 54â° yaitu 1625 Mpa. Perpindahan yang terjadi pada sudut inklinasi kabel 54â° yaitu 25mm. Selain itu, terlihat juga pada hasil verifikasi antara ABAQUS dan Sap 2000 menghasilkan nilai yang relatif dekat. Maka dapat disimpulkan ABAQUS dapat digunakan dalam pemodelan elemen apapun yang akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. ====================================================================================================== Submerged Floating Tunnel (SFT) is a tubular structure that is submerged and floated in the certain depths through the system of anchors consisting of a cable connected to the seabed. The tunnels are permanently subjected to its own weight and assisted by the buoyancy caused by the water, a cross-section of the tunnel is designed so that buoyancy can overcome the structural weight and experience the power of volume directed upwards. The cable system also plays a role which is to inhibit the tunnel, minimizing displacement and stress caused by environmental loads, such as earthquake loads and hydrodynamic that can be collapsed in the case of sea crossings with the system SFT (Submerged Floating Tunnel), therefore, the cable was instrumental in stabilizing position SFT (Submerged Floating Tunnel). Therefore, the SFT (Submerged Floating Tunnel) will be installed steel cables to hold the structure in order to remain solid. So that the structure did not experience excessive displacement due to the environmental burden. Cables modeled with various configurations, namely with the position angle of 00, 90, 180, 270, 360, 450, 540, 630, and 720.
In numerical modeling method using ABAQUS v6.14. which according to the environmental data on Kepulauan Seribu, it is between Panggang island and Karya island. The modeling was compared to a previous study using SAP2000. However, the modeling by ABAQUS using load incremental displacement is possible being yield.
The results show that the software output cable configuration is effective that the cable configuration at an inclination angle 54â°. In this condition, the stress and the displacement showed the smallest value compared with other cable configurations. The stress of cable at an inclination angle 54o is 1625 Mpa and the displacement is 25 mm. Also the verification results between ABAQUS and Sap 2000 resulted in a relatively close value. It can be concluded ABAQUS can be used in the modeling of any elements that would be applied in their daily lives
Analysis Mooring System Configuration of Submerged Floating Tunnel
Submerged Floating Tunnels (SFT) is a tubular structure that is submerged and floating in depth remains through the system of anchors consisting of a cable connected to the seabed. SFT structure imposed its own weight and is assisted by the buoyancy or uplift caused by water, cross sectin of the tunnel is designed so that buoyancy can overcome the structural weight and experienced a lift force that causes the floating structure. Fastening system (mooring system) also play a role which is to inhibit the SFT structure, minimize displacement and stress caused by environmental burden, such as earthquakes and hydrodynamic load that can aggravate the condition SFT structure in case of crossing the sea with SFT system. SFT will give a fairly small impact on the environment as it floated in the water, and with built using a modular system, the SFT (Submerged Floating Tunnels) can reach a distance long enough and does not cause pollution. Basically the same as the force that occurs archimides principle, where the objects are in the water to get a compressive force to the top. Cross sectional analysis SFT, will be modeled by 7 different models that have been in previous studies. The model's of SFT with steel cable to hold the structure in order to remain strong with the inclination selected. Analysis is done by modeling the triangle wiring configuration with different angle of incliflation cable. The analysis by comparing the test model were made earlier with prototype analyzed numerically. The expected structure did not undergo excessive deformation due to the environmental burden. Therefore, the structure of the SFT will be done with the Abaqus as finite element analysis. So, obvious deformation occurred in the cable. Therefore, it was expected to obtain the optimum angle of inclination was 54Âș
