14 research outputs found
Gua Harimau dan PerjalananPanjang Peradaban Oku
Gua Harimau menjadi fokus bahasan di dalam monografi ini sebab kekayaan dan potensi arkeologis yang
terkandung di dalamnya memungkinkan dilakukannya rekonstruksi yang lengkap, baik dari aspek karakter budaya,
pola hidup dan adaptasi manusia, maupun kronologinya. Adapun tulisan serta beberapa data arkeologi yang ada
di dalam monografi ini disusun berdasarkan laporan-laporan penelitian Akar Peradaban OKU yang telah disusun
oleh editor bersama kontributor di dalam monografi ini dalam lima tahun belakangan. Monografi ini sengaja
disusun atas bagian-bagian (bab) yang di dalamnya terdapat satu atau lebih artikel ilmiah. Strategi ini dilakukan
agar informasi ilmiah dapat disajikan secara lebih singkat dan menarik, khususnya untuk kalangan nonakademisi.
Data-data arkeologi yang telah melalui tahap verifikasi dan analisis mendalam dipaparkan di dalam monografi ini
agar dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti maupun kalangan akademisi. Setiap bagian diawali dengan
uraian pokok permasalahan serta beberapa informasi yang menjadi
highlights
. Ilustrasi sengaja dibuat semenarik
mungkin agar mudah dimengerti dan sedap dipandang
Berpetualang ke Karawang Yuuk!
Dalam buku Seri Jejak Purbakala kali ini, Kak Arki akan mengajak kalian
berpetualang ke masa lalu di daerah Karawang. Kalian akan Kak Arki ajak
memecahkan misteri tentang asal usul leluhur kita yang berada di Karawan
Сравнительный анализ воспроизводства запасов нефти в региональном разрезе
Abstrak. Teras 20 meter Bengawan Solo yang diklaim berumur Pleistosen Atas seringkali dibahas sejak penemuan 14 spesimen Homo erectus beserta sejumlah artefak di Ngandong pada tahun 1931-1933. Namun demikian, artefak batu yang dianggap sebagai peralatan Homo erectus progresif tersebut jarang sekali dibahas secara khusus, sehingga karakter teknologi mereka masih belum jelas statusnya. Situs Matar di tepi timur Bengawan Solo dengan litologi dan posisi yang mirip dengan Ngandong memberikan data baru terkait artefak litik dengan taksiran umur yang sama. Analisis terhadap himpunan artefak litik Situs Matar bertujuan untuk mengetahui karakter bentuk dan teknologi artefak litik Homo erectus progresif. Analisis khusus berupa tinjauan tipologi dan dimensi artefak serpih menunjukkan ciri khusus. Pengukuran serpih menunjukkan produk débitage yang cenderung rektangular dan sedikit memanjang. Secara umum, himpunan artefak litik dari Matar menunjukkan kehadiran alat serpih bersama dengan artefak masif seperti bola, spheroidal, polihedron, serta kapak perimbas-penetak. Kehadiran alat masif bercirikan Oldowanian tersebut menunjukkan fungsi alat yang sepertinya tidak tergantikan oleh artefak serpih di dalam budaya Homo erectus progresif. Abstract. The 20 meter-high Solo terrace claimed to be Upper-Pleistocene deposit has often been discussed since the discovery of 14 Homo erectus specimens with numerous artifacts in Ngandong on 1931-1933. Nevertheless, the artifacts that have been baptized as implements of progressive Homo erectus is rarely discussed, especially the character of their technology, which remains unclear. Matar, a new site situated on the eastern banks of Solo River with similar lithology and position to those of Ngandong, provides new data related to lithic artifacts. Analysis on lithic assemblage from Matar locality was aimed at characterizing morphology and technology of the implements of progressive Homo erectus. Specified analysis consisting of typology and measurements of flake artifacts successfully shows its specific characteristics. Measurements on flakes show débitage products that tend to be rectangular and slightly elongated. In general, the lithic assemblage from Matar shows the presence of flakes together with massive tools such as bola, spheroidal, polyhedrons, and chopper-chopping tools. The presence Oldowanian massive tools might indicate their exceptional utility that could not be replaced by flakes in progressive Homo erectus culture.
Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.20 No.2 Tahun 2015
Jurnal Jurnal terbitan bulan November ini terdiri dari enam tulisan, yang berdasarkan kronologi data yang digunakan berasal dari masa prasejarah sampai masa kolonial. Adapun
topik yang ditulis juga menampilkan variasi yang berbeda, yaitu berkaitan dengan permukiman, studi gender, teknologi dan metode penelitian arkeologi.
Tulisan-tulisan ini antara lain arkeologi Makam Sultan Muhammad Ali Ternate di Maluku Utara, Perempuan dan tradisi ziatah makam, penggunaan total station dalam perekaman data arkeologi di Indonesia, Seni lukis dan gores pada Megalitik Pasemah, Provinsi Sumatera Selatan, Batu bergores (batu Gong) di tepi sungai Mesumai Jambi kajian awal seni cadas, Megalitik dalam konteks kekinian, legenda dibalik batu Larung (kajian etnografi mengenai hubungan mitos dan artefak megalit
KALPATARU Majalah Arkeologi vol 24 nomor 1
GUA KJDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO
Kidang Cave, a Holocene Habitation along the Solo River
lndah Asikin Nuraoi1 dao Agus Tri Hascaryo2
Gua Kidang merupakan hunian manusia prasejarah yang diteliti Balai Arkeologi Yogyakarta sejak tahun 2005 dan masih berlanjut sarnpai sekarang. Berdasarkan survei permukaan di seluruh kawasan karst Blora, Gua Kidang adalah satu-satunya gua yang layak huni. Hal tersebut didasarkan pada morfologi lahan, sirkulasi sinar matahari, kemiringan, kelembaban, serta temuan permukaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menelusuri dan mengungkap jejak lokasi situs yang menjembatani kesinambungan antara kebudayaan Pleistosen dan Holosen yang mas1h gelap. Selain itu, menarik untuk dikaji lebih jauh adalah lokasi gua ini dikelilingi situssitus Pleistosen, yang pada hasil penelitian terakhir pada tahun 2013, memberikan titik terang. Metode yang digunakan adalah ekskavasi di Gua Kidang dan analisis terhadap temuan-temuan arkeologis, stratigrafi dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian selama tujuh kali, disimpulkan bahwa Gua Kidang merupakan gua yang intensif dihuni manusia prasejarah dengan tinggalan yang lengkap, berupa artefak, fitur, dan ekofak, serta rangka Homo sapiens.
PRASASTI TLAD (904 M.):
DESA PERDIKAN UNTUK TEMPAT PENYEBERANGAN MASA
MATARAM KUNA
Titi Surti Nastiti
Prasasti TlaJJ yang dikeluarkan oleh Sn Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitng SrT Dharrnmodaya Mahasambhu pada tanggal 6 parogelap bulan Posya tahun 825 Saka (11 Januari 903 M.) menyebutkan nama desa tempat penyeberangan di tepi Bengawan Solo, yaitu Desa Paparahuan. Untuk pembiayaannya, Desa Tlal), Desa Mahe/Mahai, dan Desa Paparahuan dijadikan desa perdikan. Tulisan ini bertujuan untuk membaca ulang Prasasti Tlal) dan mengidentifikasi Prasasti Wonoboyo serta mengidentifikasi desa-desa yang disebutkan dalam prasasti. Adapun metode yang dipakai dalam makalah ini adalah metode deskriptif analitis dan metode komparatif. Dari hasil penelitian dapat diidentifikasi dua dcsa, yaitu Desa Teleng dan Desa Paparahuan. Sementara Desa Mahe/Mahai masih belum dapat diidentifikasi dimana lokasinya. Sebagai kesimpulan dapat disebutkan bahwa selain dapat mengidentifikasi dua desa yang disebutkan dalam Prasasti Tlal) l dan Tia!) II, juga dapat mengidentifikasi Prasasti Wonoboyo sebagai Prasasti TlaJJ III.
