7 research outputs found
Foreign Figures in the Paintings of I Ketut Gede Singaraja
I Ketut Gede Singaraja always portrays figures adopted from the depiction of wayang pattern. It is similar to Wayang Kamasan but more expressive. Aside of painting the local figures, he also painted foreign figures such as Javanese-Muslims, Chinese people, and Europeans. They were narrated as the cultural actors in the life of Singaraja City at the end of the 19th Century. This paper compares those figures, especially their attributes and faces thorugh iconographic studies. The result shows some cultural diversity through figures painted by I Ketut Gede Singaraja. The diversity is a plurality that occurred as a result of cultural unification from the previous period, namely the spice route period. The purpose of this paper is to identify the ethnic foreign figures described by I Ketut Gede Singaraja in his paintings as part of the multicultural life in Singaraja city at the end of the 19th century.I Ketut Gede Singaraja selalu melukiskan figur dengan mengadopsi pola penggambaran wayang yang menyerupai penggambaran wayang Kamasan, akan tetapi lebih ekspresif. Hal yang menarik adalah penggambaran beberapa figur orang asing dalam dua karya lukisan I Ketut Gede Singaraja, yakni figur Muslim-Jawa, figur Tionghoa, figur Eropa dan tentu saja figur lokal yang digambarkan dalam narasi sebagai pelaku budaya di dalam kehidupan Kota Singaraja di akhir abad ke-19. Dalam tulisan ini, dilakukan perbandingan figur, terutama karakter atribut dan wajah melalui studi ikonografi. Hasilnya menunjukan keberagaman budaya melalui figur yang dilukiskan oleh I Ketut Gede Singaraja. Keberagaman tersebut merupakan pluralitas yang terjadi akibat penyatuan budaya pada masa sebelumnya, yaitu pada masa jalur rempah. Tujuannya adalah untuk mengetahui figur-figur asing dari etnis mana saja yang digambarkan oleh I Ketut Gede Singaraja sebagai bagian dari kehidupan multikultur di kota Singaraja
PERANCANGAN FILM ANIMASI PENDEK 2D SEBAGAI MEDIA KAMPANYE PENANGANAN ANXIETY DISORDER
More that 2 million cases of anxiety disorder occur in Indonesia every year. The term of anxiety disorder is not common in the community due to lack of campaigne and sosialisation. It will cause severe depresion and even commit suicide if it is not treated properly. The purpose of this design is to campaigne anxiety disorder’s sympton into the community through some one point of view who experinced anxiety disorder before and providing solution to the patients through two dimention animation media. This design using the theory of principle of animation, cinematography theory, design theory, aesthetic theory, semiotic theory and campaigne theory with qualitatif research methods and produces animation media that supported by social media, poster, x-banner, booklet, tote bag, t-shirt, pin and journal book using a hand drawing & vector tehnique in custom digital art and infographic style. Media is mad in accordance with the concept calm and educative. Calm concept applied through medium colour which is a blend colour of green and blue known as the colour of anxiety disorder awareness ribbon
Perancangan Video Musik Hidup Bersih dan Sehat sebagai Sarana Kampanye PHBS untuk Anak-Anak di Kabupaten Badung
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah perilaku kedisiplinan yang sangat penting diajarkan sejak dini, terlebih pada masa pandemi Covid-19 yang memberikan gambaran bahwa bagaimana kebersihan tubuh menjadi kunci penting untuk tetap sehat dan terhindar dari virus. Dengan demikian sangat penting untuk mengajarkan anak-anak agar terbiasa melakukan aktivitas PHBS. Musik video klip memiliki efektivitas sebagai media edukasi sekaligus hiburan di dalam mengkampanyekan perilaku hidup bersih dan sehat kepada anak-anak karena terdiri dari dua unsur yaitu audio juga visual. Tujuan dari perancangan ini adalah untuk mengajarkan kepada anak-anak khususnya di Kabupaten Badung untuk melakukan aktivitas PHBS sejak dini. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Metode perancangan video musik melalui 3 tahapan yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Perancangan ini menghasilkan sebuah video musik dengan judul “Hidup Bersih dan Sehat” yang telah dipublikasikan di media youtube dan akun instagram Dinas Kesehatan Kabupaten Badung