Analisa Perbandingan Kolom Komposit Inside Steel dan Outside Steel terhadap Kapasitas Tahanan Aksial dan Momen
ABSTRAKÂ Penggunaan kolom komposit telah banyak digunakan di berbagai bangunan bangunan tinggi. Dan pada umumnya, Kolom komposit dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolom komposit inside steel dan outside steel dengan struktur baja terbungkus oleh beton disebut dengan kolom inside steel atau bisa saja disebut Concrete Encased Column. Sedangkan untuk baja yang berisi beton disebut dengan kolom outside steel atau juga disebut Concrete Filled Column. Penggunaan struktur kolom komposit outside steel sebagai kolom utama dalam mendukung beban lateral pada struktur rangka bangunan belum lazim digunakan dalam perkembangan konstruksi saat ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kekuatan dari 2 macam kolom komposit agar diketahui jenis kolom komposit yang paling efektif dan memiliki kekuatan paling tinggi. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan manual pada kolom komposit inside steel dan outside steel yang berbentuk kotak, sedangkan untuk perhitungan dengan menggunakan program CSICOL dilakukan pada seluruh kolom komposit. Hasil nilai ĂPn dan ĂMn kemudian dibandingkan antara perhitungan manual dengan program CSICOL. Hasil perhitungan menunjukan bahwa kemampuan kolom komposit outside steel lebih baik dibandingkan kolom komposit inside steel dengan menggunakan standar volume dari ukuran kolom komposit inside steel kotak 400x400 mm. Kolom komposit outside steel berbentuk bundar dengan diameter 431 mm lebih unggul sebesar 17 % dalam menahan gaya aksial nominal (ĂPn) dibandingkan semua tipe kolom komposit yang lain. Sedangkan kolom komposit outside steel berbentuk kotak dengan ukuran 405.70x405.70 mm lebih unggul menahan momen nominal (ĂMn) sebesar 10,5 % dibandingkan semua tipe kolom komposit yang lain.Kata kunci : kolom komposit; inside steel (concrete- encased column); outside steel (concrete-filled column)ABSTRACTÂ The use of composite columns has been widely used in various high-rise buildings. Composite columns are generally divided into two types: composite columns inside steel and outside steel columns with a steel structure wrapped in concrete called an inside steel column (concrete encased column), while steel containing concrete is called an outside steel column (concrete-filled column). The use of a composite column structure outside steel as the main column in supporting lateral loads in the building frame structure is not yet commonly used in current construction developments. Therefore, it is necessary to consider the strengths of 2 types of composite columns to know which type of composite column is the most effective and has the highest strength. Calculations are performed using manual calculations on composite columns inside steel and outside steel in the form of a box, while calculations using the CSiCOL program are carried out on all composite columns. The results of the ĂPn and ĂMn values are then compared between manual calculations and the CSiCOL program. The calculation results show that the composite outside steel column's ability is better than the inside steel composite column by using a standard volume from the size of the composite column inside steel box 400x400 mm. The round composite outside steel column with a 431 mm diameter is 17% superior in withstanding nominal axial force (ĂPn) than all other composite column types. While the outside steel composite column in the form of a box with a size of 405.70x405.70 mm is superior to withstand the little moment (ĂMn) by 10.5% compared to all other types of composite columns.
