14 research outputs found
Kinerja Produksi dan Kinerja Usaha pada Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Pulau Terap, Kabupaten Kampar, Riau
Ikan nila (Oreochromis niloticus) menjadi salah satu komoditas perikanan yang memiliki peluang pengembangan sektor perikanan budidaya air tawar jangka panjang. Kondisi tingginya pasar dan permintaan konsumsi ikan ini, menjadi tujuan masyarakat pembudidaya di Desa Pulau Terap untuk memproduksi komoditas ikan nila. Namun dalam kegiatan budidaya kerap terjadi fluktuasi hasil produksi dan siklus, maka dibutuhkan kajian dalam proses produksinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja produksi dan kinerja usaha budidaya ikan nila di Desa Pulau Terap, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, Riau. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus secara survei dengan adanya observasi langsung, wawancara dan mengikuti kegiatan budidaya on farm untuk mengumpulkan data yang ada di lapangan. Hasil menunjukkan bahwa kinerja produksi budidaya ikan nila di Desa Pulau Terap dengan sistem KJA memiliki TKH lebih baik pada KJA ukuran 3×6 m sebesar 49,74±2,63 %, LPS lebih baik pada KJA ukuran 4×7 m sebesar 3,94±0,15 %, RKP lebih baik pada KJA ukuran 4×7 m sebesar 1,16±0,17 %, serta produksi sebesar 5,072 ton/unit/tahun pada KJA ukuran 3×6 m. Kinerja usaha yang didapatkan pada usaha tersebut adalah PP 0,6 tahun dan R/C 1,5 sehingga usaha layak untuk terus dijalankan dan dalam pengembangan produksi kedepannya lebih merekomendasi penggunaan KJA berukuran 3×6 m.Tilapia (Oreochromis niloticus) is one of the aquaculture commodities that has the potential to be develop as a promising freshwater aquaculture sector in the long term. The condition of the high market and demand for fish consumption has become the goal of the cultivating community in Pulau Terap Village to produce tilapia commodities. However, in cultivation activities, fluctuations in production yields and cycles often occur, it is necessary to study the production process. The purpose of this study was to analyze the production and business performance of tilapia in Pulau Terap Village, Kuok District, Kampar Regency, Riau. This research uses a survey case study method with direct observation, interviews and participating in on-farm cultivation activities to collect data in the field. The results showed that the production of tilapia fish farming in Pulau Terap Village with the KJA system had a better TKH at KJA size 3×6 m by 49.74±2.63%, LPS value was better at KJA size 4×7 m by 3.94 ±0.15%, the RKP value is better for KJA size 4×7 m by 1.16±0.17%, and production is 5,072 tons/unit/year on KJA size 3×6 m. The business performance obtained in this business is PP 0.6 years and R/C 1.5 so that the business is feasible to continue and in future production development it is more recommended to use KJA measuring 3 × 6 m
Production performance of nursery graded eel Anguilla bicolor bicolor in recirculating aquaculture system
The growth rate highly varies in nurseries of eel. Variations in size lead to competition in obtaining feed, this causes stunting of smaller fish. This situation leads to high production costs due to poor feed utilization efficiency. Grading needs to be done periodically to improve nursery production performance. Water quality is controlled by a recirculation system that can support production performance through the degradation of toxic compounds. This study aims to analyze the production and nursery performance of graded eel (Anguilla bicolor bicolor) that graded in the same batch in a recirculation system. Completely randomized design (CRD) consisting of three treatments with four replications was used in this research. The treatments included nursery of graded eels for 60 days in three groups of initial weight size, namely 0,35±0,00 g (A); 0,50±0,00 g (B); and 1,04±0,00 g (C). There were 344 eels (A), 239 eels (B), and 116 eels (C) in each replication. The best nursery production performance was obtained in the treatment of 1,04±0,00 g, and the best nursery business performance was obtained in the treatment of 0,50±0,00 g
