5 research outputs found

    The Relationship between Exclusive Breastfeeding and Non-Exclusive Breastfeeding on the Incidence of Acute Respiratory Infection in Children aged 0-24 Months at YARSI Hospital Jakarta and its review according to an Islamic perspective

    Get PDF
    Acute respiratory infections are the most important cause of morbidity in children. Based on the results of the 2018 Riskesdas, the highest category of the population experiencing ISPA was in the age range of 1-4 years (25.8%). The prevalence of ISPA according to the population age group 0 to 11 months was (9.4%). One of the factors that influence the incidence of ARI is the history of breastfeeding. Data obtained from the DKI Jakarta Province Health Profile shows that the coverage of exclusive breastfeeding in 2016 was 48.1% and decreased to 46.60% in 2017 with Central Jakarta City as the region with the lowest percentage of exclusive breastfeeding. The community needs to know the important role of exclusive breastfeeding both from a health perspective and from an Islamic point of view. This research is an analytic observational study using a cross-sectional design conducted on children aged 0-24 months at YARSI Hospital, Jakarta. After conducting a review based on the history of breastfeeding, the results of the Chi Square Test p 0.031 indicated that there was a relationship between exclusive breastfeeding and non-exclusive breastfeeding on the incidence of ARI in children aged 0-24 months at YARSI Hospital, Jakarta. Most mothers give exclusive breastfeeding which is in accordance with Islamic recommendations

    Gambaran Persepsi Orang Tua tentang Penggunaan Antipiretik sebagai Obat Demam

    No full text
    Latar belakang. Pemberian antipiretik pada anak dengan demam, sering dilakukan sendiri oleh orang tuanya. Walaupun masih ada yang memberikannya dengan indikasi dan cara yang kurang tepat. Semua jenis antipiretik mempunyai efek samping oleh sebab itu, perlu diberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaannya pada mereka. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi orang tua pasien tentang penggunaan antipiretik. Metoda. Penelitian deskriptif ini dengan desain cross sectional yang dilakukan pada orang tua pasien yang datang ke Poliklinik Umum Ilmu Kesehatan Anak, RS.Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Desember 2005. Hasil. Pada penelitian ini ditemukan bahwa indikasi pemberian antipiretik cenderung berlebihan bahkan diberikan pada suhu tubuh yang masih normal. Antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen. Sumber informasi penggunaan antipiretik terbanyak dari dokter. Kesimpulan dan saran. Frekuensi penggunaan antipiretik sudah benar, tetapi dosis tidak tepat karena tidak menggunakan sendok takar yang dianjurkan. Antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen karena mudah didapat dan harga murah. Penggunaan antipiretik terutama didapat dari informasi tenaga medis (88,3%) maka diharapkan tenaga medis yang memberikan pelayanan primer memberikan informasi dengan tepat

    Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak dengan Asidosis Tubulus Renalis Distal

    No full text
    Paralisis periodik hipokalemik merupakan kelainan yang relatif jarang ditemukan, tetapi berpotensi menimbulkan gejala klinis yang dapat mengancam jiwa. Dilaporkan satu kasus PPH yang disebabkan asidosis tubulus renalis distal pada anak perempuan usia 14 tahun yang datang dengan keluhan kelemahan otot ekstremitas akut berulang, dicetuskan oleh muntah-muntah, latihan fisik yang berat dan makan makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Pada pemeriksaan fisis ditemukan penurunan kekuatan motorik, penurunan refleks tendon, tanpa disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipokalemia, asidosis metabolik hiperkloremik, senjang anion plasma normal, dan senjang anion urin yang positif. Pasien diterapi dengan kalium dan natrium bikarbonat dengan hasil perbaikan

    Hubungan vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR) dengan Kejadian Autisme

    No full text
    Kejadian autisme yang dihubungkan dengan pemberian vaksin MMR mulai menjadi pembicaraan dan mendapat perhatian besar dari kalangan medis dan orang tua sejak penelitian oleh Dr. Andrew Wakefield dkk. dipublikasi di Inggris tahun 1998. Dampak dari pemberitaan ini orang tua menjadi cemas untuk memberikan vaksinasi MMR pada anaknya, dan orang tua yang mempunyai anak autisme menghubungkan kejadian penyakit anaknya dengan riwayat pemberian vaksin MMR. Dokter juga menjadi raguragu untuk memberikan vaksin MMR pada anak. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencermati adanya hubungan antara pemberian vaksin MMR dengan kejadian autisme. Penelitian dilakukan baik berupa laporan kasus, kasus serial, dan penelitian epidemiologis dengan atau tanpa kontrol. Di antara penelitian-penelitian tersebut selanjutnya dipublikasikan untuk melihat adanya korelasi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya pro dan kontra mengenai pendapat Dr. Andrew Wakefield dkk. Sebagian besar menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kausal antara kejadian autisme dengan pemberian vaksin MMR. Bahkan para ahli di WHO menyimpulkan bahwa penelitian Dr. Andrew Wakefield dkk. telah gagal dalam membuktikan hubungan kausal antara vaksin MMR dengan autisme. Meskipun demikian, tetap masih menjadi pertanyaan yang perlu jawaban untuk menyingkirkan kemungkinan vaksin MMR dapat menyebabkan autisme pada sejumlah anak tertentu

    Prevalensi Seropositif Antibodi Anti-rubela pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta: Upaya untuk Menurunkan Angka Kejadian Sindrom Rubela Kongenital

    No full text
    Latar belakang. Infeksi rubela pada ibu hamil dapat mengakibatkan komplikasi yang serius pada janin. Maka remaja perempuan sebagai calon ibu harus telah mempunyai kadar antibodi anti-rubela yang tinggi. Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi seropositif terhadap antibodi anti-rubela pada remaja perempuan sebagai upaya untuk menurunkan angka kejadian sindrom rubela kongenital. Metode. Penelitian deskriptif potong lintang, dilakukan terhadap 97 orang mahasiswi tingkat I dan II Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang dipilih secara konsekutif pada bulan Mei-Juni 2007. Hasil. Usia rerata subjek 18,9 tahun (SD=1,0). Imunisasi MMR didapatkan pada 19 dari 97 subjek penelitian (19,6%). Angka seropositif terhadap antibodi anti-rubela 71 subjek (73,2%) rerata kadar antibodi anti-rubela 159,7 UI/ml (SD = 107,4). Proporsi seropositif antibodi anti-rubela yang diperoleh melalui imunisasi MMR 19 dari 71 subjek (26,8%) nilai rerata kadar antibodi anti-rubela 148,9 UI/ml (SD = 86,4). Proporsi seropositif antibodi anti-rubela yang diperoleh melalui infeksi alamiah 52 dari 71 subjek (73,2%) rerata kadar antibodi anti-rubela 163,6 UI/ml (SD = 114,7). Kesimpulan. Prevalensi seropositif antibodi anti-rubela 73,2%. Imunitas yang ditimbulkan dengan pemberian imunisasi MMR sama dengan imunitas yang diperoleh dari infeksi alamiah
    corecore