4 research outputs found
Can gossip change nutrition behaviour? Results of a mass media and community-based intervention trial in East Java, Indonesia.
OBJECTIVE: It is unclear how best to go about improving child feeding practices. We studied the effect of a novel behaviour change intervention, Gerakan Rumpi Sehat (the Healthy Gossip Movement), on infant and young child feeding practices in peri-urban Indonesia. METHODS: The pilot intervention was designed based on the principles of a new behaviour change theory, Behaviour Centred Design (BCD). It avoided educational messaging in favour of employing emotional drivers of behaviour change, such as affiliation, nurture and disgust and used television commercials, community activations and house-to-house visits as delivery channels. The evaluation took the form of a 2-arm cluster randomised trial with a non-randomised control arm. One intervention arm received TV only, while the other received TV plus community activations. The intervention components were delivered over a 3-month period in 12 villages in each arm, each containing an average of 1300 households. There were two primary outcomes: dietary diversity of complementary food and the provision of unhealthy snacks to children aged 6-24 months. RESULTS: Dietary diversity scores increased by 0.8 points in the arm exposed to TV adverts only (95% CI: 0.4-1.2) and a further 0.2 points in the arm that received both intervention components (95% CI: 0.6-1.4). In both intervention arms, there were increases in the frequency of vegetable and fruit intake. We found inconsistent evidence of an effect on unhealthy snacking. CONCLUSION: The study suggests that novel theory-driven approaches which employ emotional motivators are capable of having an effect on improving dietary diversity and the regularity of vegetable and fruit intake among children aged 6-24 months. Mass media can have a measurable effect on nutrition-related behaviour, but these effects are likely to be enhanced through complementary community activations. Changing several behaviours at once remains a challenge
PENGAWASAN TERHADAP PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM MELAKSANAKAN JABATANNYA
Di dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menetapkan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. PPAT dalam membantu pelaksanaan pendaftaran tanah mempunyai tugas pokok seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, yaitu: melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai Hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut diatas, PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Oleh karena itu, agar PPAT dalam melaksanakan jabatannya mempunyai tanggung jawab yang besar kepada masyarakat, maka diperlukan suatu tindakan pengawasan terhadap PPAT tersebut, agar dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Kode Etik PPAT. Dalam tesis ini, penulis memfokuskan pada masalah pengawasan terhadap PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Pihak-Pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap PPAT dalam melaksanakan jabatannya adalah Badan Pertanahan Nasional dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun peranan Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini adalah memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT agar dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan peranan IPPAT dalam hal ini adalah memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap PPAT agar dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan Kode Etik PPAT. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional terhadap PPAT hanyalah bersifat fungsional saja, dalam arti hanya memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Pengawasan yang dilakukan oleh Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya terhadap PPAT yang menjadi anggota IPPAT saja dan berimplikasi terhadap pemberian sanksi, dalam arti apabila PPAT tersebut diketahui melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik PPAT, maka akan langsung diperiksa dan apabila terbukti melanggar Kode Etik PPAT, maka akan diberikan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukannya