21 research outputs found
Lalat Pengorok Daun, Liriomyza SP. (Diptera: Agromyzidae), Hama Baru pada Tanaman Kedelai di Indonesia
Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.) ditemukan menginfestasi tanaman kedelai pada tahun 2007. Larva lalat pengorok daun merusak daun kedelai dengan membuat liang korokan beralur warna putih Bening pada bagian mesofil daun dan berpotensi menurunkan hasil hingga 20%. Selain pada kedelai, gejala serangan yang sama juga ditemukan pada kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang, komak, kacang adzuki, buncis, dan 42 jenistanaman lainnya termasuk gulma. Empat spesies lalat pengorok daun yang diketahui menginfestasi tanaman kedelai adalah L. sativae, L. trifolii, L. huidobrensis, dan L. bryoniae. Pengendalian kimia dapat menimbulkan masalah karena lalat memiliki kemampuan genetik yang tinggi untuk menjadi tahan terhadap insektisida kimia.Pada habitat aslinya (subtropis), Liriomyza sp. tergolong serangga berstrategi-r, yaitu memiliki kemampuan reproduksi tinggi, cepat mengkoloni habitat, dan kisaran inangnya luas. Habitat tropis dengan ketersediaan tanaman inang sepanjang tahun dan penggunaan insektisida kimia yang kurang bijaksana memungkinkan lalat pengorok daunmenjadi hama penting pada kedelai. Pada habitat alaminya, populasi lalat pengorok daun rendah akibat pengendalian alami oleh parasitoid dan predator, salah satunya adalah parasitoid Hemiptarsenus varicornis. Oleh karena itu, perlu disiapkan teknologi pengendalian yang lebih memberdayakan peran musuh alami daripada insektisida kimia.Makalah ini menelaah gejala dan akibat serangan lalat pengorok daun, spesies dan biologi, tanaman inang, musuh alami, pemantauan, dan rekomendasi pengendaliannya
The Continual Forming and Contribution of Infective Juveniles Produced Via Endotokia Matricida of Entomopathogenic Nematodes in the Family of Steinernematidae and Heterorhabditidae
The non-feeding developmentally arrested infective juveniles (IJs) of entomopathogenic nematodes in the family of Steinernematidae and Heterorhabditidae seek out a susceptible insect host and initiate infections. The aim of the research was to examine the continualforming and contribution of IJs produced via endotokia matricida (IJs-EM) of Heterorhabditis bacteriophora, Steinernema glaseri, and S. carpocapsae. The research was conducted at the Laboratory of Nematology of the Saga University, Japan (April 2001-April2002) and the Laboratory of Nematology of the Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute (June 2003-October 2004). The nematode progenies were investigated using the greater wax moth, Galleria mellonella, pre-inoculated with 50 IJs at 25°C.Results showed that three reproductive adult generations were observed at day 18th. There were 135,000, 128,000 and 133,000 IJs per insect cadaver produced in H. bacteriophora, S. glaseri and S. carpocapsae, respectively. Endotokia matricida contributed a higher number of IJs than that of a normal mode of IJs production. The ratios are 81%, 28% and 64% for H. bacteriophora, S. glaseri, and S. carpocapsae of the IJs total production, respectively. Among the generations, the highest contribution of IJs was come from thethird adult generation bearing endotokia matricida, i.e., 63%, 24% and 51% for the three nematode species. Although the IJs-EM were more transparent compared to the normal IJs, they were morphologically similar. The results show that endotokia matricida has a pivotal role in a species maintenance and survival strategy of entomopathogenic nematodes in extreme environmental conditions
Kelayakan Usaha Tani Ayam KUB melalui Pemanfaatan Daun Lamtoro sebagai Pakan Lokal di Kabupaten Jayapura, Papua
Ayam KUB memiliki keunggulan produksi lebih baik dari ayam kampung biasa. Kajian usaha tani ayam KUB bertujuan untuk mengetahui efisiensi kelayakan usaha ayam KUB sebagai penghasil daging yang dipelihara secara intensif melalui pemanfaatan daun lamtoro sebagai pakan lokal. Pelaksanaan kajian berlangsung sejak September-Desember 2016. Metode pengkajian dilakukan secara on farm pada Kelompok Tani Anugrah di Kampung Yobeh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan pakan yaitu P0 = Pakan basal (60% BR-2 (konsentrat) + 25% jagung + 15% dedak); P1 = 97% pakan basal + 3% daun lamtoro; P2 = 95% pakan basal + 5% daun lamtoro; P3 = 93% pakan basal + 7% daun lamtoro. Jumlah ayam KUB jantan yang digunakan sebanyak 100 ekor berumur empat minggu dengan bobot awal sekitar 322,45-349,0 g/ekor. Selama pengamatan ayam KUB dipelihara secara intensif sampai umur 10 minggu. Hasil kajian menunjukkan bahwa ayam KUB memberikan pertambahan bobot potong tertinggi pada perlakuan P1-P3 hingga sebesar 742,50 g/ekor, dibandingkan dengan perlakuan P0 menunjukkan lamtoro dapat meningkatkan bobot badan. Analisis kelayakan usaha tani menunjukkan bahwa semua jenis perlakuan memberikan kelayakan usaha yaitu R/C 1. Namun, efisiensi kelayakan usaha tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 1,5
TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH
Istilah “gapong” yang mulai dipublikasikan pada tahun 1930an digunakan untuk menamakan polong kacang tanah yang tidak berisi, polong berwarna hitam, kulit polong rapuh, dan kadang-kadang ditandai adanya polong busuk. Banyak petani di bekas Karesidenan Cirebon mengeluhkan gejala ini, karena menimbulkan kerugian ekonomi sangat besar, melebihi kerugian karena serangan penyakit daun. Hingga kini penyebab utama “gapong” masih belum diketahui sehingga cara penanganannya juga belum ditemukan. Hasil survei tanaman kacang tanah di Kab. Cirebon dan Majalengka pada musim kemarau tahun 2008 menunjukkan bahwa istilah “gapong” digunakan untuk menunjuk keadaan polong yang tidak sehat dengan beragam keadaan. Namun demikian apabila dipilah-pilahkan maka “gapong” dapat disebabkan oleh serangan nematoda, hama tanah, penyakit tular tanah, maupun karena luka mekanis (terluka oleh alat-alat pertanian) yang sangat memungkinkan untuk dikendalikan atau ditekan serangannya dengan menggunakan pestisida atau teknologi pengendalian lainnya. Sedangkan fenomena “gapong” yang mendasarkan pada keadaan polong yang berwarna hitam, kulit polong bagian luar melepuh seperti terbakar, berserabut dan rapuh serta diikuti oleh batang yang kaku, daun berukuran lebih kecil dan kaku, hingga kini masih belum dapat diatasi
Pengembangan Kedelai di Papua : Potensi Lahan, Strategi Pengembangan dan Dukungan Kebijakan
Soybean is one of startegies and important food crops in Indonesia. Soybean products are used for human consumption, animal feed, and a variety of non-food consumer and industrial products. They are considered a complete source of plant base protein because all of the essential amino acids are supplied. Soybean can be grown in a wide variety of soil and climate. More than 60% of Indonesia's soybean consumption still needs to be imported from a broad in case of Papua, about 25% soybean demands is originated from Java island. To meet the needs that important to enhance domestic soybean production. There foreadditional plantations will have to be develop outside Java island such as Papua. Papua hasmany assets favouring soybean growing. Notable among these are significan 2,75 million ha land area. A highly favorable climate with abundant rainfall, farmers with ample know-how, availability high yielding varieties, existing market potential and a satisfactory economic and government institutional support. In the utilization of land farmer's need to get coaching and accompanied by an intensively both in land preparation, cultivating maintenance harvesting and post-harvesting by agricultural extension by implementing a specific technology innovation particularly good or sertified seeds of high yielding adapted soybean variety. In line with those, the strategy priorties are development of a seed sector, rehabilitation of all the site previously developed for food crops growing areas, agricultural advice, mechanization at production and technology transfer, support for processing and marketing local price
Characterization of Potential Local Gembili (Dioscorea Esculenta L) From Papua as Alternative of Staple Food
Papua has very diverse genetic resources such as “gembili”. Gembili has a high spiritual and cultural value especially in Kanum tribe in Merauke. The purpose of this activity was to characterize and conserve the local gembili from Papua to provide basic information for breeding purposes. Another objective was to identify the potency of gembili as a staple food alternative for substituting the rice. Characterization was performed on eight accessions of local gembili from Papua which were explored from Merauke and Jayapura. The twenty eights characters of leaves, stems, and tubers were observed on eight accessions from Merauke and Jayapura Regency. Based on this activity there was no difference in the appearance of seven character leaves of thirteen characters observed. The appearances of gembili stems on all the observed characters were generally the same. Furthermore, theappearance of tubers on ten characters showed different results. Seven accessions had the shapes of oval tubers while Orofe accession had oblong circular shape. The outer skin color of the tubers in general was brown, while the colors of the epidermis and tuber meat were varied, i.e. white (white, white-yellow, white-purple) and purple (violet, purple, red-purple). Yara Hasai accession had the highest number and weight of tubers compared to other accessions. The carbohydrates in gembili almost the same or morewith carbohydrates found in rice, which is 22.5–31.3%. In other words, gembili had potential as a staple food substitute for rice because of its nutritional contents
Kelayakan Usaha Tani Padi dan Sapi Potong Mendukung Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Kabupaten Merauke, Papua
Kabupaten Merauke merupakan sentra pengembangan tanaman padi dengan potensi produksi bahan kering jerami padi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi potong sebesar 62.123,25 ton/tahun. Kajian bertujuan menganalisis kelayakan usahatani padi dan sapi potong dalam mendukung pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak di Kabupaten Merauke. Kegiatan usahatani padi dan sapi potong dilaksanakan secara on farm di lahan petani pada dua lokasi yang berbeda yaitu Tanah Miring dan Kurik. Berdasarkan hasil kajian diperoleh produksi padi dan pertambahan berat badan sapi potong pada pola introduksi dan pola existing, berturut-turut adalah 4,43 ton/ha (PBBH 37,46 kg/ekor) dan 3,71 ton/ha (PBBH 37,1 kg/ekor). Analisis kelayakan usaha tani menunjukkan bahwa baik pola introduksi maupun pola existing diperoleh nilai R/C 1. Tetapi nilai R/C pola introduksi lebih tinggi dibandingkan dengan pola existing. Nilai MBCR 2 menunjukkan bahwa teknologi yang diintroduksikan pada pola introduksi memberikan tambahan keuntungan 2 kali lipat dari pola existing. Disimpulkan bahwa pola introduksi lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola existing