13 research outputs found
Tubuh Getir Karya Cipta Fotografi Ekspresi
The human body is the physical structure or the main trunk where the limbs are attached to. Bitterness is an unpleasant condition, a painful feeling, or a state that is far beyond contentment. Thus, what I call the bitter body is the body of the poor in their bitter times due to their struggle in this cruel world. Additionally, poverty has become an interesting to be made into a project in the creation of photography works based on expression style. The objective of this creation is to understand situation that it has been the wake of poverty comes beauty. This beauty of poverty is based upon the facts that conditioned into the main it and those facts have become the object of this photography creation process. The images are already contemplated and interpreted into the visual artistic form through the creative process using two photography aspects: the conception aspect as well as the technical aspect. Thus, the basic of this process of creation is by utilizing the power of expression from expressive photography itself, so that it creates a new construction in the form of surrealist photograph which is valued from the contemplation of the fantasies of poverty.
Keywords: the body, bitterness, poverty and photograph
Waters
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Waters” menggambarkan air sebagai sumber kehidupan di muka bumi. Penyimbulan kehidupan di gambarkan seorang bayi yang baru lahir nampak di pegang dua tangan dalam keadaan menangis di air. Fenomena sekarang air menjadi alat bantu dalam melahirkan. Objek Bayi dan tumbuhan nampak mewakili kehidupan atas ketergantungan adanya air.
Pemotretan objek bayi di lakukan out door di rumah sakit PKU Bantul pada sore hari sehingga jatuhnya cahaya dari samping menghasilkan gambar yang dinamis dengan mempergunakan diafragma 8 menghasilkan gambar kelihatan tajam. Selanjutnya digabung dengan elemen pendukung yaitu air di sungai dengan waktu pemotretan hampir sama waktunya dan dipadukan sehingga memberi kesan kesatuan pada karya. Pemotretan tangan diambil dengan diafragma 8 untuk menghasilkan gambar detail kulitnya. Gambar bayi ini merupakan pilihan bagian pose yang penulis anggap menarik, diambil dengan mengambil tubuh secara keseluruhan. Pengambilan gambar dilakukan dari depan sehingga didapatkan ekspresi wajah yang sedang menangis kelihatan jelas.
Dari foto yang digabung tersebut disusun sedemikian rupa, beberapa gambar yang sekiranya memiliki keterkaitan dan keterpaduan dalam garis, warna, dan tekstur. Kemudian dipadukan dengan menyesuaikan suasana yang diharapkan
Berdebat
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Berdebat” menggambarkan dua orang yang sedang berdebat dengan penuh ekspresi. Kondisi yang kotor dan dominan warna merah menambah dramatis suasana yang terjadi. Berdebat merupakan hal yang penting untuk penyelesaian sebuah masalah. Ekspresi baik tubuh maupun wajah terlihat amat serius dalam perdebatan tersebut. Keadaan tubuh yang kotor secara fisik mencerminkan kemiskinan yang perlu di lihat pemerintah tentang keadaan ratyatnyatnya di negri ini.
Pemotretan objek utama di lakukan out door dengan waktu malam hari dengan diafragma 5,6 sehingga cahaya gambar kelihatan jelas. Selanjutnya digabung dengan objek pendukung yaitu pohon kering, dan kuda, pemotretan di lakukan di sore hari, dipadukan sehingga meberi kesan kesatuan pada karya. Gambar ini merupakan pilihan bagian pose tubuh yang di ambil penulis anggap unik dan menarik. Pengambilan gambar elemen pendukung dilakukan dari berbagai sudut sehingga didapatkan gambar yang dinamis.
Hasil foto tersebut digabung dan disusun sedemikian rupa dari beberapa gambar yaitu orang yang sedang berdebat, pohon kering, dan kuda. Secara visual yang memiliki kesesuaian estetis dari unsure bidang, garis, warna, dan tekstur. Kemudian dipadukan dengan menyesuaikan suasana kemiskinan, sehingga karya tersebut kelihatan dramatis
Doa Untuk Alam
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Doa Untuk Alam” menggambarkan seorang nenek tua memikirkan kondisi alam ini. Objek nenek tua nampak ekspresinya kelihatan pasrah dengan posisi berdoa dengan mata terpejam. Ketenangan dan kebersahabatan alam sekarang tidak bisa dirasakan; entah itu ulah siapa. Bencana alam muncul bertubi-tubi seperti sunami, banjir, gempa bumi, dan gunung meletus. Dalam menghadapi cobaan sepatutnya tetap berusaha menjaga alam ini dan berdoa supaya mendapatkan keselamatan. Back graund gunung Bromo yang baru aktif mewakili bagian dari alam yang mengancam. Kondisi nenek tua dengan fisik yang kumal dan tidak terawat menyimbolkan keadaan masyarakat desa yang resah pada posisi seolah-olah berdoa meminta keselamatan.
Perwujudan karya dimulai dengan pemotretan objek utama wanita tua di lakukan dipagi hari di Alun-alun utara. Cahaya pagi dari samping menghasilkan gambar yang dinamis dan detail gambar kelihatan tajam. Keadaan fisik yang kriput dengan pose tubuh seolah-olah sedang berdoa membuat keunikan tersendiri yang selanjutnya digabung dengan elemen pendukung disusun sedemikian rupa dari beberapa gambar yaitu nenek tua, gunung Bromo, daun, dan awan. Semuanya yang dianggap memiliki keterkaitan dan keterpaduan dalam garis, warna, dan tekstur. Kemudian dipadukan dengan menyesuaikan suasana yang diharapkan terkait dengan fenomena yang terjadi pada alam ini, sehingga karya tersebut lebih bermakna
Kelaparan
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Kelaparan”. Konsep karya ini mengusung persoalan kemiskinan yang terjadi di negri ini. Kondisi kemiskinan kian hari kian melekat dikehidupan kita, terlebih bagi orang-orang yang tidak memiliki kompetensi. faktor pangan menjadi permasalahan besar bagi kaum miskin untuk mempertahankan hidup di tengah perekonomian kita yang makin terpuruk ini. Karya ini menggambarkan seorang ibu yang kelihatan lapar dan letih dengan posisi baru makan nasi. Figur objek menginformasikan siratan kemiskinan dari keadaan yang memprihatinkan dari gambaran sebuah kehidupan.
