14 research outputs found

    Analisis Hubungan Derajat Asma Kronik Berdasarkan Spirometri dengan Kadar Interleukin 4, Interleukin 13, dan Eosinophil Cationic Protein

    Get PDF
    Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya ditemukan di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Spirometri merupakan salah satu metode paling efektif untuk menunjukkan derajat asma. Kelemahan spirometri adalah keakuratan hasil pengukuran sangat tergantung dari operator. Pada asma berat, faal paru dari hasil spirometri dapat tidak mencerminkan faal saluran napas. Oleh karena itu dibutuhkan klasifikasi derajat asma kronik berdasarkan paradigma imunopatologi yang lebih menggambarkan derajat inflamasi kronik saluran pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubngan derajat asma kronik berdasarkan spirometri dengan IL-4, IL-13 dan Eosinophil Cationic Protein (ECP). Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan disain penelitian potong lintang pada 46 pasien asma RSUP Dr. M. Djamil Padang. Kepada pasien penderita asma dilakukan spirometri untuk menentukan derajat asma yang diklasifikasikan menjadi asma berat (FEV1 < 80%) dan asma ringan (FEV1 ≥ 80%). Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar IL-4, IL-13 dan ECP serum dengan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Penelitian ini dilakukan di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang dan Laboratorium Biomedik Universitas Andalas. Pelaksanaan penelitian pada bulan Januari 2017 sampai dengan Juni 2017. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna (p<0,05) antara kadar IL-13 pada kelompok asma kronis derajat ringan dan kelompok asma kronis derajat berat. Sedangkan untuk kadar IL- 4 dan ECP tidak ditemukan hubungan bermakna antara derajat asma dengan kedua variabel tersebut. Kesimpulan penelitian ini adalah pemeriksaan kadar IL-13 dapat menjadi pilihan pemeriksaan yang lebih objektif untuk menentukan derajat severitas penyakit asma kronik selain penilaian secara gejala klinis dan faal paru dengan menggunakan spirometri. Kata Kunci : asma kronik, ECP, IL-4, IL13, spirometr

    PENYULUHAN BAHAYA MEROKOK DALAM RANGKA PERINGATAN HARI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) SEDUNIA DAN BULAN PEDULI KANKER PARU

    Get PDF
    Padang Municipality has been making effort to improve quality of life for its citizens by providing out door facility trough weekly car free day program. Even though it is supposed to be fresh air there were many visitors still smoking tobacco so that caused air pollution. Tobacco smoking has been known as major risk factor for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) and lung cancer. In addition tobacco smoking has been considered to have association with twenty millions premature deaths. Our objectives were to outspread knowledge about hazard of tobacco and smoking cessation campaign in commemoration of &nbsp;COPD word day and month of lung cancer care 2018. Counseling was implemented by presentation, discussion, leaflet, and quiz with door prize. Meanwhile, smoking cessation campaign was performed by waking around and giving present to individu who willingly put out the cigarette at the moment. Total 155 visitors were involved in the event. They were classified in three groups of never smoker, former smoker or current smoker. Furthermore, 74 self identified current smokers were assessed in regard of grade of smoking, nicotine dependence, and motivation to smoke by using standardized questioner. &nbsp;Analysis of interview found out most of visitors were mild smoker with low nicotine dependence, and had motivation for smoking by social influence and stress relief. The data could be considered in choosing smoking cessation program for community. Keyword:&nbsp;tobacco smoking,&nbsp;nicotine, COPD, lung cance

    Hubungan Derajat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman dengan Kadar Hemoglobin

