73 research outputs found

    Seni dan Ritual

    Get PDF
    Tema dengan judul “Seni dan Ritual”sudah tentu menyimpan teka-teki yang enigmatik. Apa maunya dengan tiga kata tersebut. Apa hendak menyiratkan bahwa seni itu sama dengan ritual? Apa seni dan ritual itu saling membutuhkan dan saling melengkapi. Atau apakah bahwa menggelar aktifitas ritual itu bukan hanya memiliki seninya tersendiri (the art of ritual), tetapi sudah merupakan aktifitas artistik dan estetik. Yang hendak mengatakan bahwa dalam sebuah upacara ritual merupakan „Gesamkunstwerke’ suatu ramuan dari berbagai karya seni yang dikemas menjadi satu kesatuan; mulai dari seni arsitektural, suara, drama, patung, lukis atau tari. Karenanya ritual bukan aktifitas saintifik tetapi aktifitas artistik. Apakah bisa juga diartikan bahwa seni dan ritual itu karena peran pentingya sama bagi kehidupan manusia maka tak dapat dipisahkan. Atau apakah mau mengatakan bahwa seni dan ritual kini sedang mengalami nasib yang sama; keduanya sendang sekarat? Belum mati benar. Bila diumpamakan seni itu bulan dan ritual itu matahari, keduanya menciptakan kebahagiaan kepada kita sesuai dengan waktunya yang kini sedang mengalami gerhana? Ada gerhana bulan dan ada gerhana matahari. Seni tertutup ritual? Atau ritual yang tertutup seni? Terang-gelap, muncul-tenggelam telah menciptakan irama alamiah, kali ini dipahami telah terganggu. Tapi bukankah bulan mengorbit pada matahari? Bulan tergantung pada matahari? Atau berdiri sendiri? Apakah hendak membahas bahwa seni itu harus berkarakter ritual, vice versa?Seni dan ritual bukan hanya saling melengkapi tetapi saling menukar karakter yang masing-masing memiliki keunggulannya? Ritual tanpa seni, mati. Begitu juga sebaliknya. Ritual adalah seni dan seni membutuhkan perwujudan sempurnanya pada ritual? Tanpa ritualisasi ritual, seni hanyalah aktifitas dan kreatifitas tanpa makna. Di situlah pula yang membedakan antara „craft’ dengan karya seni yang estetis. Bahkan kategori seni tinggi dan seni rendah; art dan kitsch terjadi. Upacara ritual dengan jenis ritus dan ritualisasinya menempatkan sebuah karya yang patut dihargai sebagai karya seni. Justifikasi sebuah karya seni bukan hanya dalam proses kreatif dan/atau proses penciptaanya saja, tetapi juga ada pada proses ritualisasinya. Seni selalu membutuhkan wadah. Ia membutuhkan ruang dan waktu yang tepat dan khusus untuk menciptakan maknanya yang terdalam. Seni membutuhkan „hermeneutical site‟ untuk menampilkan,2memancarkan dan melahirkan makna dan artinya. Seni harus ada pada suasana yang terjadi dalam ruang waktu tertentu yang menciptakan atmosfir di luar keseharian (extra quotidiana). Di situlah gedung pameran, gedung pertunjukan, ruang diskusi, dimana sang kurator, seniman, kritikus dan apresiator berkumpul dalam suatu upacara ritual. Seperti juga sebuah musium menjadi ruang sakral yang menuntut tata tertib dan etiketnya sendiri ketika berada di sana dengan tujuan utamanya mengapresiasi. Tentu saja ketika wadah ritual itu jatuh keada praktek ritualisme dan formalisme akan membunuh hakekat seni dan ritual itu sendiri. Seni dan ritual yang bermaksud untuk mentransendensi ruang dan waktu yang banal, bisa jatuh ke dalam rutinitas yang baru

    Watt are we waiting for!?: Engaging energy-saving behaviors in K-12 schools

    Get PDF
    Energy use in the U.S. is mostly dominated by fossil fuel use. To meet Paris climate goals, the world will need to undertake several major shifts which will take time to materialize. In the interim, energy-saving behaviors (ESBs) represent an opportunity to make immediate changes that both change cognitive aspects around energy as well as consumption trends. ESBs have been a focus of a large body of research which seeks to evaluate the correlations leading to better energy stewardship. However, one under-researched domain with ESBs is K-12 school environments, which account for more than 139,000 buildings and 53 million students and staff. This study collects an abundance of evidence via intense literature review around energy behaviors including the foundational work of Ajzen (1991), Staddon et al (2016), and Schelly et al (2011) among others. Both quantitative and qualitative evidence indicate that ESBs are best supported in schools with specific components. These attributes of successful programming transcend the school environment and share each attribute to some extent. Chief among the components is agency which invites participation and considers the input of individuals at many strata within the organization. Efficacy and vertical support work similarly in that participants are more likely to engage in ESBs if they know there is firm support from organizational leaders and then move forward with an enhanced feeling that their behaviors are making an effective difference. Norms take shape in the shadow of prompt feedback both at the individual level and at a comparative level where participants and teams of participants can receive a comparison or injunctive to increase ESBs when they fall behind the efforts of others. Descriptive norms – seeing peers and colleagues carrying out ESBs - encourage cultural change and drive more participation. Finally, ESB participants are incentivized less by monetary gain and more so by public recognition for their efforts. Interventions result in culture and norm shifts in school that can be effective and persist despite structural and socioeconomic obstacles