Digestive enzymes activities in Oreochromis niloticus fed diet supplemented with recombinant growth hormone
ABSTRACT The specific activity of the digestive enzymes, namely: pepsin, amylase, lipase, trypsin, and chymotrypsin were studied in Nile tilapia Oreochromis niloticus fed diet supplemented with recombinant Ephinephelus lanceolatus growth hormone (rElGH). The results showed that fish treated with rE1GH showed lower lipase and chymotrypsin specific activities (P>0.05), while the trypsin/chymotrypsin specific activity (T/C ratio) was found higher compared to control fish. Moreover, higher protein digestibility, higher protein retention and a lower ammonia excretion rate were measured for rE1GH treated fish. Oral rElGH administration enhanced Nile tilapia growth up to 20.04%, without affecting survival. This study suggested that rapid growth performance induced by rElGH was linked with T/C ratio rather than the specific activity of other digestive enzymes. Keywords: recombinant growth hormone, digestive enzyme, digestibility, Oreochromis niloticus  ABSTRAK Aktivitas spesifik enzim pencernaan pepsin, amilase, lipase, tripsin, dan kemotripsin diamati pada ikan nila Oreochromis niloticus yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang Ephinephelus lanceolatus (rElGH)). Hasil menunjukkan bahwa ikan uji pada perlakuan rElGH memiliki aktivitas spesifik enzim lipase dan kemotripsin yang lebih rendah, sedangkan rasio tripsin/kemotripsin (rasio T/C) yang lebih tinggi dibandingan ikan kontrol. Kecernaan protein dan retensi protein bernilai lebih tinggi sementara laju ekskresi amonia bernilai lebih rendah pada ikan perlakuan. Pemberian rElGH secara oral mampu mempercepat laju pertumbuhan ikan nila hingga 20,04% tanpa memengaruhi kelangsungan hidup. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan cepat yang diinduksi oleh rElGH berhubungan dengan rasio T/C dibandingkan dengan aktivitas spesifik enzim pencernaan lain. Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, enzim pencernaan, kecernaan, Oreochromis niloticus
KONTRIBUSI BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE YANG DIBERI PAKAN DENGAN TINGKAT BERBEDA
Biomassa bioflok dalam sistem pemeliharaan ikan dapat dimanfaatkan menjadi pakan alami tambahan bagi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pertumbuhan ikan lele Clarias gariepinus yang dipelihara menggunakan teknologi bioflok dengan tingkat pemberian pakan berbeda. Perlakuan terdiri dari tiga tingkat pemberian pakan, yaitu 5% (FR5), 3,75% (FR3,75), dan 2,5% (FR2,5). Benih ikan lele dengan panjang awal 11,92 ± 0,03 cm dan bobot awal 11,31 ± 0,11 g dipelihara dengan padat tebar 25 ekor per akuarium (500 ekor m-3) selama 42 hari. Ulangan biologis tiap perlakuan berupa 3 unit akuarium (volume air 50 L). Ikan diberi pakan 3 kali setiap hari dengan jumlah pakan sesuai perlakuan. Penambahan tepung tapioka dilakukan setiap hari untuk mencapai rasio C/N 10. Hasil penelitian menunjukkan bobot akhir menurun seiring penurunan tingkat pemberian pakan (P<0,05), seperti ditunjukkan pula laju pertumbuhan spesifik. Terdapat indikasi kontribusi bioflok terhadap kinerja pertumbuhan ikan lele berdasarkan nilai efisiensi pemanfaatan pakan dan retensi protein. Akan tetapi, tidak dapat menggantikan peran pakan eksternal. Tingkat pemberian pakan berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan ikan lele pada sistem bioflok.Biofloc biomass could be used as additional natural food for fish in a biofloc-based fish culture system. This study aimed to evaluate the growth performance of African catfish, Clarias gariepinus cultured in a biofloc system fed at different feeding levels. The treatments consisted of three feeding levels; 5% (FR5), 3,75% (FR3,75), and 2,5% (FR2,5). Catfish juveniles with an initial