22 research outputs found
Kajian Tata Niaga Kayu Rakyat di Pulau Jawa Bagian Barat
Kebutuhan kayu di Pulau Jawa bagian barat khususnya Jawa Barat, DKI. Jakarta dan Banten, saat ini diperoleh dari hutan rakyat (HR), Hutan Tanaman Industri (HTI) dan HutanAlam (HA). Ketika pasokan kayu bulat yang berasal dari hutan alam produksi mengalami penurunan sementara pasokan kayu dari HTI belum dapat diandalkan, maka hutan rakyat diharapkan dapat berperan penting sebagai pemasok kayu baik untuk kebutuhan industri dalam negeri maupun ekspor. Peredaran kayu rakyat di pulau Jawa bagian barat, masih belum dapat diketahui sehingga dilakukan kajian mengenai tata niaga peredaran kayu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji rantai tata niaga dan distribusi pemasaran kayu rakyat di bagian barat Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun mulai bulan Juli sampai dengan November 2009 di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, rantai tata niaga kayu rakyatdi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten terdiri dari 6 (enam) saluran yaitu: 1) Petani-konsumen akhir; 2) Petani-pedagang perantara-konsumen akhir,3) Petani-pedagang perantara-industr ipengolahan kayu4) Petani-industri penggergajian-pedagang kayu-industri pengolahan kayu konsumen akhir, 5) Petani-pedagang perantara-pedagang kayu industri pengolahan kayu-konsumen akhir. Kayu yang diperdagangkan adalah kayu akasia, afrika, mahoni, jati, sengon, gmelina dan kayu durian, sedangkan berdasarkan hasil perhitungan marjin pemasaran, dari ke lima saluran tersebut saluran yang memiliki distribusi margin keuntungan paling besar adalah saluran satu. Kondisi tersebut terjadi karena saluran satu merupakan saluran terpendek dan petani langsung menjual kayu kekonsumen akhir tanpa melalui perantara
Kajian Pengembangan Industri Furniture Kayu melalui Pendekatan Kluster Industri di Jawa Tenga H
Produk furniture kayu Propinsi Jawa Tengah sangat potensial untuk dikembangkan mengingat keunggulan komparatif yang dimiliki industri tersebut berupa potensi jenis kayu jati yang khas belum dimanfaatkan dengan nilai tambah yang optimal dan keterampilan tenaga kerja (pengrajin furniture kayu) belum dihargai secara wajar. Ekspor yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia masih melalui perantara ( buyer ), sehingga industri furniture sangat tergantung pada pembeli dari luar negeri dan nilai tambahnya banyak dinikmati oleh pihak di luar negeri. Untuk itu industri furniture kayu perlu melakukan Perubahan strategi kepada strategi ekspor langsung. Salah satu alternatif pengembangan strategi tersebut digunakan pendekatan kluster industri yang didasarkan pada aspek penciptaan “kompetensi inti” ( Core Competence ). Pengembangan industri furniture kayu dengan pendekatan kluster industri merupakan upaya dalam mengatasi berbagai permasalahan melalui pendekatan yang terintegrasi, realistik dan efektif. Tulisan ini bertujuan mengkaji pengembangan industri furniture kayu melalui pendekatan kluster industri khususnya di Jawa Tengah. Analisis data dilakukan dengan secara deskriptif dengan lokasi pengkajian didasarkan pada banyaknya sentra industri furniture kayu yaitu Kabupaten Jepara, Sukoharjo dan Semarang. Hasil kajian menunjukan bahwa ada 4 faktor yang menyusun daya saing dalam pengembangan industri furniture kayu di Jawa Tengah yaitu; (i) strategi Perusahaan, struktur dan persaingan, (ii) kondisi faktor-faktor, (iii) kondisi permintaan (demand), dan (iv) industri pendukung. Keunggulan komparatif industri tersebut adalah kekayaan alam dan keunggulan kompetitif yaitu hasil kreasi sumberdaya manusia seperti kemampuan manajemen dan keunggulan teknologi. Kluster industri furniture kayu secara garis besar terdiri dari sub kluster industri inti (utama), sub kluster industri pendukung, dan sub kluster infrastruktur dan lembaga penunjang. Komisi kluster dibentuk dengan anggota Kadin Daerah, Asmindo Daerah, PEMDA (propinsi dan kabupaten) dan kluster industri untuk menjembatani pemerintah dan industri dengan tujuan menjaga kelangsungan/daya saing kluster industri serta sinkronisasinya dengan pengembangan ekonomi wilayah. Diharapkan pengembangan ini dapat mencapai efisiensi kolektif yang tercipta dari sinergisme antara sub kluster Perusahaan inti, industri pendukung, dan lembaga-lembaga penunjang
Kajian Peredaran Kayu Rakyat di Wilayah Jawa Bagian Barat