    Liturgi Sakral yang Indah, Liturgi Indah yang Sakral

    Get PDF
    Celebrating the liturgy is still regarded as a duty. It was not particularly wrong. Even the church itself teaches and demands the faithful to attend the liturgy with some penalties if this obligation is ignored. Art is not so much friendly with the word 'duty'. The ‘ludic’ spirit of the liturgy cannot work with force. If the liturgy is seen as an art, then the basic character of beauty which has the dimensions of luring and tempting can indirectly educate the human person in order to be better able to 'bow down', to be more humble before the Mystery. Artistic liturgy will invite without force. The liturgy expects resignation, ‘sumarah’, an attitude of admiration, worship and awe. It is like Moses who had to take off his sandals to approach the burning bush. The beauty of the liturgy brings the meanings of encounter and promise. The beauty of the liturgy is supposed to free the human to understand all, to be understood readily, to be silent and to adore in the presence of the Mystery. In this case the liturgy makes humans more humane. Liturgy should bring back human to his or her true self, to his or her original nature

    De werkelijkheid van Jan Vrijman

    No full text
    Mannen zoals ik worden vader op de verkeerde leeftijd. Ze zouden eigenlijk meteen grootvader moeten zijn’ schreef Jan Hulsebos alias Jan Vrijman in 1990. In Het Uur van de Wolf van de NPS een documentaire over de enthousiaste gedreven journalist, filmmaker, columnist en inspirator van het International Documentary Film Festival Amsterdam, Jan Vrijman (1925-1997). In deze film gaat zijn oudste dochter Fabie Hulsebos op zoek naar de drijfveren en het werk van Jan Vrijman. Jan Vrijman is niet weg te denken van het Nederlands maatschappelijke en culturele toneel in de tweede helft van twintigste eeuw. Meer dan vijftig jaar is hij erbij, als maker van vele opmerkelijke films (waaronder de omstreden documentaire De werkelijkheid van Karel Appel, winnaar van de Gouden Beer in 1962), als de bevlogen dagelijks columnist Journaille en als inspirator van IDFA. Als hij in mei 1997 sterft, sterft met hem Jan Hulsebos. Jan Vrijman was een energieke, gedreven persoonlijkheid. Jan Hulsebos daarentegen was een moeizaam levend mens, geplaagd door depressies en slapeloosheid. Deze twee persoonlijkheden verenigd in Ă©Ă©n man hebben veel verwarring veroorzaakt, met name in zijn privĂ© leven. Zijn oudste dochter, Fabie Hulsebos, groeide op met Jan Hulsebos. In deze film gaat zij op zoek naar die andere man die zij niet kende, maar die hij wilde zijn: Jan Vrijman, naar zijn drijfveren en naar het werk dat hij heeft nagelaten. Op deze manier leert zij – en met haar de kijker – de man achter de vader kennen.

    Potential Threats to Horseshoe Crabs on Cape Cod, Massachusetts

    No full text
    The Atlantic horseshoe crab, Limulus polyphemus, is an ancient species with ecologically and economically vital roles in estuarine ecosystems. Most notably, the biomedical industry relies on an amoebocyte lysate in their blood for detecting bacterial endotoxins. Noticeable declines in the horseshoe crab population around Cape Cod, Massachusetts recently spurred a collaborative state-wide research effort. The Massachusetts Division of Marine Fisheries identifies three primary impacts as potential threats to the horseshoe crab population: direct harvest, effects of bleeding, and habitat loss. This project discusses those potential threats while explaining the human and institutional ecology involved with the horseshoe crab population around Cape Cod. Furthermore, this project pursues the idea that spawning habitat may be threatened around Cape Cod by an increase of, or poorly located, shoreline stabilization and beach nourishment projects. These activities are quantified and addressed on a spatial scale using beach nourishment permit data, personal communication with state agencies, a review of the state permitting process, and comparisons with previous research. The results show that while there are few newly constructed shoreline stabilization structures along Cape Cod, more than forty beach nourishment projects took place over the past five years. And while processes are in place to ensure the protection of coastal habitats and their species, the environmental review system is often overlooked

    Essential hypertension, family functioning, and family therapy

    No full text
    Bibliography: p. 365-386

    IntĂ©rĂȘt de la distraction ostĂ©ogĂ©nique en chirurgie prĂ©-prothĂ©tique et prĂ©-implantaire

    No full text
    TOULOUSE3-BU Santé-Centrale (315552105) / SudocTOULOUSE3-BU Santé-Allées (315552109) / SudocPARIS-BIUM (751062103) / SudocSudocFranceF
    • 

    corecore