86 research outputs found
Circularly Polarized Microstrip Array Antenna for Ground Segment in Quasi-zenith Satellite System
In satellite communication system, antenna plays an important role. Therefore, the antenna must meet some requirements, such as high gain, circular polarization, and good directivity. In this paper, a four element linear array triangular patch microstrip antenna with cross slot is designed to be used for Quasi-Zenith satellite system. A simulation study as well as experimental study was carried out. The simulation showed that the 3 dB axial ratio bandwidth of 87 MHz (2.569-2.656 GHz) is achieved while the measured results showed 96 MHz (2.556-2.652 GHz). The linear array of 4 element antenna has a gain of 13.73 dB and maximum radiation pattern at 40° and -40°. Simulation and experiment results show that this antenna has met the characteristic requirements of Quasi-Zenith satellite
Design and Analysis of Wideband Nonuniform Branch Line Coupler and Its Application in a Wideband Butler Matrix
This paper presents a novel wideband nonuniform branch line coupler. An exponential impedance taper is inserted, at the series arms of the branch line coupler, to enhance the bandwidth. The behavior of the nonuniform coupler was mathematically analyzed, and its design of scattering matrix was derived. For a return loss better than 10 dB, it achieved 61.1% bandwidth centered at 9 GHz. Measured coupling magnitudes and phase exhibit good dispersive characteristic. For the 1 dB magnitude difference and phase error within 3∘, it achieved 22.2% bandwidth centered at 9 GHz. Furthermore, the novel branch line coupler was implemented for a wideband crossover. Crossover was constructed by cascading two wideband nonuniform branch line couplers. These components were employed to design a wideband Butler Matrix working at 9.4 GHz. The measurement results show that the reflection coefficient between the output ports is better than 18 dB across 8.0 GHz–9.6 GHz, and the overall phase error is less than 7∘
Memahami Pengaturan Privasi Komunikasi Santri Pondok Pesantren Modern Islam Terkait dengan Aktifitas dalam Media Jejaring Sosial Facebook
MEMAHAMI PENGATURAN PRIVASI KOMUNIKASI SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM TERKAIT DENGAN AKTIFITAS DALAM MEDIA JEJARING SOSIAL FACEBOOKErva Maulita1, Turnomo Rahardjo2, [email protected] privat adalah sebuah informasi yang sangat berharga dan dapat mempengaruhi eksistensi seseorang di tengah lingkungannya. Salah satu informasi privat yang dimiliki oleh santri pondok pesantren modern Islam adalah informasi tentang aktifitas yang dilakukannya di dalam media jejaring sosial facebook. Aktifitas tersebut menjadi sebuah aktifitas privat karena sangat penting bagi keberadaan santri di pondok pesantren modern Islam dimana ketika aktifitas tersebut diketahui oleh pengurus pesantren, maka santri tidak akan terlepas dari hukuman. Di sisi lain santri memiliki keinginan untuk menceritakan aktifitasnya di media jejaring sosial facebook tersebut kepada teman-temannya. Untuk mengatur batasan kepemilikan informasi privat tersebut, maka diadakan pengaturan privasi komunikasi yang di dalamnya terdapat sebuah perjanjian tentang hak dan larangan yang telah disepakati oleh seseorang dengan orang lain sebagai pihak kedua pemilik informasi tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaturan privasi komunikasi yang dilakukan oleh santri dengan sahabatnya dalam menyembunyikan atau membuka informasi privat yang dimilikinya terkait dengan aktifitas dalam media jejaring sosial facebook.Kata kunci: pengaturan privasi, dialektis, informasi privatPendahuluanKehidupan di dalam pondok pesantren modern Islam sangat identik dengan peraturan yang ada di seluruh aspek kehidupan masyarakat pesantren termasuk santri. Adanya peraturan tersebut merupakan suatu pembentuk identitas dari masyarakat pesantren itu sendiri. Dalam Littlejohn disebutkan bahwa identitas adalah sebuah rupa serta USAha apa yang kita lakuka untuk membentuk rupa kita. (Littlejohn, 2009: 295)Adanya berbagaimacam peraturan tersebutt menimbulkan adanya ketakutan komunikasi dimana santri merasa dirinya diawasi oleh keberadaan aturan yang dapat menempatkannya pada posisi bersalah apabila diketahui melanggar aturan tersebut. Ketakutan komunikasi adalah bagian dari kelompok konsep yang terdiri atas penghindaran sosial, kecemasan sosial, kecemasan berinteraksi, dan keseganan. (Vivian, 2008; 