Kayu rakyat sudah menjadi alternatif sumber pemenuhan bahan baku bagi masyarakat dan industri perkayuan, sejalan dengan semakin berkurangnya pasokan kayu dari hutan produksi alam di luar Jawa dan perhutani di Pulau Jawa. Dari sisi pasokan menunjukkan bahwa produksi kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat berasal dari Propinsi Banten dan Propinsi Jawa Barat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut terjadi di wilayah sampel penelitian seperti di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Propinsi Jawa Barat, pasokan kayu rakyat tahun 2005 mencapai 715.832 m3 diantaranya berasal dari Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sukabumi dan di Propinsi Banten mencapai 1.035.498 m3 dalam bentuk kayu bulat sebagian besar berasal dari Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Total
pasokan kayu rakyat dari wilayah Jawa Bagian Barat untuk tahun 2005 mencapai 1.751.330 m3 . Pasokan kayu rakyat tersebut disalurkan untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan bahan baku kayu bulat di wilayah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten dan Propinsi DKI Jakarta yang pada tahun 2005 mencapai 6.624.003,93 m3 , berarti terdapat kekurangan bahan baku kayu bulat sebesar 4.872.673,93 m3 . Kekurangan bahan baku kayu ini disebabkan oleh menurunnya pasokan kayu dari luar Jawa yang terlihat dari kecenderungan dari beberapa unit industri perkayuan sudah menyerap pasokan bahan baku kayu rakyat. Demikian pentingnya peranan kayu rakyat dalam menghidupi industri perkayuan di wilayah Jawa Bagian Barat memerlukan perhatian para pihak mulai dari hulu sampai hilir seperti pemerintah (pusat dan daerah), BUMN, swasta termasuk LSM untuk mengelola lahan dan hutan rakyat mulai dari dukungan kemudahan, permodalan dan penguatan kelembagaannya
Kajian Pola-pola Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Produksi dalam Mencegah Illegal Logging
Pola-pola pemberdayaan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kondisi sosial ekonomi sudah banyak dilakukan. Namun apakah efektif untuk mencegah illegal logging belum banyak diungkapkan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji program pemberdayaan masyarakat melalui pola Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) 2) mengkaji program pemberdayaan masyarakat melalui pola kemitraan; dan (3) mengkaji efektifitas pola pemberdayaan dalam mencegah illegal logging di kawasan hutan produksi. Data indikator pencapaian pemberdayaan yang digunakan adalah (1) Pendapatan masyarakat, (2) Distribusi pendapatan (pengeluaran), dan (3) Penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberdayaan masyarakat dengan pola kemitraan effektif dalam upaya pencegahan illegal logging. Untuk itu pemberdayaan masyarakat dengan pola kemitraan dapat terus dilaksanakan dalam upaya pencegahan illegal logging
Kontribusi Kawasan Hutan dalam Menunjang Ketahanan Pangan: Studi Kasus Propinsi Jawa Barat
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari kecukupan persediaan, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau. Mengingat esensialnya masalah ketahanan pangan, pemerintah telah menetapkan bahwa ketahanan pangan sebagai urusan wajib dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomer 38 Tahun 2007. Kawasan hutan secara tradisionil diketahui sebagai penghasil hasil hutan bukan kayu termasuk bahan pangan bagi masyarakat sekitar hutan. Perum Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan di Pulau Jawa telah menerapkan kebijakan strategis berupa Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sejak beberapa tahun yang lalu yang membolehkan masyarakat untuk menanam palawija maupun tanaman tahunan di antara pohon yang ditanam. Dalam pola tersebut masyarakat diperbolehkan menanam palawija di antara tanaman kayu dan mendapat seluruh bagian dari hasil tersebut. Kajian ini dilakukan untuk melihat sejauhmana kawasan hutan memberikan kontribusinya pada ketahanan pangan. Kontribusi tersebut dilihat dari pangsa (share) volume produksi komoditas pangan (padi, jagung, dan kacang- kacangan) terhadap total produksi wilayah. Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Barat dengan sampel lapangan di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sukabumi. Pengumpulan data dan wawancara dilakukan pada Perum Perum Perhutani, Dinas Tanaman Pangan dan instansi lainnya untuk memperoleh data dan mengetahui kebijakan masing-masing instansi terkait dengan ketahanan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi pangan dari kawasan hutan cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun, secara total kontribusi produksi komoditas pangan (padi, jagung, kacang-kacangan) dari kawasan hutan menyumbang kurang dari satu persen dari total produksi Provinsi Jawa Barat. Peluang meningkatnya kontribusi tersebut masih terbuka dengan berbagai kebijakan strategis dan teknis. Kebijkan teknis berupa meningkatkan jarak tanam dan introduksi varietas unggul. Kerjasama jangka panjang antara Dinas Kehutanan, Perum Perum Perhutani, Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan Daerah perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan tersebut