    Get PDF
    AbstrakSalah satu zat yang terdapat dalam asap rokok adalah karbon monoksida yang sangat mudah berikatan dengan hemoglobin, sehingga tubuh mengalami hipoksia dan berusaha meningkatkan kadar hemoglobin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan derajat merokok berdasarkan Indeks Brinkman dengan kadar hemoglobin. Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yang dilakukan terhadap pendonor darah di Palang Merah Indonesia cabang Padang. Jumlah subjek sebanyak 65 orang yang diambil secara accidental sampling dengan kriteria inklusi adalah perokok dan berjenis kelamin laki-laki. Data derajat merokok diperoleh melalui wawancara dan kadar hemoglobin diperiksa dengan menggunakan metode sianomethemoglobin. Hubungan antara derajat merokok dengan kadar hemoglobin digunakan uji statistik Anova, dengan nilai p<0,05. Hasil penelitian diperoleh rerata lama merokok responden 19,65 ± 10,95 tahun dan jumlah rokok yang dihisap perhari 19,28 ± 11,88 batang. Derajat perokok terbanyak adalah perokok ringan sebanyak 27 orang (41,5%). Rerata kadar hemoglobin responden adalah 15,47±1,41 gr/dl. Kesimpulan hasil studi ini ialah tidak didapatkan hubungan antara derajat merokok berdasarkan Indeks Brinkman dengan kadar hemoglobin.Kata kunci: derajat merokok, indeks Brinkman, kadar hemoglobin AbstractOne of the substances contained in cigarette smoke is carbon monoxide which is very easy to bind on hemoglobin, so the body gets hypoxia and strive to increase the levels hemoglobin. The objetive of this study was to determine the relationship between the degree of smoking based of Brinkman Index and hemoglobin levels.The design of this research was cross sectional study. Population were blood donors in Indonesian Red Cross Padang. The total samples of 65 people taken by accidental sampling with inclusion criteria was smoker and a male. The data degree of smoking got by interview and hemoglobin levels checked by using cyanmethemoglobin method. The relationship between the degree of smoking and hemoglobin levels used Anova statistical test, with p value <0.05.The result show that average smoking duration is 19.65 ± 10.95 years and the average of cigarrete that they smoke in a day was 19.28 ± 11.88 stems. Highest degree was mild smokers by 27 people (41.5%). The mean hemoglobin level was 15.47±1.41 gr/dl. The conclusion is no relationship between the degree of smoking by Brinkman Index and hemoglobin levels.Keywords:  degree of smoking, Brinkman index, hemoglobin level

    Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2013

    Get PDF
    AbstrakTuberkulosis (TB) paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas menduduki peringkat ke-2 kasus TB terbanyak di kota Padang.Belum banyak penelitian sebelumnya mengenai faktor risiko tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktror risiko apa yang berhubungan dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas tahun 2013. Adapun faktor risiko yang diteliti yakni berupa status gizi, riwayat penyakit diabetes mellitus (DM), kondisi ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, dan pencahayaan rumah.Penelitian ini menggunakan desain case control.Sampel pada penelitian ini berjumlah 66, yakni terdiri dari 33 kasus (didapat dari rekam medis Puskesmas Andalas) dan 33 kontrol (sesuai kriteria inklusi kontrol).Data primer diperoleh dari wawancara dan pengukuran lansung. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB paru adalah status gizi riwayat penyakit DM, kondisi ventilasi rumah, kepadatan hunian, dan pencahayaan rumah. Status gizi dan pencahayaan rumah secara statistic memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru, sedangkan riwayat penyakit DM, ventilasi dan kepadatan hunian secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru.Kata kunci: tuberkulosis paru, faktor risikoAbstractPulmonary Tuberculosis in Andalas Public Health Center was where the second largest number of TB cases found in 2012. There is not many study before about risk factors of pulmonary tuberculosis in the working area of Andalas Pulic Health Care. This study aims to know what are the risk factors of Pulmonary Tuberculosis in the working area of Andalas public health center in 2013. The risk factors were studied in this study are nutritional status, Diabetes mellitus, home ventilation, home occupancy density, and home lighting. This Study used a case control design. Samples in this study were 66 respondent consisting of 33 cases (obtained from medical record of Andalas public health center) and 33 controls (according to the inclusion criteria of controls). Primary data was got by interviews and direct measurement. The result of statistical test using chi square test can be concluded that risk factors that associated with pulmonary tuberculosis are nutritional status, diabetes mellitus, home ventilation, home occupancy density, and home lighting. Nutritional status and home lightting statistically are associated with pulmonary tuberculosis. In the other hand Diabetes mellitus history, home ventilation, and home occupancy density statistically are not associated with pulmonary tuberculosis.Keywords:pulmonary tuberculosis, risk factor