average body length of 11,92 ± 0,03 cm and average body weight of 11,31 ± 0,11 g were reared at a density of 25 fish per aquarium (500 fish m-3) for 42 days. Each treatment had three unit aquaria (50 L water volume) as replicates. Cassava meal was added daily to reach C/N ratio of 10. The results showed that the fish’s final weight and specific growth rate were reduced, corresponding to the feeding rate. There was an indication that biofloc contributes to the fish growth performance based on the feed efficiency and protein retention level. However, biofloc could not replace the role of external feed to support the growth of African catfish
Evaluasi pemberian ekstrak daun kayu manis Cinnamomum burmannii pada pakan terhadap kandungan lemak daging ikan patin Pangasianodon hypopthalmus
ABSTRACT This study aimed to evaluate the effects of cinnamon Cinnamomum burmannii leaves extract addition with different doses in diet for the lipid muscle content of catfish Pangsianodon hypophthalmus. The cinnamon leaves extract was mixed in to the diet with five doses i.e: 0 (control); 0.5; 1; 2; and 4 g/kg diet. Catfish (7.43±0.01 g) were reared in 15 aquariums (160 L volume) with density of 30 fishes in each aquarium for 60 days. Fish were fed until apparent satiation three times daily at 08.00, 12.00, 16.00 WIB. The addition of cinnamon leaves extract at 1 g/kg of diet showed the optimal dose because it could lower flesh fat content, cholesterol, and triglycerides of catfish. Keywords: Pangasianodon hypopthalmus, Cinnamomum burmannii, fat, flesh  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak daun kayu manis Cinnamomum burmannii dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kandungan lemak daging ikan patin Pangsianodon hypopthalmus. Ekstrak daun kayu manis dicampurkan ke dalam pakan dengan lima dosis yaitu: 0 (kontrol); 0,5; 1; 2; dan 4 g/kg pakan. Ikan patin (7,43±0,01 g) dipelihara dalam 15 akuarium (volume 160 L) dengan kepadatan 30 ekor/akurium selama 60 hari. Ikan diberi pakan secara at satiation sebanyak tiga kali sehari pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kayu manis sebanyak 1 g/kg pakan memberikan hasil yang optimal karena dapat menurunkan kandungan lemak daging, kolesterol, dan trigliserida ikan patin. Kata kunci: Pangasianodon hypopthalmus, Cinnamomum burmannii, lemak, daging
Tingkat keragaman ukuran benih ikan lele Clarias sp. yang diberi Artemia dengan periode yang berbeda
ABSTRACT This research was conducted to evaluate the effect of different Artemia feeding period on the size variation of catfish Clarias sp. larvae. One thousand two days post hatched larvae with an average body length of 0.7±0.03 cm were randomly distributed into 25 L round plastic tanks. The treatment conducted for 13 days with four treatment; without Artemia, given Artemia 1, 2, or 3 days in the first culture period. The results showed that 15 days old fish has the same survival rate in all treatments; and has two size distribution i.e. the small size (S) and medium size (M). Increasingly the period of administration of Artemia, the percentage of the amount of M-size fish increases, thereby giving Artemia were able to increase growth of larvae. Feeding catfish with Artemia for two days has shown producing better growth. Keywords: catfish, Artemia, size variation, growth performance  ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan periode pemberian pakan Artemia terhadap kinerja pertumbuhan larva ikan lele Clarias sp. Seribu ekor larva lele yang berumur dua hari dengan panjang rata-rata 0,7±0,03 cm ditebar dalam wadah dengan volume air 25 L. Budidaya ikan dilakukan selama 13 hari dengan empat perlakuan, yaitu perlakuan tanpa pemberian Artemia, pemberian Artemia selama satu, dua, atau tiga hari di awal masa budidaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan umur 15 hari memiliki sintasan yang sama di semua perlakuan, serta memiliki dua sebaran ukuran, yakni ukuran kecil (S) dan ukuran sedang (M). Semakin lama periode pemberian Artemia, persentase jumlah ikan ukuran M meningkat, sehingga pemberian Artemia pada larva ikan lele mampu meningkatkan pertumbuhan. Pemberian Artemia selama dua hari memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Kata kunci: ikan lele, Artemia, keragaman ukuran, kinerja pertumbuha