ANALISIS FINANSIEL BEBERAPA PRODUK INDUSTRI KAYU HILIR : Kasus Suatu Perusahaan Di Propinsi Kalimantan Selatan (a Financial Analysis on Several, Secondary Wood Products : a Case of an Enterprise in Province South Kalimantan)
Presently, the role of forestry sector in Indonesia becomes very important. In 1990/1991,forestry sector has contributed the second largest foreign exchange after oil and gas. For the last few years, a transition has taken place in the forest industries, namely from primary industries to secondary or tertiary industries which is expected to increase added value of forest products. The objective of this study is to analize. the profitability of an enterprise producing several secondary products such as moulding, dowet, jointed board, finger jointed product, and table top.The results showed that annual production of moulding, dowel, jointed board, finger jointed product, and table top were 26.880 m3, 12,000 m3, 5.760 m3, 5.760 m3, and 2,880 m3. respectively. Production costs per cubic meter of moulding, dowel, jointed board, finger jointed product, and table top were Rps 618.053,-, Rps 612.333,-, Rps 631.537,-, Rps 622.967,- and Rps 654.417,-, respectively. Payback period was relatively short (4.04 years), Net present value (NPV) showed positive value, and internal rate of return (IRR) was higher than average bank interest. However, NPV was sensitive to a decrease in production, 15 % decrease in production would cause NPV to become negative
Analisis Harga Kayu Lapis Terhadap Negara Pesaing : Kasus Malaysia (a Price Analysis of Plywood on Competitor Country : Case of Malaysia
Nowadays, the role of timber industry in Malaysia becomes more important. The rapid growth of timber industry can be illustrated by the increase of the production level of plywood and veneer. An annual increase of plywood production since 1960 to 1988 was 1,519 % The increase of plywood production is facing a number of problems such as decreasing in supply of logs, furher processing of log is still undeveloped, competition from non wood materials such as steel, concrete, alumunium and plastic,. Also price competition with competitor countries such as Indonesia and Philippine. The objectives of this paper is to study the timber industry development, especially plywood industry and economic factors which influenced Malaysia\u27s plywood price where. a multiple regression analysis was used to analyze the plywood price.The results of the analysis shows that export price of plywood from the competitor countries especially Indonesia and Philippines has influenced very significantly to the price fluctuation of Malaysia plywood. It explained up to 88 % of the price fluctuations. the remaining 12 % is explained by some other factors. In other words, the competitions price is the most prominant factor in determining the price fluctuation of Malaysian plywood
Pola Distribusi Kayu Penghara untuk Industri Penggergajian di Daerah Jawa Timur
Logs as raw material of sawmilling industry in East Java are provided by Forest District Administration of Perum Perhutani. Every year Perum Perhutani makes a plan to distribute the raw material for sawmilling industry. Perum Perhutani, in particular Unit Two East Java, has been striving for improving the raw material supplies throught the improvement of quality of teak logs continuity of supply.In determining the distribution pattem of raw materials from forest districts to individual sawmill transportation cost should be one of deciding factors.The aim of this investegation is to find the distribution pattern of transporting the logs from forest districts to individual sawmill so as to minimize the total transportation cost. The results of the investigation are :1.Jatirogo sawmill is the largest supplier of logs while Gresik is the smallest. 2.The minimum total cost of transporting the raw material is Rp 229.314.150,-