    Hubungan Karakteristik Penderita dengan Gambaran Sitopatologi pada Kasus Karsinoma Paru yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    AbstrakKarsinoma paru merupakan tumor ganas epitel primer saluran nafas terutama bronkus yang dapat menginvasi struktur jaringan di sekitarnya dan berpotensi menyebar ke seluruh tubuh. Karakteristik penderita karsinoma paru dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, kebiasaan merokok, dan gambaran sitopatologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi penderita karsinoma paru serta melihat hubungan antara karakteristik penderita dengan gambaran sitopatologi. Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross-sectional pada 128 penderita. Data yang digunakan adalah data sekunder dari laboratorium Patologi Anatomi dan Instalasi Rekam Medik. Data dianalisis dengan uji chi-square. Hasil analisis univariat menunjukkan penderita karsinoma paru sebagian besar laki-laki (71,1%), kelompok usia > 40 tahun (85,2%), berlatar belakang pendidikan dasar (49,2%), memiliki pekerjaan yang terpapar karsinogen (53,9%), frekuensi terbesar pada penderita dengan Indeks Brikman berat (49,2%), merupakan perokok aktif (66,4%), dan jenis sel terbanyak adalah adenocarcinoma (47,7%). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara jenis kelamin dan riwayat merokok dengan gambaran sitopatologi (p=0,022 dan p=0,000). Selain itu, tidak terdapat hubungan antara usia, latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan, dan derajat berat merokok dengan gambaran sitopatologi (p=0,812; p=0,498; p=0,931; dan p=0,054).Kata kunci: karsinoma paru, gambaran sitopatologi, karakteristik penderitaAbstractLung carcinoma is a malignant epithelial tumors in airway, especially primary bronchial that can invade surrounding tissue and potentially spread throughout the body. Characteristics of patient with lung carcinoma are influenced by various factors, including sex, age, socioeconomic status, smoking habits, and cytopathology overview. This study aimed to evaluate the distribution of patients with lung carcinoma and assess the relationship between the characteristics of patient with cytopathology overview. This study was descriptive analytical using cross-sectional study in 128 patients. We used secondary data derived from the Anatomic Pathology laboratory and the Medical Record Department. The data were analyzed by chi-square test. Results of univariate analysis showed patients with lung carcinoma mostly are male (71.1%), > 40 years age group (85.2%), background in basic educated people (49.2 %), had occupation contacted carcinogenic compound (53,9%), the greatest frequency was found in patients with severe Brikman Index (49.2%), active smokers (66.4%), and most of cytopathology cell type are adenocarcinoma (47.7 %). Results of bivariate analysis showed there are significant relationship between sex and smoking history with the overview of cytopathology (p=0,022 dan p=0,000). In addition, there are no significant relationship between age, educational background, occupational history, and the degree of smoking with the overview of cytopathology (p=0,812; p=0,498; p=0,931; dan p=0,054).Keywords: lung carcinoma, cytopathology overview, characteristics of the patien

    Insidensi Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    AbstrakDiabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat kelainan sekresi dan/atau gangguan kerja insulin. Sekitar 80% dari seluruh kasus DM merupakan DM tipe 2. Salah satu komplikasi DM adalah tuberkulosis (TB) paru. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi insidensi TB paru pada pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah data sekunder dari Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang berupa data pasien DM tipe 2 dan rekam medik pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang dirawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak 1 Januari 2011 – 31 Desember 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 29 kasus TB paru dari 748 orang pasien DM tipe 2 (3,88%). Kasus DM tipe 2 dengan TB paru terbanyak ditemukan pada kelompok jenis kelamin laki-laki (58,62%), usia < 60 tahun (72,41%; mean: 54,66 ± 12,77 tahun), dan normoweight (51,72%). Sebagian besar pasien menunjukkan hasil pemeriksaan BTA sputum negatif (65,52%). Insidensi pada penelitian ini sedikit lebih rendah daripada hasil penelitian sebelumnya.Kata kunci: insidensi, tuberkulosis paru, diabetes melitus tipe 2 AbstractDiabetes mellitus (DM) is a group of metabolic disorders characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin action or both. Type 2 DM makes up about 80% of all cases of DM. One of the DM’s complications is pulmonary tuberculosis (TB). The objective of this study was to evaluate the incidence of pulmonary TB among type 2 DM patients in Internal Medicine Ward RSUP Dr. M. Djamil Padang. The instruments used in this research were the secondary data derived from the Medical Record Departement RSUP Dr. M. Djamil Padang in the form of type 2 DM patients’ data and medical records of type 2 DM patients with pulmonary TB who were treated in Internal Medicine Ward RSUP Dr. M. Djamil Padang since January 1st 2011 – December 31st 2011. The results of this research showed that there were 29 cases of pulmonary TB among 748 type 2 DM patients (3,88%). Most of type 2 DM with pulmonary TB cases were found in males (58,62%), < 60 years old (72,41%; mean: 54,66 ± 12,77 years old), and normoweight group (51,72%). Most of these patients showed negative results on the sputum AFB examination (65,52%). The incidence in this research is lower than the previous studies.Keywords: incidence, pulmonary tuberculosis, type 2 diabetes mellitu

    Kesesuaian Pemeriksaan Aglutinasi Lateks Dengan BTA Mikroskopis untuk Mengidentifikasi Pasien Tuberkulosis

