6 research outputs found
Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar
Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminthiasis)
merupakan masalah dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan 1
milyar penduduk dunia menderita infeksi parasit cacing. Prevalensi pada anak usia sekolah
dasar di Indonesia antara 60%-80%. Paling sering disebabkan oleh Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang. Infeksi cacing selain berpengaruh terhadap
pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta metabolisme makanan, yang dapat berakibat
hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan darah dalam jumlah yang besar,
juga menimbulkan gangguan respon imun, menurunnya plasma insulin like growth
factor (IGF)-1, meningkatkan kadar serum tumor necrosis factor a (TNF), dan
menurunkan konsentrasi hemoglobin rerata. Di samping itu dapat menimbulkan berbagai
gejala penyakit seperti anemi, diare, sindrom disentri dan defisiensi besi, sehingga anak
yang menderita infeksi cacing usus merupakan kelompok risiko tinggi untuk mengalami
malnutrisi. Keadaan ini secara tidak langsung dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan
Mikropenis
Jumlah kasus mikropenis tidak diketahui secara pasti, diduga tidak semua pasien
berobat. Dalam penanganan mikropenis, terapi hormonal dengan testosteron
merupakan pilihan utama. Terapi testosteron 25 mg intramuskular setiap 3 minggu,
4 dosis, dapat langsung diberikan sebelum pemeriksaan kadar testosteron darah.
Jika tidak terjadi penambahan panjang penis, pemberian terapi hormonal dapat
diulangi satu siklus lagi. Terapi operatif dipertimbangkan pada kasus yang gagal dengan
terapi hormonal. Sebaiknya pasien mikropenis diberi pengobatan dalam pengawasan
ahli endokrinologi anak
Pemberian Insulin pada Diabetes Melitus Tipe-1
Abstrak. Pemberian insulin pada diabetes mellitus (DM) tipe-1 merupakan keharusan karena belum ada
terapi lain yang dapat dipakai dalam mengobati DM tipe-1. Pedoman untuk menentukan kebutuhan
insulin berdasarkan berat badan, usia, dan status pubertas. Beberapa faktor mempengaruhi keberhasilan
pengobatan DM tipe-1, belum ada keseragaman dalam terapi insulin baik dalam jenis, dosis maupun
regimen yang dipakai. Untuk mencapai kontrol metabolik yang optimal, mendapatkan dampak insulin
yang diharapkan, serta mengurangi kejadian komplikasi seminimal mungkin tanpa mengabaikan kualitas
hidup pasien, maka pada keadaan tertentu diperlukan penyesuaian dosis insulin, regimen, maupun teknik
dan lokasi penyuntika
Ukuran Besar Testis Anak Laki-laki pada Saat Awitan Pubertas
Latar belakang: data memperlihatkan terjadi perubahan usia awitan pubertas pada anak
laki-laki dalam beberapa dekade belakangan ini. Hal ini mungkin disebabkan adanya
perbaikan kondisi sosioekonomi, status gizi, kesehatan umum dalam jangka waktu
tertentu tersebut. Perubahan tersebut mungkin juga mempengaruhi ukuran testis pada
saat awitan pubertas anak laki-laki.
Tujuan: untuk mengetahui gambaran besar testis anak laki-laki pada saat awitan pubertas.
Metoda: penelitian cross sectional pada anak laki-laki di beberapa sekolah SD/ SLTP,
dilakukan pada bulan Februari 2004 di kota Medan. Sampel penelitian diambil secara
systematic random sampling. Pemeriksaan ukuran testis dilakukan dengan cara
orkidometer Prader.
Hasil: diperoleh jumlah subjek 122 orang anak, besar testis anak laki-laki pada saat
awitan pubertas dimulai pada ukuran nomor 4 sampai 12. Dijumpai besar testis terbanyak
pada ukuran nomor 8 (37,3%) dan 12 (1,6%). Kelompok umur 9-10 tahun memulai
awitan pubertas pada ukuran testis nomor 4, umur 11-12 tahun pada nomor 5, dan
umur 13-14 tahun memulai pada nomor 6. Pada anak dengan obesitas memulai awitan
pubertas pada ukuran testis nomor 5, status gizi lebih pada nomor 6, status gizi baik,
sedang, kurang dan buruk masing-masing pada nomor 4.
Kesimpulan: besar testis anak laki-laki pada saat awitan pubertas dimulai ukuran nomor
4 sampai 12, dan besar testis terbanyak sesuai ukuran orkidometer Prader nomor 8.
Kelompok umur yang lebih tua dan status gizi lebih baik memulai awitan pubertas pada
ukuran testis lebih besar
Perbedaan Awitan Pubertas pada Anak Perempuan di Perkotaan dan Pedesaan
Rerata awitan pubertas pada anak perempuan terjadi pada usia 11 tahun dengan rentang
usia antara 8-13 tahun. Awitan pubertas didapati berbeda pada anak perempuan yang
tinggal di perkotaan dan pedesaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan
rerata awitan pubertas pada anak perempuan perkotaan dan pedesaan. Penelitian ini
dilakukan secara cross sectional study pada murid perempuan Sekolah Dasar Al-Azhar
Kotamadya Medan (perkotaan) dan murid Sekolah Dasar Negeri Nomor 050577 Binjai
(pedesaan). Dilakukan pemeriksaan tingkat perkembangan payudara pada kedua subyek
berdasarkan skala Tanner. Analisis statistik menggunakan Student t-test dengan tingkat
kemaknaan p < 0,05. Diantara sampel pada 99 anak, awitan pubertas pada anak
perempuan perkotaan pada usia 8, 9, 10, 11, dan 12 tahun berturut turut 12,1%; 23,2%;
33,3%; 27,3%; dan 4,0% dengan rentang usia 8-12 tahun. Pada anak perempuan
pedesaan pubertas didapatkan pada usia 9, 10, 11, 12, dan 14 tahun berturut-turut
1,0%; 13,1%; 30,3%; 29,3%; dan 7,1% dengan rentang usia 9 – 14 tahun. Rerata usia
awitan pubertas pada anak perempuan perkotaan 9,88 + 1,07 dan pada anak perempuan
pedesaan 11,74 + 1,16 tahun. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata awitan
pubertas anak perempuan perkotaan dan pedesaan, demikian pula antara status gizi
antara anak perempuan perkotaan dan pedesaan. Kesimpulan, awitan pubertas lebih
cepat dialami anak perkotaan dibanding anak perempuan pedesaan