Redesign Struktur Gedung Rusun dengan Half Slab System dan Balok Precast U-Shell
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi konstruksi di Indonesia, dibuktikan dengan semakin banyaknya gedung bertingkat tinggi yang telah dibangun. Seiring dengan perkembangan tersebut, diperlukan inovasi â inovasi dari enginner untuk mendapatkan solusi yang efektif dan efisien untuk perencanaan gedung bertingkat, salah satunya pengunaan beton precast / pracetak. Penelitian ini bertujuan untuk Mendapatkan hasil perbandingan reaksi struktur berat keseluruhan dengan metode balok Precast U-shell dan pelat Half Slab terhadap reaksi struktur berat keseluruhan pada kondisi eksisting. fungsi U-Shell disini sebagai bekisting permanen. Pada dasarnya perencanaan balok U-Shell sama dengan perencanaan balok dengan menggunakan metode konvensional, namun yang membedakannya adalah pada perencanaan balok U-Shell harus menghitung kondisi pemasangan saat usia beton masih mudah. Sehingga dengan kondisi tersebut harus memperhitungkan kapasitas tulangan untuk mencegah terjadinya retak, metode precast U-Shell dibutuhkan analisa dan desain tersendiri yang tidak diperhitungkan dalam menganalisa beton secara monolite atau konvensional. Dengan hasil sebesar Perbandingan berat struktur dari kedua pemodelan terdapat perbedanaan selisih pada pemodelan eksisting struktur lebih ringan 408,558 ton terhadap struktur kondisi remodeling, hal ini dipengaruhi karena dimensi pada kondisi eksisting lebih bervasiasi dibandingkan dengan remodeling dan untuk persentase perbadingannya antar pemodelan mendapatkan nilai sebesar 17 %
STUDI KOMPARASI PARAMETER RESPONS SPECTRUM GEMPA SNI 1726-2012 TERHADAP SNI 1726-2019 DENGAN STUDI KASUS GEDUNG C STIE PERBANAS
Di Indonesia, terdapat standard perencanaan bangunan tahan gempa yaitu SNI 1726-2012. Akibat berkembangnya ASCE 7 sebagai acuan SNI 1726, telah diperbarui standard menjadi SNI 1726-2019, maka dilakukan studi komparasi parameter respons spectrum gempa untuk bangunan gedung C STIE Perbanas. Tujuannya untuk memperoleh perbedaan nilai parameter respons spectrum gempa dan kombinasi pembebanan akibat berubahnya peta gempa menggunakan program SAP2000. Berdasarkan hasil penelitian, parameter nilai SS dan S1 pada SNI 1726-2019 mengalami peningkatan sebesar 2.24% dan 23.08%, hal ini berpengaruh pada gempa vertikal yang mengakibatkan meningkatnya koefisien pengali beban mati maksimum pada kombinasi SNI 1726-2019 sebesar 0.797%
Identification of Structural Damage in Frame Bridge Using Mode Shape Curvature: Simulation on Laboratory-Scale Frame Bridge
Most bridge construction is dominated by steel bridges with various designs and structural types. The choice of steel as a material is due to its known strength, durability, and resistance to damage. However, if maintenance activities on steel bridges are lacking, there is a potential for damage or even failure of the structure. Structural failure can result in economic losses for the country, and more importantly, it can pose a threat to human safety. Therefore, there is a need for monitoring activities to assess the structural health. The development of monitoring activities in the last decade includes the Structural Health Monitoring System (SHMS). To address the challenges of SHMS, various methods are being researched. Non-Destructive Testing (NDT) methods are considered the best choice as an inspection tool, being perceived as easy, and effective in detecting and diagnosing various structural issues. Hence, in research, the detection of damage locations in steel bridge structures is carried out using the Mode Shape Curvature (MSC) method with the assistance of an accelerometer sensor. The MSC method contributes to SHM at level II, specifically in detecting the location of damage in the structure. It is observed that in the designed damage scenarios, the MSC index indicates a loss of stiffness with an increase in the MSC value at the damage location
Analisis Retaining Wall dengan Sistem Rangka menggunakan Plat Precast