99)Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dampaknya turut masuk ke dalam pondok pesantren modern Islam, santri mendapat sebuah jalan keluar dengan adanya keberadaan internet di lingkungan pesantren. Internet tersebut dapat diakses dengan mudah oleh santri tanpa adanya pengawasan yang ketat dari pengasuh pesantren terhadap aktifitas-aktifitas yang dilakukan santri dengan memanfaatkan teknologi internet tersebut. Menurut John Vivian (Vivian, 2008; 262) internet adalah jaringan dasar yang membawa pesan. Sedangkan web adalah struktur kode-kode yang mengizinkan pertukaran bukan hanya antar teks tetapi juga grafis, video, dan audio. Komunikasi web menggeser banyak dari kontrol komunikasi melalui media massa ke penerima, membalikkan proses komunikasi tradisional. Penerima tidak hanyamenerima pesan, seperti biasa kita jumpai dalam siaran berita televisi. Penerima kini bisa berpindah ke lusinan alternatif melalui jaringan yang mirip jaring laba-laba.Salah satu situs yang sering diunduh oleh santri dalam memanfaatkan fasilitas internet di pesantren adalah situs jejaring sosial facebook. Melalui facebook, seseorang bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan siapa saja. Bagi seorang santri, facebook bisa digunakan sebagai sebuah jalan keluar untuk mengurangi ketakutan komunikasi. Oleh beberapa santri, facebook juga digunakan sebagai salah satu sarana untuk terbebas dari aturan yang melarang santri bergaul dan berinteraksi dengan lawan jenis.Kajian TeoriSetiap orang memiliki informasi privat dan informasi publik terkait eksistensi dirinya di tengah lingkungannya. Informasi privat adalah informasi mengenai hal-hal yang sangat penting bagi seseorang. Oleh karena itu, proses mengkomunikasikan informasi privat tersebut kepada orang lain disebut dengan pembukaan pribadi (private disclosure). (Turner, 2008;256). Menurut Petronio dalam Littlejohn (2009,307) seorang individu yang terlibat di dalam sebuah hubungan akan terus mengatur batasan-batasan antara apa yang umum dan pribadi, antara berbagaimacam perasaan-perasaan yang ingin dibagikannya kepada orang lain atau tidak ingin mereka bagikan.Dalam mengatur privasi komunikasinya, seseorang dihadapkan kepada dua pilihan antara kebutuhan untuk berbagi informasi tentang dirinya dengan kebutuhan untuk melindungi diri. Hal tersebut mengharuskan seseorang untuk menegosiasikan dan menyelaraskan batasan-batasan yang dijalinnya bersama orang lain. Hal inilah yang menjadi latar belakang ditemukannya Teori Pengaturan Privasi Komunikasi (Communication Privacy Management) oleh Sandra Petronio.Asumsi pertama dari teori ini adalah informasi rahasia tentang diri seseorang disebut dengan informasi privat. Teori pengaturan privasi komunikasi memberikan penekanan pada substans dari proses pembukaan pribadi atau pada hal-hal yang dianggap pribadi. Teori ini juga mempelajari bagaimana orang melakukan pembukaan melalui sistem yang didasarkan kepada aturan. (Turner, 2008: 256)Asumsi kedua adalah batasan privat. Batasan privat merupakan demarkasi informasi privat dan informasi publik. Dengan batasan ini, seseorang memberikan tanda informasi tentang dirinya yang bersifat privat maupun informasi yang bersifat publik. Ketika sebuah informasi diceritakan kepada orang lain, maka batasan disekelilingnya menjadi batasan kolektif dan informasi tersebut bukan hanya milik seorang diri namun sudah menjadi milik bersama (kolektif). (Turner, 2008; 257)Pengaturan privasi ini terdiri dari dua hal: pengembangan pengaturan privasi dan atribut pengaturan privasi. Pengembangan aturan privasi dipandu oleh beberapa kriteria yang ditetapkan oleh beberapa orang untuk mengungkapkan atau menyembunyikan informasi pribadi. Lima kriteria tersebut adalah: (1) kriteria budaya, (2) kriteria gender, (3) kriteria motivasi (4) kriteria kontektual, (5) kriteria biaya-manfaat (risk-benefit rasio).Menegosiasikan aturan dengan orang lain untuk kepemilikan informasi pribadi menjadi sebuah informasi bersama membutuhkan koordinasi dan menyelaraskan perilaku mereka yang terlibat di dalamnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: (1)aturan mengenai sifat tembus pandang (boundary permeability), (2) aturan tentang hubungan batasan (boundary linkage), (3) aturan mengenai kepemilikan informasi (boundary ownership). Ketika aturan-aturan tersebut dilanggar mungkin akan ada sanksi yang dijatuhkan. Petronio menyebutkan moment ini sebagai kekacauan batasan (boundary turbulance).Internet