The growth rate of Nile tilapia Oreochromis niloticus fry fed on fermented Lemna sp. meal
ABSTRACT  This research aimed to evaluate the supplementation of fermented Lemna sp. meal (FLM) in the artificial diet on the growth rate of Nile tilapia Oreochromis niloticus. The research design used was complete randomized design consisting of four treatments; A (0% FLM), B (20% FLM), C (30% FLM), and D (40% FLM) in triplicates. The parameters observed were the nutritional composition of LFM, daily growth rate (DGR), feed conversion ratio (FCR), survival rate (SR), and water quality. Fermentation with Effective Microorganism 4 (EM4) has increased crude protein and crude lipid of FLM respectively 5.60% and 5.76%. However it decreased the crude fiber of FLM up to 15.27%. The result suggested that supplementation of FLM 0–40% in the artificial diet could give DGR 0.81–1.20%, FCR 2.48–2.97; and SR 72%–84% in Nile tilapia. The addition of 40% LFM showed the best result among all treatments. Key words: Lemna meal, EM4, fermentation, Nile tilapia fry  ABSTRAK  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan tepung Lemna sp. fermentasi (TLF) pada pakan buatan terhadap laju pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas empat perlakuan, yaitu A (0% TLF), B (20% TLF), C (30% TLF), dan D (40% TLF) dengan masing-masing tiga ulangan. Parameter yang diamati dalam penelitian antara lain nilai nutrisi TLF, laju pertumbuhan harian (LPH) ikan nila, rasio konversi pakan (RKP), sintasan (SR), dan kualitas air. Fermentasi dengan Effective Microorganism 4 (EM4) meningkatkan protein kasar dan lemak kasar TLF sebesar masing-masing 5,60% dan 6,76%, akan tetapi menurunkan serat kasar hingga 15,27%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian TLF 0–40% dalam pakan komersial menghasilkan LPH 0,81–1,20%; RKP 2,48– 2,97; dan SR 72%–84%. Pemberian TLF sebanyak 40% merupakan perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik. Kata kunci: tepung Lemna, EM4, fermentasi, benih ikan nil
Nursery of bonylip barb fish Osteochilus hasselti in an aquaponics system
Bonylip barb fish Osteochilus hasselti is traditionally cultivated as a by-product in a polyculture system due to the problem of seed availability. The increase in local market demand for O. hasselti has not been met due to the low productivity of the growers. In an effort to increase the availability of fish seeds, intensification at the nursery stage has the potential to be effective in overcoming the limitations of land and water for cultivation. The aquaponic system can maximize yields through vertical use of space and also overcome water limitations with a recirculation system. This study aimed to evaluate the effectiveness of the aquaponics system on the intensification of O. hasselti nursery. The treatment tested was the stocking density of O. hasselti at an initial length of 4.28 ± 0.52 cm and a weight of 0.73 ± 0.29 g as many as 100 ind./m2, 150 ind./m2, and 200 ind./m2 in an aquaponic system with bok choy plants (Brassica rapa subsp. chinensis). Bonylip barb fish nursery for 30 days using aquaponic system showed that the treatment resulted in maximum survival with absolute length growth, feed conversion ratio, coefficient of variation in length and weight which were not significantly different (P>0.05). At densities above 100 ind./m2, the absolute weight growth value and the specific growth rate were higher. Overall, it can be concluded that the aquaponics system can be used for O. hasselti nursery at high stocking densities with the best production performance at a stocking density of 200 ind./m2.
Keywords: fish density, growth, intensification, pak choi
Â
ABSTRAK
Â
Ikan nilem Osteochilus hasselti dibudidayakan secara tradisional sebagai produk sampingan dalam sistem polikultur karena masalah ketersediaan benih. Peningkatan permintaan pasar lokal terhadap nilem belum dapat dipenuhi karena rendahnya produktivitas pembesaran. Dalam upaya meningkatkan ketersediaan benih ikan, intensifikasi pada tahap pendederan berpotensi efektif mengatasi keterbatasan lahan dan air untuk budidaya. Perkembangan teknologi budidaya dengan sistem akuaponik dapat memaksimalkan hasil melalui pemanfaatan ruang secara vertikal dan mengatasi keterbatasan air dengan sistem resirkulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas sistem akuaponik terhadap intensifikasi pendederan ikan nilem. Perlakuan yang diuji adalah padat tebar ikan nilem dengan panjang 4,28 ± 0,52 cm dan bobot 0,73 ± 0,29 g sebanyak 100 ekor/m2, 150 ekor/m2, dan 200 ekor/m2 pada sistem akuaponik dengan tanaman pak choi Brassica rapa subsp. chinensis. Pendederan nilem selama 30 hari dalam sistem akuaponik memperlihatkan bahwa perlakuan menghasilkan kelangsungan hidup serta panjang dan bobot yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada kepadatan di atas 100 ekor/m2 diperoleh nilai pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa sistem akuaponik dapat digunakan untuk pendederan ikan nilem pada padat tebar yang tinggi dengan kinerja produksi terbaik pada padat tebar 200 ekor/m2.
Kata kunci: padat tebar, pertumbuhan, intensifikasi, pak cho
Nursery of red tilapia Oreochromis niloticus in a small-scale aquaponics system with different stocking densities
Aquaponics is a fish and hydroponic plant-rearing system that utilises fish waste as a plant nutrient. Because water quality can be maintained at an optimal level for fish in the system to enhance farming productivity. This study was conducted to evaluate the effects of fish density on the nursery stage of red tilapia in a small-scale aquaponic system. The study was conducted using a completely randomized design at three levels of stocking density, namely 250 fish/m2, 375 fish/m2, and 500 fish/m2 of red tilapia at an initial size of 6.8 ± 0.35 cm, with 30 net pots of bok choy plant as co-culture. The results that the increase in fish population escalated the productivity of both fish and vegetable in 30 days farming period. The stocking density did not affect fish survival 99 ± 0.82%, 97 ± 1.27%, and 97 ± 0.68%, respectively (p>0.05), but supported a better specific growth rate, namely 3.09 ± 0.30%/day; 3.57 ± 0.23%/day; 4.03 ± 0.04%/day (p<0.05). Interestingly, the smallest coefficient of diversity and lowest feed conversion ratio were obtained at 500 fish/m3, whereas absolute length growth did not differ. Bok choy production increased with fish density, namely 2.82 ± 0.06 kg; 2.88 ± 0.08 kg; 3.17 ± 0.10 kg, respectively (p<0.05). The water quality parameter values were almost identical in all treatments, except for the lowest bacterial abundance gained at stocking density of 500 fish/m3. In conclusion, the aquaponic system can be used to nurseries tilapia seeds at high stocking densities for production efficiency.