PERAN MAGIS-RELIGIUS BENGAWAN SO LO DALAM PENDI RIAN KOTASU RAKARTAABAD KE-18
The Magical-Religious Role of Bengawan Solo in the Establishment of Surakarta City in 18th Century
Mimi Savitri
Peran magis religius Bengawan Solo adalah penting bagi pendirian Kota Surakarta. Peran ini berkaitan dengan kekuatan gaib, roh halus, dan atau roh-roh nenek moyang yang ada pada sungai khususnya di daerah pertemuan dua sungai. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib merupakan hal mendasar dalam kehidupan orang Jawa, akan tetapi hal tersebut kurang mendapat perhatian dari para ahli sejarah maupun arkeologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperluas wawasan mengenai kepercayaan orang Jawa terhadap kekuatan gaib dan roh halus yang ada pada tempat tinggal mereka. Survei, fenomenologi, dan kajian pustaka adalah metode yang digunakan untuk mengungkap lebih dalam peran magis religius dari sungai tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah peran magis religius Bengawan Solo terhadap Kota Surakarta, yaitu daerah sekitar pertemuan dua sungai karena dianggap sakral dan kepercayaan terhadap konsep kosmologi Jawa, bahwa sungai merupakan bagian penting dalam pembentukan tata ruang kota. Penelitian ini sekaligus membuktikan adanya kontinuitas budaya yang hidup di masyarakat sekitar Bengawan Solo sejak dahulu hingga kini.
ANALISIS TEKNOLOGI LABORATORIS TEMBIKAR
DARI SITUS-SITUS DAS BENGAWAN SOLO,
KABUPATEN BOJONEGORO, PROVINS! JAWA TIMUR
M.Fadlan S.
. Tembikar merupakan salab satu sisa benda budaya yang paling sering ditemukan dalam penelitian arkeologi, yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Analisis teknologi laboratoris tembikar dari situs-situs di DAS Bengawan Solo Bojonegoro, bertujuan untuk memperoleh hasil yang akurat tentang sifat fisik dan sifat kimia. Melalui kajian analisis teknologi laboratoris dapat digambarkan kualitas tembikar yang dibuat oleh para pengrajin pada masa lampau. Berdasarkan hasil analisis teknologi laboratoris tembikar dari situs-situs DAS Bengawan Solo, Bojonegoro mempunyai kualitas sedang hingga kualitas baik. Tembikar-tembikar tersebut termasuk dalam kategori peralatan sehari-hari yang berfungsi untuk menampung air, mengolah makanan dan untuk penyajian makanan serta minuman. Tingkat pembakarannya mencapai 600°-800° Celcius, dan wama tembikar didominasi warna gelap (dark colors) dibanding dengan warna terang (light colors). Adanya perbedaan prosentase dari setiap unsur kimia pada tembikar tersebut, tidak terlepas dari daya tahan mineral terhadap pelapukan
Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.19 No.1 Tahun 2014
Jurnal terbitan bulan Mei tahun 2014 ini terdiri dari enam tulisan, yang berdasarkan kronologi data yang
digunakan beraal dari masa prasejarah sampai masa kolonial. Adapun topik yang ditulis juga
menampilkan variasi yang berbeda, yaitu berkaitan dengan simbol, permukiman dan teknologi
pembuatan alat batu.
Tulisan pertama diawali dengan judul tulisan “Bata Bertanda Candi 1 Bumiayu” hasil karya
Retno Purwanti dan kedua oleh Tri Marhaeni S.B. berjudul “Situs Siulak Tenang, Kerinci: Cara
Penguburan dan Kaitannya Dengan Kehidupan Komunitas Pendukungnya”. Tulisan pertama
mengulas tentang makna yang tersirat pada bata bertanda yang dikaitkan dengan proses
pembangunan Candi 1 dan masa pendiriannya. Tulisan kedua membahas tentang cara
penguburan yang diduga berkaitan dengan status sosial yang dikuburkan.