merupakan jaringan dasar yang membawa pesan. Sedangkan satu hal yang sangat dekat dengan internet adalah web, yang mengandung pengertian struktur kode-kode yang mengizinkan pertukaran bukan hanya antar eks tetapi juga grafis, video, dan audio (Vivian, 2008; 262). Vivian menyebutkan beberapa kekuatan internet: (1) dari segi isi, internet memuat banyak hal dari berbagaimacam bentuk file, (2) internet mempunyai ciri khas yang biasa disebut dengan daya navigasi yaitu link internal sehingga pengguna dapat dengan mudah berpindah halaman, (3) link eksternal merupakan ciri unik internet dimana dapat melakukan konektifitas antar situs secara global, (4) waktu menungu (loading) yang relatif cepat sehingga pengguna tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan informasi yang diinginkan (Vivian, 2008; 277)MetodeTipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan pengaturan privasi komunikasi yang dilakukan santri pondok pesantren modern Islam terkait dengan aktifitas yang dilakukannya dalam media jejaring sosial facebook.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi, dimana peneliti akan mengkaji fenomena dari sudut pandang santri sebagai orang pertama yang mengalami secara langsung pengaturan privasi komunikasi yang dilakukannya terkait dengan aktifitas dalam media jejaring sosial facebook. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna dan hakikat dari pengalaman pengaturan privasi komunikasi santri pondok pesantren modern Islam, tidak hanya mencari penjelasan mengenai suatu realitas, mendapatkan gambaran yang berasal dari orang pertama yaitu santri pondok pesantren modern Islam melalui wawancara formal dan informal.Situs penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta dengan alasan bahwa PPMI Assalaam Surakarta memiliki keterbukaan terhadap media internet. Subjek penelitian adalah santri PPMI Assalaam Surakarta yang duduk di kelas Madrasah Aliyah atau yang setingkat.Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan kajian kepustakaan. Analisis interpretasi data menggunakan modifikasi dari Van Kaam (Moustakas, 1994: 120) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) listing and preminary grouping, (2) reduction and elimination, (3) clustering and thematizing the invariant constituens, (4) final identification of the variant constituent and themes by application: validation, (5) individual textural description, (6)individual struktural description, (7) textural-struktural description.PembahasanPondok pesantren modern Islam dekat dengan banyaknya aturan dan sistem punishment dan reward bagi siapa saja yang melanggar dan berprestasi. Aturan tersebut sebenarnya alat pembentuk identitas masyarakat pesantren. Dimana identitas terbentuk dari proses konstruksi makna yang dilatarbelakangi oleh atribur budaya atau sumber-sumber lain yang dapat dijadikan prioritas. Dan identitas tersebut mengacu kepada pelaku sosial. (Castell.2004:6)Proses pembentukan identitas berasal dari dua hal. Proses pembentukan identitas yang berasal dari dalam diri seseorang disebut dengan subjective dimension sedangkan proses pembentukan identitas yang berasal dari apa yang orang lain katakan tentang diri anda disebut dengan ascribed dimension. (Littlejohn, 2009: 131). Penegakan kedisiplinan dan aturan yang ada di pesantren merupakan sebuah upaya subjective dimension. Sedangkan ascribed dimension sangat tergantung dari bagaimana proses subjecive dmension belangsung. Apabila proses “penggemblengan” yang dilakukan oleh pihak pengasuh pesantren sukses dan dapat tercermin dalam perilaku sehari-hari santri maka masyarakat luar akan dapat menilai sendiri tentang identitas seorang santri.Namun tidak semudah itu dalam membentuk identitas seorang santri. Santri sebagai subjek sekaligus objek dalam pembentukan identitas tersebut memiliki karakteristik yang berbagaimacam. Lebih jauh disebutkan ada empat tahapan pembentukan identitas:Pada tingkat personal layer, santri dihadapkan kepada rasa keberadaan mereka menjadi bagian dari lingkungan pesantren. Dimana identitasnya sebagai seorang santri terkadang berbeda dengan identitasnya sebagai seorang individu. Tingkata kedua adalah enactmen layer dimana dalam tingkatan ini pengetahuan seseorang tentang seorang santri diperoleh dari apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, dan bagaimana dia bertindak. Tingkatan ketiga adalah relational. Hal ini berkaitan dengan siapa diri anda dalam interaksi dengan orang lain. Identitas