    Get PDF
    Pemeriksaan aglutinasi merupakan teknik pemeriksaan yang sederhana, cepat, murah, dan tidak memerlukan keahlian kusus dalam pemeriksaannya. Uji aglutinasi lateks merupakan suatu pemeriksaan berdasarkan reaksi aglutinasi yang terbentuk akibat interaksi antara antigen dan antibodi. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan dilaboratorium kesehatan untuk mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis adalah pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) mikroskopis. Tujuan: Mengetahui kesesuaian antara pemeriksaan aglutinasi lateks dan pemeriksaan BTA mikroskopis untuk mengidentifikasi pasien tuberkulosis. Metode: Penelitian ini merupakan uji diagnostik aglutinasi lateks menggunakan antibodi poliklonal dengan rangcangan crossectional. Pemeriksaan dilakukan terhadap 100 orang pasien suspek tuberkulosis di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dari Januari 2018 sampai dengan Januari 2019. Sampel sputum direaksikan dengan reagen lateks dan diamati ada tidaknya terbentuk. Kesesuaian pemeriksaan uji aglutinasi lateks dibandingkan dengan pemeriksaan BTA mikroskopis. Hasil: Nilai koefisien kappa sebesar 0,473 (p=0,000) menunjukkan kesepatan antara pemeriksaan aglutinasi lateks dan BTA mikroskopis cukup (k 0,41-0,60). Simpulan: Uji aglutinasi lateks dengan pemeriksaan BTA mikroskopis untuk mengidentifikasi pasien tuberkulosis pada sampel sputum memiliki nilai kesepakatan yang cukup

    The Relationship between Clinical Appearance and Albumin Levels in Pulmonary Tuberculosis (TB) Patients at Dr. M. Djamil General Hospital, Padang, Indonesia

    Full text link
    Background: Pulmonary TB is strongly associated with malnutrition. Malnutrition is often found in pulmonary TB patients, especially hospitalized patients, and can worsen the treatment and recovery outcomes of pulmonary TB patients. Pulmonary TB patients can experience a significant decrease in albumin levels, and albumin is the largest protein in blood plasma. This study aimed to determine the relationship between the patient's clinical appearance and albumin levels in pulmonary tuberculosis patients at Dr. M. Djamil General Hospital, Padang, Indonesia. Methods: This study was an analytic observational study with a retrospective cohort approach. A total of 177 research subjects participate in this study. Observations on sociodemographic data, clinical data, and laboratory data were carried out in this study. Data analysis was carried out using SPSS version 25 univariate and bivariate. Results: Clinical appearance of pulmonary TB patients treated in the pulmonary ward isolation room at Dr. M. Djamil General Hospital, Padang, Indonesia, which is significantly related to albumin levels is BMI (underweight and normal) and complications pneumothorax (p&lt;0.05); while other clinical appearances such as onset and complications of coughing up blood, pleural effusion, hydropneumothorax, and without complications not related to albumin levels (p&gt;0.05). Conclusion: BMI (underweight and normal) and complications pneumothorax is a clinical picture related to albumin levels in pulmonary tuberculosis patients at Dr. M. Djamil General Hospital, Padang, Indonesia

    Hubungan Derajat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman dengan Kadar Hemoglobin

    Get PDF
    AbstrakSalah satu zat yang terdapat dalam asap rokok adalah karbon monoksida yang sangat mudah berikatan dengan hemoglobin, sehingga tubuh mengalami hipoksia dan berusaha meningkatkan kadar hemoglobin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan derajat merokok berdasarkan Indeks Brinkman dengan kadar hemoglobin. Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yang dilakukan terhadap pendonor darah di Palang Merah Indonesia cabang Padang. Jumlah subjek sebanyak 65 orang yang diambil secara accidental sampling dengan kriteria inklusi adalah perokok dan berjenis kelamin laki-laki. Data derajat merokok diperoleh melalui wawancara dan kadar hemoglobin diperiksa dengan menggunakan metode sianomethemoglobin. Hubungan antara derajat merokok dengan kadar hemoglobin digunakan uji statistik Anova, dengan nilai p&lt;0,05. Hasil penelitian diperoleh rerata lama merokok responden 19,65 ± 10,95 tahun dan jumlah rokok yang dihisap perhari 19,28 ± 11,88 batang. Derajat perokok terbanyak adalah perokok ringan sebanyak 27 orang (41,5%). Rerata kadar hemoglobin responden adalah 15,47±1,41 gr/dl. Kesimpulan hasil studi ini ialah tidak didapatkan hubungan antara derajat merokok berdasarkan Indeks Brinkman dengan kadar hemoglobin.Kata kunci: derajat merokok, indeks Brinkman, kadar hemoglobin AbstractOne of the substances contained in cigarette smoke is carbon monoxide which is very easy to bind on hemoglobin, so the body gets hypoxia and strive to increase the levels hemoglobin. The objetive of this study was to determine the relationship between the degree of smoking based of Brinkman Index and hemoglobin levels.The design of this research was cross sectional study. Population were blood donors in Indonesian Red Cross Padang. The total samples of 65 people taken by accidental sampling with inclusion criteria was smoker and a male. The data degree of smoking got by interview and hemoglobin levels checked by using cyanmethemoglobin method. The relationship between the degree of smoking and hemoglobin levels used Anova statistical test, with p value &lt;0.05.The result show that average smoking duration is 19.65 ± 10.95 years and the average of cigarrete that they smoke in a day was 19.28 ± 11.88 stems. Highest degree was mild smokers by 27 people (41.5%). The mean hemoglobin level was 15.47±1.41 gr/dl. The conclusion is no relationship between the degree of smoking by Brinkman Index and hemoglobin levels.Keywords:  degree of smoking, Brinkman index, hemoglobin levels</em