Perencanaan suatu konstruksi erat kaitanya dengan tanah, sehingga sangat penting untuk menjaga kestabilan tanah yang memiliki perbedaan elevasi yang tinggi. Salah satu cara yang dilakukan adalah membangun dinding penahan tanah. Namun untuk kontur tanah yang memiliki beda elevasi lebih dari 10 meter, akan membutuhkan dinding penahan tanah dengan volume beton atau batu kali yang sangat banyak. Selain itu penggunaan sheetpile juga memiliki keterbatasan, sehingga perlu mencari alternatif dinding penahan yaitu dengan menggunakan rangka baja.Dalam merencanakan dinding penahan tanah dengan konstruksi rangka baja perlu dianalisis kebutuhan profil baja dengan menggunakkan program bantu SAP2000. Gaya yang didapat untuk analisis rangka dan pelat precast berasal dari perhitungan gaya lateral tanah maksimum. Dinding penahan tanah harus tahan terhadap gaya guling dan geser, sehingga perlu dilakukan analisis tiang pancang untuk menahan gaya aksial dan geser akibat dari gaya lateral tanah maksimum.Dari analisis yang telah dilakukan maka didapat perkuatan dinding penahan sistem rangka baja dengan tinggi 12 meter. Dimensi pelat precast yang digunakan adalah Panjang 4m x lebar1,5m x tebal 0,30m dengan profil baja H 350.350.19.21. struktur perkuatan menggunakan tiang pancang sebagai pondasinya, sehingga mampu mengatasi keterbatasan sheetpile serta kebutuhan batu kali atau beton dengan volume yang besar. Selain itu hasil anali
Penambahan Stressing Bar Pada Perencanaan Struktur Baja Gedung Parkir di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Perencanaan pada gedung parkir terpusat di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya dengan acuan data survey SRP volume puncak kendaraan oleh made dkk (2017) jumlah kendaraan yang parkir 1299 motor, angka ini akan meningkat pada kondisi tertentu hingga mencapai 2000 kendaraan. Gedung parkir terpusat direncanakan dengan menggunakan metode strukrur baja konvensional, dalam perencanaan ini dilakukan peninjauan salah satu girder-nya yang direncanakan dengan penambahan stressing bar (baja pratengang) pada sayap bawah girder. Berdasarkan hasil perbandingan dalam perencanaan dengan menggunakan metode strukrur baja konvensional profil girder menggunakan WF350x175x7x11 dengan ratio momen 0.8, metode ini mendapatkan profil yang lebih besar dibandingkan dengan cara penambahan stressing bar (baja pratengan) yang menggunakan profil girder WF300x150x6.5x7 didapatkan ratio momen 0.87 dengan strand mutu G270 diameter 9.5 mm dan tarikan sebesar 9272.81 kg. Dalam penggunaan profil WF300x150x6.5x9 dengan penambahan stressing bar dapat mengefisiensi berat tiap balok utamanya hingga ±25%. Tetapi dengan penambahan stressing bar pada balok utama akan menambah waktu dalam pelaksanaannya di lapangan
Modifikasi Struktur Jembatan Sumber Sari, Kalimantan Timur dengan menggunakan Sistem Busur
Indonesia merupakan negara kepulauan, serta dilewati oleh sungai-sungai di setiap pulaunya. Jembatan memiliki peranan yang penting di Indonesia, jembatan bentang panjang maupun bentang pendek yang menghubungkan antar pulau maupun dengan hambatan sungai telah banyak dibangun di Indonesia. Penelitian ini fokus pada Perencanaan Jembataan dengan menggunakan sistem busur baja yang mengandung nilai seni, selain memiliki struktur yang kuat, jembatan ini juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Jembatan Sumber Sari, yang terletak di Kutai Barat, Kalimantan Timur memiliki bentang 82 m dengan 2 lajur kendaraan masing-masing selebar 4 m. Jembatan ini merupakan Jembatan bentang Panjang. Tahap awal perencanaan adalah perencanaan bangunan atas yang terdiri dari lantai kendaraan dan trotoar, gelagar memanjang dan gelagar melintang, kemudian konstruksi pemikul utama. Analisa dengan menggunakan program SAP 2000 dilakukan setelah dketahui beban â beban yang bekerja pada konstruksi tersebut untuk mendapatkan gaya â gaya dalam yang bekerja, khususnya untuk konstruksi pemikul utama dan konstruksi sekundernya. Setelah gaya â gaya tersebut diketahui besarnya maka dilakukan perhitungan kontrol tegangan dan perhitungan sambungan. Untuk struktur bangunan bawah direncanakan abutment (kepala jembatan) dengan pondasi tiang pancang