dalam tingkatan ini mengacu kepada hubungan seseorang dengan orang lain. Tingkatan keempat adalah communal dimana pada tingkatan ini sebuah identitas diikat pada kelompok atau budaya yang lebih besar.Pada tingkatan communal tersebut muncul adanya ketakutan komunikasi dalam diri santri. Menurut John Vivian, ketakutan komunikasi adalah bagian dari kelompok konsep yang terdiri atas penghindaran sosial, kecemasan sosial, kecemasan interaksi, dan keseganan. (Vivian, 2008:99) ketakutan komunikasi ini ditunjukkan pada saat-saat tertentu, diantaranya ketika santri memutuskan untuk melanggar sebuah aturan, maka secara otomatis terdapat gesture tubuh yang aneh untuk sebisa mungkin menyembunyikan apa yang dilakukannya tersebut.Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa identitas yang dibebankan kepada seseorang sebagai seorang santri yang diharuskan untuk taat dan patuh terhadap peraturan pesantren yang akan membentuknya menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti dan menggunakan ilmu agama pada setiap kegiatannya hanya berlaku sementara ketika santri tersebut berada di lingkungan pesantren. Ketika berada di luar lingkungan pesantren, maka identitasnya kembali menjadi identitas pribadi. Demikian pula ketika sedang berinteraksi dengan media jejaring sosial facebook.Berbagaimacam aktifitas yang dilakukan oleh seorang santri dalam media jejaring sosial facebook ternyata menjadi aktifitas yang dapat dikategorikan sebagai aktifitas pelanggaran peraturan pesantren. Namun santri berusaha untuk menyembunyikannya agar tidak diketahui oleh pengurus pesantren. Aktifitas-aktifitastersebut menjadi sebuah informasi privat yang aan dijaga dengan sebaik-baiknya oleh seorang santri. Informasi privat adalah informasi mengenai hal-hal penting yang sangat berarti bagi seseorang. Karena pentingnya hal ini bagi konsepsi seseorang akan dirinya dan bagi hubungannya dengan orang lain, maka sangat penting untuk mengkomunikasikan informasi privat ini kepada orang lain (Turner, 2008: 256)Pembukaan diri merupakan proses bercerita dan merefleksikan isi informasi privat seseorang kepada orang lain. Dalam melakukan pembukaan diri, seseorang dihadapkan dengan sebuah ketegangan apakah akan menceritakan informasi privat tersebut kepada orang lain dan menjadi rawan atau tidak. Dalam hal ini seseorang akan mengalami adanya pertentangan. Dimana yang dimaksud dengan pertentangan adalah dua hal yang berbeda dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dalam diri seseorang dan mampu memberikan tekanan kepada orang tersebut. (Griffin, 2009: 155)Dalam membuat keputusan apakah hendak menceritakan informasi privat tersebut kepada orang lain atau tidak, seseorang membutuhkan orang yang dapat dipercaya untuk berbagi informasi privat tersebut. Dalam hal ini, santri mempercayakan kepada sahabatnya untuk menjadi pemilik kedua informasi privatnya. Yang dimaksud dengan hubungan persahabatan adalah sebuah hubungan yang didalamnya terdapat kegiatan saling mencari, saling memiliki, dan saling menunjukkan keterikatan yang kuat antara satu orang dengan yang lainnya. Persahabatan juga saling menerima, saling berbagi rahasia dan saling mempercayakan rahasia antara satu dengan yang lainnya, saling berbagi ketertarikan terhadap sesuatu, saling mendukung secara emosional, dan dalam hubungan persahabatan tersebut terdapat sebuah harapan untuk dapat mempertahankan hubungan itu sampai akhir. (Gambel. 2005: 266)Berkaitan dengan pembukaan diri yang dilakukan santri terhadap sahabatnya, kedua belah pihak memerlukan adanya aturan yang dapat mengatur kepemilikan informasi bersama tersebut. Aturan tersebut disepakati secara tidak tertulis dimana santri melakukan perjanjian dengan sahabatnya selaku pemilik kedua informasi privatnya untuk tidak menceritakan kepada pengasuh tentang informasi privat tersebut dalam kaitannya dengan interaksi dan aktifitas di media jejaring sosial facebook.Batasan kepemilikan informasi terdiri dari tiga hal: (1) boundary permeability (batasan mengenai sifat tembus aturan), (2) boundary linkage (aturan tentang hubungan batasan) dan (3) boundary ownership (aturan tentang kepemilikan batasang). (Littlejohn, 2009: 309)Selain melakukan perjanjian tidak tertulis dengan sahabatnya, hal lain yang dilakukan oleh seorang santri adalah mengatur batasan pertemanan. Santri tidak sembarangan menerima permintaan pertemanan. Santri akan menerima permintaan pertemanan oleh seseorang ketika mutual friend lebih