Dua tulisan tentang tradisi megalitik dengan tema permukiman ditulis oleh Sondang M. Siregar
dengan judul “Jejak-Jejak Perkambpungan Masa Megalitik di Situs Padangratu, Kawasan Danau
Ranau, Kabupaten Ogaan Komering Ulu, dan tulisan berjudul “Pemukiman Situs-Situs Megalitik
di Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam dan Kecamatan Pagargunung, Kecamatan
Tanjungtebat, Kecamatan Mulakulu, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.
Tulisan selanjutnya ditulis oleh Aryandini Novita yang mengulas tentang pertumbuhan kota
Tanjungpandan berdasarkan situs-situs yang ada di perairan Belitung. Adapun judul artikel
tersebut adalaah “Situs-Situs Bawah air di Perairan Belitung Barat: Hubungannya dengan
Pertumbuhan Kota Tanjungpandan Pada Masa Lalu”.Tulisan terakhir adalah hasil pikiran M.
Rully Fauzi dengan judul “Bilah dan Bilah Kecil (Blade dan Bladlet) : Konsep dasar serta
strategi identifikasinya berdasarkan eksperimen penyempitan”. Tulisan ini secara ringkas dan
jelas memaparkan tentang cara mengidentikasi alat litik memalui ekperimen, yang untuk di
Indonesia masih termasuk langka
Berpetualang ke gua hariamau yuuk!
jejak-jejak manusia prasejarah yang berusia ribuan tahun.
Masyarakat setempat menamakan daerah tersebut dengan nama Gua Harimau
Karakter Teknologi Litik Homo Erectus Progresif Berdasarkan Himpuan Artefak Dari Situs Matar, Bojonegoro
Teras 20 meter Bengawan Solo yang diklaim berumur pleistosen atas sering kali dibahas sejak penemuan 14 spesimen Homo erectus beserta jumlah artefak di Ngandong pada tahun 1931-1933. Namun demikian, artefak batu yang dianggap sebagai peralatan homo srectus progresif tersebut jarang sekali dibahas secara khusus, sehingga karakter teknologi mereka masih belum jelas statusnya. Situs Matar di tepi timur Bengawan Solo dengan litologi dan posisi yang mirip dengan Ngandong memberikan data baru terkait artefak litik dengan taksiran umur yang sama. Analisis terhadap himpunan artefak litik situs matar bertujuan untuk mengetahui karakter bentuk dan teknologi artefak serpih menunjukkan ciri khusus. Pengukuran serpih menunjukkan produk depitage yang cenderung retakngular dan sedikit memanjang. Secara umum, himpunan artefak litik dari matar menunjukkan kehadiran alat serpih bersama dengan artefak masih seperti bola, spheroidal, polihedron, serta kapak primbas-penetak. Kehadiaran alat masif bercirikan Oldowanian tersebut menunjukkan fungsi alat sepertinya tidak tergantikan oleh artefak serapih didalam budaya Homo erectus progresif
Harimau Cave and the Long Journey of Oku civilization
Harimau Cave became the focus of discussion in this monograph
because the wealth and archaeological potentials contained therein
enable a complete reconstruction, both from the aspect of cultural
character, lifestyle and human adaptation, or chronology. The articles
as well as some archaeological data contained in this monograph are
based on research reports about OKU Roots of Civilization which
has been prepared by the editors and contributors of the monograph
in the last five years. This monograph has deliberately been prepared
on parts (chapters) in which there are one or more scientific
articles. This strategy is done so that the scientific information
can be presented in a more concise and attractive, particularly for
nonacademic circles. Archaeological data that have been through
the stages of verification and in-depth analysis presented in this
monograph to be used as a reference for researchers and academics.
Each section begins with a description of the subject matter as well
as some information as highlights. The illustrations deliberately
made as attractive as possible to be easily understood and pleasing
Lambanapu perjalanan perkampungan tua leluhur austronesia
xii, 191 hlm, 2,6 c