14 research outputs found
Analisis Hukum Putusan Nomor: 118/G/2019/Ptun.Mks Tentang Kewenangan Absolut Antara Peradilan Tata Usaha Negara Dan Peradilan Umum Mengenai Penerbitan Hak Milik Atas Tanah
ABSTRACT: The purpose of this study is to analyze the absolute authority of the State Administrative Court and the General Court in issuing land rights and to find out and analyze the considerations of the Makassar State Administrative Court Panel of Judges regarding the absolute authority of Decision Number: 118/G/2019/PTUN.MKS. This research is normative legal research. The results of this study indicate that: (1). Ownership, in this case, differences in the history of land origin, then becomes the competence of the General Court so as to emphasize that what is the authority of a certain judicial body cannot become the authority of other judicial bodies. (2). The Defendant's exception to the decision Number: 118/G/2019/PTUN.MKS, was accepted resulting in a formal defect in the lawsuit so that the lawsuit was not accepted because it has not considered the subject matter of the case/dispute at all.
ABSTRAK: Tujuan Penelitian menganalisis kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum dalam penerbitan hak atas tanah dan untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan Majelis Hakim PTUN Makassar terkait kewenangan absolut Putusan Nomor: 118/G/2019/PTUN.MKS. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif,. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1). Kepemilikan dalam hal ini perbedaan riwayat asal tanah maka menjadi kompetensi Peradilan Umum sehingga dengan demikian menegaskan apa yang menjadi kewenangan suatu badan peradilan tertentu tidak dapat menjadi kewenangan badan peradilan lainnya. (2). Eksepsi Tergugat pada putusan Nomor: 118/G/2019/PTUN.MKS, diterima sehingga mengakibatkan cacat formil dari gugatan sehingga gugatan tidak diterima oleh karena itu sama sekali belum mempertimbangkan materi pokok perkara/sengketa
Monograf Perlindungan Hukum Bagi Anak Jalanan Di Masa Pandemi Covid-9
Perlakuan diskriminatif terhadap anak jalanan masih terjadi di masyarakat. Anak jalanan seringkali dianggap sebagai individu ataupun kelompok yang mengganggu dalam tatanan
masyarakat. Anak jalanan sering tidak dipercaya oleh masyarakat karena kerapkali dianggap sebagai pihak yang sering menyebabkan keributan. Perlakuan diskriminatif tersebut tidak hanya terjadi dalam masyarakat, anak jalanan juga sering kali mendapatkan perlakuan diskriminatif ketika harus berhadapan dengan hukum.
Anak jalanan seringkali mendapatkan stigma negatif yang pada akhirnya mengakibatkan mereka mengalami reviktimisasi yang berakibat pada kekerasan fisik maupun psikis yang membuat mereka tidak berdaya untuk memperjuangan hak-haknya. Anak jalanan membutuhkan pendampingan saat mereka harus berhadapan dengan hukum. Pendamping dapat dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok organisasi seperti Yayasan Bina Anak Pertiwi. Organisasi yang peduli terhadap anak jalanan tersebut memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mendampingi anak-anak jalanan yang berhadapan dengan hukum dan bertujuan memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak-anak jalan. Pendamping dari Yayasan Anak Bina Pertiwi memberikan penguatan secara psikis maupun fisik agar anak jalanan dapat mengurangi beban psikis yang dirasakan.
Bagi anak jalanan yang menjadi korban tindak pidana berhak untuk mendapatkan restitusi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Restitusi bagi Anak Korban Tindak Pidana. Orang Tua ataupun wali anak jalanan yang menjadi korban tindak pidana dapat mengajukan tuntutan restitusi sebelum putusan pengadilan, melalui penyidik, penuntut umum atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK.) Dalam Peraturan tersebut juga disebutkan bahwa penyidik dan penuntut umum dapat membantu korban mendapatkan restitusi. Sementara bagi anak pelaku tindak pidana maka upaya untuk menyelesaikan perkaranya dilakukan melalui keadilan restoratif dengan mengupayakan diversi.
Selama masa pandemi covid 19, status kesehatan anak jalanan menjadi lebih rentan dan rendah. Anak jalanan beresiko cukup tinggi ketika berada di jalan karena situasi penyebaran virus covid 19. Kesadaran untuk hidup lebih bersih, membatasi interaksi dengan orang lain terutama dalam hal penggunaan masker sangat rendah. Akibatnya, resiko terkena virus covid 19 semakin besar. Mencari penghasilan sendiri dan sangat mungkin kehilangan penghasilan akibat adanya pembatasan sosial mengakibatkan anak jalanan membutuhkan dukungan tambahan untuk bertahan hidup. Berdasarkan hal tersebut, Yayasan Anak Bina Pertiwi memastikan bahwa anak jalanan yang berada dalam binaannya mendapatkan pengetahuan dasar tentang pencegahan penyebaran virus covid 19. Memastikan anak-anak jalanan tersebut untuk hidup sehat, menjaga kebersihan, memakan makanan yang sehat dan terpenuhi gizinya. Komitmen menjalankan protocol kesehatan menjadi penting dan wajib dijalannya oleh anak jalanan. Hal penting lainnya, Yayasan Bina Anak Pertiwi memastikan bahwa anak-anak yang berada dalam binaannya kembali ke yayasan setelah selesai mencari nafkah dan tidak berada di jalan
Comparison of the quality of life in cerebral palsy children with physical therapy more and less than 10 months
Background Cerebral palsy (CP) is the most common cause of severe physical disability in childhood. These limitations may cause lower level experience or quality of life (QoL). Physical therapy (PT) plays a central role in managing CP. Objective To compare QoL in CP children with PT more and less than 10 months and to compare gross motoric level before and after PT. Methods A cross sectional study was performed from June 2012 to March 2013 in Medan. Eligible population were four to twelve year old CP children who received PT. Subjects were divided into 2 group, group I was CP children with PT more than 10 months, group II was CP children with PT less than 10 months. Parents were asked to fill CP QOL questionnaires. To evaluate motor impairment level we used gross motor function classification system (GMFCS) that classified the motoric impairment into 5 levels. Data was analyzed by using independent T-test and MannWhitney U test with 95% confidence interval. Results There were 60 CP children divided into 2 groups of 30 children. The mean duration of PT in group I was 35.7 (SD 19.37) months and group II was 4.2 (SD 3.13) months. Gross motoric level in both group increased from GMFCS IV to GMFCS II in group I (P=0.0001) and from GMFCS IV to GMFCS III (P=0.002) in group II. The mean total CP QoL scores in group I and II were 79.63 (SD 5.73) and 47.71 (SD 6.85), respectively (P=0.0001). Conclusions Cerebral palsy children who received more than 10 months PT have higher QoL than children with less than 10 months PT. There was significant gross motor improvement after PT in both groups