dari dua puluh orang.Simpulan dan saranDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa santri menggunakan media jejaring sosial facebook sebagai suatu upaya untuk terlepas dari adanya aturan yang mengikatnya dalam kehidupan sehari-hari di pesantren. Kegiatan di dalam facebook tersebut merupakan sebuah informasi privat yang di dalamnya terdapat sebah pengaturan privasikomunikasi yang dilakukan oleh santri bersama dengan sahabatnya sebagai pemilik kedua informasi privatnya tersebut. Santri memutuskan untuk membuka informasi privatnya tersebut dilatar belakangi oleh dua hal: (1) pemilik kedua informasi privatnya adalah orang yang memiliki kedekatan hubungan dan dapat dipercaya, (2) santri melakukan perjanjian berupa batasan-batasan kepemilikan untuk mencegah agar informasi privat tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar pihak pengasuh pesantren lebih aktif dalam mengawasi aktifitas santri dengan menggunakan media internet terlebih lagi jejaring sosial facebook untuk terciptanya pribadi santri yang sesuai atau mendekati visi misi pesantren. Bila mana perlu, penulis menyarankan agar pengasuh pesantren memblokir situs facebook agar tidak dapat diakses oleh santri ketika berada di lingkungan pesantren. Hal ini untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan santri dan dapat mempengaruhi identitasnya sebagai seorang santri yang diharapkan mempunyai akhlak dan kepribadian yang baik.Daftar PustakaCastell, Manuel. (2004). The Power Of Identity (2nd ed). Victoria: AustraliaDenzin, K., dan Lincoln, Y. (2009). Handbook of Qualitative Researh. Jogjakarta:Pustaka Pelajar.Devito, Joseph. (2009). Human Communication The Basic Course (11th ed).United States of Amerika: Pearson Education, Inc.Flew, Terry. (2005). New Media. Oxford: Oxford University PressGambel, M., dan Gambel, T. (2005). Communication Works (8th ed). New York:Mc Graw HillGriffin, EM. (2009). A First Look At Communication Theory (7th ed). New York:Mc Graw HillLittlejohn, S., dan Foss, K. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: SalembaHumanikaMartini, Rina dan kawan-kawan. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Semarang: Undip PressMoleong, Lexy J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakaryaMoustakas, Clark. (1994). Phenomenological Pesearch Methods. California:Sage PublicationNazir,Moh. (2009). Metode Penelitian (7th ed). Bogor: Ghalia IndonesiaSuswono, Sarlito. (2011). Psikologi Remaja (ed rev). Jakarta: Rajawali PressTata Tertib Dasar Santri (TIBSAR). 2012. Sukoharjo.Assalaam PublisherVivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa (8th ed). Jakarta: KencanaWest, R., dan Turner L. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis danAplikasi (3th ed). Jakarta: Salmeba HumanikaSumber dari InternetIshaq, Muchammad. (2008). Pengertian Jejaring Sosial. Dalam http://ml.scribd.com/doc/78363152/Pengertian-Jejaring-Sosial diakses tanggal 06/09/2012 pukul 06.00.Darmasih, Ririn. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sex Pra Nikah Pada Remaja SMA di Surakarta. Dalam http://id.scribd.com/doc/69586907/11/Karakteristik-remaja diakses tanggal 24/10/2012 pukul 06.07Admin. (2012). Laboratorium Komputer. Dalam http://www.assalaam.or.id/live-streaming/laboratorium-komputer diakses tanggal 19/03.2013 pukul 13.00Admin. (2012). Lapangan Futsal. Dalam http://www.assalaam.or.id/live-streaming/lapangan-futsal diakses tanggal 19/03/2013 pukul 13.01Admin. (2012) Ruang Belajar. Dalam http://www.assalaam.or.id/live-streaming/ruang-belajar diakses tanggal 10/3/203 pukul 13.0
Keefektifan Penggunaan Dua Jenis Ovitrap Untuk Pengambilan Contoh Telur Aedes Spp. Di Lapangan
In the last three decades, there has been a four fold increase of dengue incidence globally. The control of the disease depends heavily on controlling the vector. Therefore, it is necessary to develop an ecological data of vector to identify the population density of the mosquitoes. One method to study the density and presence of the mosquitoes is through the use of ovitrap. The aim of this research is to identify the effect of two different types of ovitraps. One hundred and eighty ovitrap consist of coconut shell and glass ovitrap were placed in three different subdistricts which was selected based on the Incidence Rate of DHF in the district of Purwokerto City. The container indices and eggs density were compared between two types of ovitrap. Research was conducted using experimental quasy and the data were analyzed with the Mann-Whitney test. The total amount of eggs from coconut shell ovitrap were 9328 of eggs were obtain from 51.33 of ovitrap while the total amount of eggs from glass ovitrap only 1858 of eggs were obtain from 29 ovitrap. Statistical test showed significant difference between the amount of eggs of coconut shell higher than the glass. Mosquitoes prefer natural coconut shell ovitrap compared with artificial ovitrap so we recommended that to eradicate the mosquitoes nest, should not only artificial containers but also natural container to be managed in order to control the dengue vector