I Gusti Made Deblog: Master Seni Lukis Naturalis Dalam Medan Seni Rupa Denpasar – Bali
Buku ini membahas tokoh pelukis Bali bernama I Gusti Made Deblog yang lahir di Banjar Taensiat Denpasar tahun 1905 dan meninggal pada tahun 1986 dalam usia 80 tahun. Pelukis ini adalah sosok yang sangat dikenal dalam perkembangan seni lukis Bali sejak zaman Pita Maha tahun 1936-1943, namun tidak banyak informasi tentang perjalanan hidupnya serta proses kreativitas yang dijalaninya. Gusti Deblog dikenal dengan karyanya yang menghadirkan pencapaian kuat eksplorasi media tinta cina namun dengan teknik yang berbeda dengan pelukis Bali pada umumnya (teknik sigar mangsi). Gusti Deblog memberlakukan media tinta cina seperti halnya dalam langgam seni lukis tradisional Cina. Karyanya memadukan seni realis dan seni lukis Bali yang bersumber dari tradisi wayang dengan basis wiracarita Ithiasa
Prosiding Seminar Nasional Pemajuan Seni Rupa Dan Desain Untuk Membangun Kebudayaan Dan Peradaban Yang Berkepribadian
Perkembangan bidang seni rupa dan desain Indonesia, dapat ditelusuri dari
peninggalan purbakala berupa benda-benda yang tebuat dari batu, logam, tanah liat
(gerabah dan terakota), manik-manik (asesoris) dan lukisan di gua-gua prasejarah.
Setelah berkembangnya sistem pemerintahan kerajaan di Indonesia, kemudian dikenal
aturan-aturan tentang penciptaan karya seni rupa dan desain, serta telah mempercepat
lajunya perkembangan seni rupa dan desain pada masa Indonesia klasik.
Masuknya pengaruh budaya kolonial, menyebabkan terjadinya perkembangan
seni rupa dan desain modern di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, kebudayaan
Barat
yang
berlandaskan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
telah
menyebabkan
tergiringnya
semua kebudayaan di dunia menuju peradaban global. Perkembangan
peradaban global dengan budaya kontemporernya, telah menyebabkan sering terjadinya
apropriasi dalam penciptaan karya seni, berupa “peminjaman” elemen-elemen
karya yang telah ada sebelumnya untuk menciptakan karya baru. Peminjaman elemen
tersebut termasuk citraan atau gambar, bentukan atau gaya dari sejarah seni atau budaya
populer,
maupun
material,
serta
teknik-teknik
dari
lingkup
bukan
seni.
Pada
era
1980-an,
istilah
ini
juga
dimaksudkan
sebagai
aktivitas
mengutip
karya
dari
seniman
lain
untuk menciptakan sebuah karya baru.
Oleh karena itu, agar kearifan lokal budaya Nusantara masih tetap eksis menghadapi
tantangan
zaman,
maka
Fakultas
Seni
Rupa
dan
Desain
Institut
Seni
Indonesia
Denpasar,
mengadakan
Seminar
Nasional
dengan
tema
“Pemajuan
Seni
Rupa
dan
Desain
untuk
Membangun
Kebudayaan
dan
Peradaban
yang
Berkepribadian”.
Di
bawah tema besar ini kami menawarkan Sub Tema: 1) Strategi Penciptaan Seni
Rupa dan Desain Berkarakter Nasional Berbasis Kebudayaan Lokal; 2) Apropriasi
Budaya dan Ekspresi Seni Rupa dan Desain Hari Ini; 3) Hubungan Ekspresi Seni Rupa
dan Desain dengan Perilaku Budaya dalam Telaah Wacana Kritis; 4) Melintas Batas
Pemajuan Seni Rupa dan Desain Berbasis Teknologi Digital.
Pada kesempatan ini, izinkan kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada
Bapak
Rektor
Institut
Seni Indonesia Denpasar, yang telah berkenan
memberi Sambutan pada Prosiding, sekaligus membuka Seminar dan mengizinkan
penggunaan Gedung Citta Kelangen untuk pelaksanaan kegiatan seminar. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain
(FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, yang telah memfasilitasi kegiatan
Panitia Pelaksana Seminar Nasional ini.
Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Drs. Yasraf
A. Piliang, M.A dan Bapak Dr. Drs. Djuli Djatiprambudi, M.Sn, yang telah berkenan
sebagai Pembicara Utama Seminar. Kepada semua pemakalah dan peserta seminar,
kami juga mengucapkan banyak terimakasih karena telah berperanserta dalam seminar
ini. Tak terkecuali, kepada seluruh panitia pelaksana seminar dan semua pihak yang
telah membantu terselengaranya seminar ini, kami ucapkan banyak terimakasih. Apabila
ada hal-hal yang kurang berkenan, kami memohon maaf.
Selamat
berseminar.
Denpasar, 4 September 2018
Ketua Panitia
Dr. Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn
NIP. 19630705199010100
LOKALITAS DALAM SENI GLOBAL
Globalisasi yang sedang diwacanakan ternyata melampaui batas-batas kata world. Globalisasi mengisyaratkan mengenai poin-poin lokal seni budaya yang tersebar dimanapun dapat disebut aktivitas global. Jim Supangkat memberikan pandangannya mengenai global art bahwa upaya mengidentifikasi global cobtemporary art yang justru mempertanyakan tanda-tanda keseragaman. Sejarawan terkemuka Hans Belting memulainya dengan melihat global contemporary art sebagai "global art" yang harus dibedakan dari word art.
Di Dalam ranah seni pertunjukan, Etnomusikologi itu sebuah eklitisme, tidak sekedar ilmu mencari musik disana sini, menyelidiki, mengkaji, bermain musik, namun Etnomusikologi itu lahir dari perlawanan para lokalitas pencinta musik - musik tradisional terhadap superior komunitas musik barat yang selalu menganggap diri paling hebat dan paling bermutu. Di sini para Etnomusikologi berjuang mengangkat citra lokal. Dari ranah visual art atau seni rupa dan desain dewasa ini terhembus wacana seni rupa mengenai Global Art yang kembali melirik dan menghadirkan ikon atau unsur lokal kemudian divisualkan secara kreatif dengan ide-ide "gila", sehingga disetiap karya-karya akan hadir atmosfer lokal bernuansa baru yang mampu eksis di dalam ranah medan sosial seni rupa dunia
LOKALITAS DALAM SENI GLOBAL TAHUN 2013
Globalisasi yang sedang diwacanakan ternyata melampaui batas-batas kata world. Globalisasi mengisyaratkan mengenai poin-poin lokal seni budaya yang tersebar di manapun dapat disebut aktivitas global. Jim Supangkat memberikan pandangannya mengenai global art bahwa upaya mengidentifikasi global contemporary art yang justru mempertanyakan tanda-tanda keseragaman. Sejarawan terkemuka Hans Belting memulainya dengan melihat global contemporary art sebagai “global art” yang harus dibedakan dari world art. Bagi Hans Belting, pengertian world art mencerminkan pemahaman modernisme yang hegemonik(1). Jadi secara struktur world art masih sebatas klaim bahwa pandangan dunia Barat merupakan pandangan yang mampu diaplikasikan ditiap pelosok kebudayaan dunia, padahal jika dibaca secara teliti hal ini sebatas hegemoni dari moderisme dengan jargon world art.
Global art menurut Hans Belting sama sekali bukan tanda-tanda munculnya kenyataan yang diprediksi universalisme. Global Art muncul karena sebab sebab ekonomi. Perkembangannya di art market tidak peduli pada keseragaman pada universalisme. Bisnis membuat global contemporary art memedulikan kekuatan lokal demi kepentingan bisnis(2). Global art mampu merangkul tiap-tiap aspek lokal yang walaupun ada sebuah kepentingan namun keberpihakannya mengankat nilai- nilai lokal didalam percaturan medan sosial seni sudah selayaknya diapresiasi. Tidak ada batas antara Timur dan Barat, semua kebudayaan itu bersifat global.
perlu juga diuraian mengenai batas-batas istilah “lokal” serta “global art” dalam kesempatan ini karena sering terjadi pemaknaan yang bias. Istilah “lokal” didalam seminar yang bertajuk “Lokalitas dalam Global Art” berada pada wilayah artefak-artefak kebudayaan lokal yang terdapat di Bali khususnya, ikon-ikon lokal yang mencirikan lokal jeniusnya. Sedangkan Global art berkutat kepada wacana seni yang diangkat dengan kekuatan lokal serta mampu diwacanakan diseluruh penjuru atau pelosok dunia.
Note:
(1) Lihat “Contemporaneity”: Biennale Indonesia Awards
2010. Pewacanaan Contemporaneity oleh Jim
Supangkat. (
2) Ibid