    Gambaran Hitung Jenis Leukosit pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    AbstrakPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang irreversibel dan bersifat progresif. Asap rokok, polusi udara, dan infeksi berulang pada saluran napas akan mengaktivasi makrofag alveolus dan melepaskan mediator inflamasi yang merangsang progenitor granulositik dan monositik di sumsum tulang sehingga mempengaruhi hitung jenis leukosit pada darah tepi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi hitung jenis leukosit pada pasien PPOK adalah adanya penyakit penyerta. Desain penelitian ini adalah retrospektif deskriptif terhadap data rekam medik 69 orang yang dirawat di bagian paru dan penyakit dalam RSUP dr. M. Djamil Padang. Hasil penelitian menunjukkan pasien PPOK tanpa penyakit penyerta (n=9) memiliki nilai rata-rata hitung jenis basofil 0±0%, eosinofil 1,22±1,2%, neutrofil batang 3,33±2,5%, neutrofil segmen 79,56±9,26%, limfosit 13,67±6,55%, dan monosit 2,22±2,44%. Pada pasien PPOK dengan penyakit penyerta infeksi (n=41) didapatkan nilai rata-rata hitung jenis basofil 0±0%, eosinofil 1,02±1,59%, neutrofil batang 1,98±2,63%, neutrofil segmen 81,07±8,44%, limfosit 12,83±6,68%, dan monosit 3,1±2,71%. Pada pasien PPOK dengan penyakit penyerta non infeksi (n=19) didapatkan nilai rata-rata hitung jenis basofil 0±0%, eosinofil 2,16±5,65%, neutrofil batang 2,16±1,77%, neutrofil segmen 79,0±10,44%, limfosit 14,16±8,03%, dan monosit 2,53±1,87%. Penelitian ini memperlihatkan pasien PPOK tanpa penyakit penyerta, dengan penyakit penyerta infeksi, dan dengan penyakit penyerta non infeksi mengalami neutrofilia dan limfositopenia.Kata kunci: PPOK, hitung jenis leukositAbstractChronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) characterized by airflow obstruction that is irreversible and progressive. Cigarette smoke, air pollution, and recurrent infections in the respiratory tract can activates alveolar macrophages to release inflammatory mediators that stimulate granulocytic and monocytic progenitors in the bone marrow that can affect leukocyte counts in peripheral blood. Other factors that can also affect leukocyte count in COPD patients is the presence of comorbidities. The design of this study was descriptive retrospective from medical record of 69 people with COPD who were treated at the lungs and internal medicine department of dr. M. Djamil Hospital Padang. The result of this study show in COPD patients without comorbidities (n=9) average value of basophil counts 0±0%, eosinophils 1.22±1.2%, neutrophils rod 3.33±2.5%, neutrophils segment 79.56±9.26%, lymphocytes 13.67±6.55%, and monocytes 2.22±2.44%. COPD patients with infectious comorbidities (n=41) obtained average value of basophil counts 0±0%, eosinophils 1.02±1.59%, neutrophils rod 1.98±2.63%, neutrophils segment 81.07±8.44%, lymphocytes 12.83±6.68%, and monocytes 3.1±2.71%. In COPD patients with non-infectious comorbidities (n=19) obtained average value of basophil counts 0±0%, eosinophils 2.16±5.65%, neutrophils rod 2.16±1.77%, neutrophils segment 79.0±10.44%, lymphocytes 14.16±8.03%, and monocytes 2.53±1.87%. This study shows that COPD patients without comorbidities, with infectious, and with non-infectious comorbidities obtained neutrophilia and lymphocytopenia.Keywords:COPD, differential leukocyte count</p
    corecore