The Effects of High Level Natural Radiation in Mamuju - Indonesia on the Immune System of Its Residents
The immune system is one of the most significant defenses against environmental insults including natural radiation. The purpose of this preliminary study was to assess the effects of high natural radiation to Mamuju residents, by focusing on immune-related blood cell counts (leukocytes, lymphocytes, monocytes, and granulocytes) and immunoglobulin E (IgE) level. The blood samples were collected from 18 adult residents in a high background radiation area (HBRA) while 18 residents in a normal background radiation area (NBRA) served as a control group. The blood components were measured by using the hematopoietic analyzer, and IgE immune biomarker was measured with ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) according to standard protocols. The data showed that the level of all blood cells, except for monocytes, of residents in HBRA was higher than that of NBRA. Statistical analysis revealed that there was no significant difference (P>0.05) in the blood cell counts and IgE level in both groups and their values were within normal limits. The level of IgE in HBRA was significantly higher than the control area (P≤0.05), as its IgE level in males compared to females in both residents. The relationship between IgE level and age were negative in these residents. From this study, it was concluded that long-term exposure to high radiation may affect the immune system as one of radiation adaptive response
A Hybrid Technique Using Combinatorial Cyclic Difference Sets and Binomial Amplitude Tapering for Linear Sparse Array Antenna Design
Reducing system complexity and cost in synthesizing a sparse array antenna design is a challenging task for practical communication systems, such as radar systems and space communication. In this paper, a hybrid technique to synthesize a linear sparse array antenna design is described. This technique is developed using two methods. The first method is a combinatorial approach that applies cyclic difference sets (CDS) integers to significantly reduce the number of antenna elements. The approach and procedure used to apply the new CDS method to configure a linear sparse array, with significant reduction of the spatial antenna dimension, is described. The second method, applied to the array result of the first method, is amplitude tapering using a binomial array approach to reduce the sidelobes level (SLL). The simulation and measurement results of the sample sparse array design showed that the SLL was reduced in comparison to the sparse array design using only the combinatorial CDS method
Pengembangan Antena Mikrostrip Susun Dua Elemen Dengan Penerapan Defected Ground Structure Berbentuk Trapesium
Two Element Microstrip Antenna Array with Defected Ground Structure. This paper presents a two elementmicrostrip antenna array using trapezium shape defected ground structure (DGS). The DGS is inserted in the groundplane between two elements of antenna array. Insertion of the DGS is intended to suppress the mutual coupling effectproduced by antenna array. Simulation and measurement results were taken and compared between antenna array withand without DGS. Measurement results show that the antenna with DGS compared to antenna without DGS cansuppress mutual coupling effect to 7.9 dB, improve the return loss to 33.29% from -30.188 dB to -40.24 dB and axialratio bandwidth enhancement to 10 MHz. This bandwidth enhancement is achieved from frequency 2.63 GHz – 2.67GHz for antenna without DGS and from frequency 2.63 GHz – 2.68 GHz for antenna with DGS. In addition, the DGSantenna also improved the antenna gain to 0.6 dB. The results show that the implementation of the trapezium DGS canimprove the radiation properties of the antenna without DGS
- …