Â
Keywords: aquaculture, bok choy, hydroponics, intensification
Â
ABSTRAK
Â
Akuaponik adalah sistem pemeliharaan ikan dan tanaman hidroponik yang memanfaatkan kotoran ikan sebagai nutrisi tanaman. Karena kualitas air dapat dipertahankan pada tingkat optimal untuk ikan dalam sistem akuaponik untuk meningkatkan produktivitas budidaya. Penelitian ini dilakukan mengevaluasi pengaruh peningkatan kepadatan ikan pada tahap pendederan ikan nila merah dalam sistem akuaponik skala kecil. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pada tiga tingkat kepadatan tebar yaitu 250 ekor/m2, 375 ikan/m2, dan ikan nila merah sebanyak 500 ekor/m2 dengan ukuran awal 6,8 ± 0,35 cm, pada masing-masing sistem aquaponik dengan 30 net pot tanaman bok choy. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan populasi ikan telah meningkatkan produktivitas ikan dan sayuran dalam masa budidaya 30 hari. Peningkatan padat penebaran tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan yaitu berturut-turut sebesar 99 ± 0,82%, 97 ± 1,27%, dan 97 ± 0,68% (p>0,05), namun mampu mendukung laju pertumbuhan spesifik yang lebih baik yaitu 3,09 ± 0,30%/hari; 3,57 ± 0,23%/hari; dan 4,03 ± 0,04%/hari (p<0,05). Menariknya, koefisien keanekaragaman terkecil dan rasio konversi pakan terendah diperoleh pada kepadatan 500 ekor/m3, sedangkan pertumbuhan panjang absolut tidak berbeda. Produksi bok choy meningkat seiring dengan kepadatan ikan yaitu berturut-turut 2,82 ± 0,06 kg; 2,88 ± 0,08 kg; 3,17 ± 0,10 kg, (p<0,05). Nilai parameter kualitas air hampir sama pada semua perlakuan, kecuali kelimpahan bakteri terendah diperoleh pada padat tebar 500 ekor/m3. Secara keseluruhan, produksi ikan dan tanaman tertinggi terdapat pada kepadatan penebaran 500 ekor/m3. Kesimpulannya, sistem akuaponik dapat digunakan untuk pembibitan benih ikan nila dengan padat tebar tinggi untuk efisiensi produksi.
Â
Kata kunci: akuakultur, hidroponik, intensifikasi, pak co
Availability of puerulus from natural catch for lobster panulirus spp. nursery culture
Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan ekspor lobster ke negara Hongkong, Vietnam, China, dan Singapura, dengan nilai ekspor lobster Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan 3,54% pertahun. Produksi lobster tersebut masih mengandalkan hasil tangkapan, karena budidaya lobster belum banyak dilakukan di Indonesia. Pantai Barat Provinsi Lampung dikenal sebagai daerah tangkapan lobster yang dimanfaatkan oleh nelayan setempat sebagai sumber pendapatan utama. Untuk mengetahui potensi ekonomi dari budidaya lobster, maka dilakukan penelitian dengan tujuan menganalisis ketersediaan benih bening lobster (BBL) dan rantai pasok lobster sebagai suplai benih untuk kebutuhan budidaya lobster. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode survei di Kecamatan Krui Selatan, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Responden dalam penelitian adalah para nelayan penangkap BBL dan pengepul BBL. Penentuan responden dilakukan dengan metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lobster utama yang ditangkap adalah jenis lobster pasir dan lobster Mutiara. Hasil tangkapan nelayan lobster pada bulan gelap yaitu rata-rata 121 340 ekor BBL/bulan, sedangkan pada bulan terang rata-rata 4 680 ekor BBL/bulan, sehinnga dalam setahun benih yang dihasilkan mencapai 1.500.000 ekor BBL. BBL hasil tangkapan nelayan akan dijual pengepul kecil, selanjutnya ke pengepul besar, distributor dan eksportir. BBL terdistribusi ke berbagai wilayah mencakup Lampung, Bengkulu, Jambi, Palembang dan Jakarta. Marjin pemasaran yang diperoleh pengepul kecil dan besar mencapai 15 %. Produksi benih lobster yang melimpah di perairan Pantai Pesisir Barat Lampung sangat berpotensi untuk pengembangan budidaya pendederan lobster sebagai sumber ekonomi baru