Pemotretan objek utama dilakukan di sore hari di daerah Dongkelan. Pemotretan dengan menggunakan speed rendah untuk menghasilkan efek gerakan pada bagian tangan yang menghasilkan gambar lebih hidup. Hasil gambar selanjutnya digabung dengan objek pendukung yaitu tiga laki-laki pada pementasan teater dengan waktu pemotretan malam hari dengan cahaya spot light yang dipadukan sehingga menambah kekuatan karakter pada karya. Pemotretan diambil dengan speed tinggi untuk pembekuan pose tubuh yang natural dan ekspresif. Gambar ini merupakan pilihan bagian pose yang penulis anggap unik dan menarik. Pengambilan gambar dilakukan dari angle samping sehingga didapatkan gambar yang dinamis.
Foto digabung dan disusun sedemikian rupa dari beberapa gambar yaitu ibu tua, tiga laki-laki, teko, dan daun, yang memiliki keterkaitan dan keterpaduan dalam garis, warna, dan tekstur, sehingga memiliki satu kesatuan dan kelihatan dramatis
Monologue
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Monologue” menggambarkan seorang yang sedang berdialog sendiri dengan cara membaca dalam acara demontrasi. Monologue membincangkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di negri ini. Keadilan, kesejahteraan merupakan dambaan ratyat miskin. Dari keadan objek secara fisik dan pakean yang dekil dan kumal menyimbolkan keadaan yang tertindas yang seolah-olah jenuh dengan keadaan yang pahit. Semua itu tercermin pada keadaan tubuh yang kotor tidak terawat. Harapan ada perubahan yang lebih baik dari masalah yang carut marut negri ini.
Pemotretan objek utama di lakukan out door di tempat demontrasi di Bunderan UGM dengan waktu siang hari sehingga jatuhnya cahaya dari atas menghasilkan gambar yang kontras yang selanjutnya digabung dengan objek pendukungnya dengan waktu pemotretan hapir sama waktunya di padukan sehingga meberi kesan kesatuan pada karya. Pemotretan diambil dengan speed tinggi untuk menghasilkan pembekuan gerakan dan detail tubuh. Gambar ini merupakan pilihan bagian pose yang penulis anggap menarik yang diambil dari berbagai arah objeknya sehingga dari hasil jadi kelihatan dinamis.
Dari keseluruhan foto yang digabung tersebut disusun sedemikian rupa dari beberapa gambar yaitu orang, daun, semuanya menyimbulkan arti dan makna tersendiri dari karya ini
Terlantar
Deskripsi Karya
Karya foto ini berberjudul “Terlantar”, karya ini menggambarkan orang tua renta yang kelihatan lelah dan tidak terawat di belakangnya seorang anak jalanan dengan kondisi memprihatinkan yang sedang berteriak, seolah-olah menjerit ingin melepaskan dari beban penderitaan mendalam, seharusnya anak seusianya selayaknya mengenyam hidup dengan wajar bisa bersekolah dan hidup penuh kasih sayang. Keadaan rakyat miskin tidak mengenal usia dalam menghadapi kehidupan ini berjuang keras untuk mengatasi segala problem hidup. Dari dua subjek itu secara fisik tersirat kemiskinan dengan tubuh getirnya. Uang receh lima ratus rupiah menyimbulkan jumlah nominal yang biasanya didapatkan dengan susah payah.
Ditinjau dari teknikal pemotretan objek utama dilakukan out door di sore hari sehingga jatuhnya cahaya dari samping menghasilkan gambar yang dinamis dan detail gambar kelihatan tajam. Lokasi pemotretan dua tempat yang berbeda orang tua di jalan Bantul sedangkan anak kecil di pasar Beringharjo. Dari hasil foto itu, selanjutnya diedit dengan photoshop digabung dengan elemen pendukungnya. Penyusunan sedemikian rupa dari empat bidang gambar yaitu orang tua, anak kecil, uang logam, dan daun kering, yang dipilih memiliki nilai simbolik keterkaitan dalam konsep. Kemudian dipadukan unsur-unsur yang ada dengan menyesuaikan suasana kemiskinan, sehingga karya tersebut memiliki kandungan makna dan kelihatan dramatis
Susahnya Mencari Rupiah
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Susahnya Mencari Rupiah” menceritakan fenomena kemiskinan yang ada kehidupan sosial. Ketika alam telah banyak memberikan kesejahteraan hidup ini, manusia sering lupa dengan sesama, watak serakah dan tamak membuat orang kehilangan nuraninya. Perbedaan kondisi yang kaya dan yang miskin nampak jelas sehingga menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat. Masyarakat miskin dengan susahnya mencari rupiah, orang kaya menghambur-hamburkan uang untuk mencari kesenangan, keadaan ini yang terjadi di negri ini. Hal itu nampak seperti di gambarkan pada objek laki-laki yang kelihatan memegang daun sebagai imajinasi dari uang. Dari keadan objek secara fisik dan pakaian yang dekil dan kumal mencerminkan guratan kemiskinan yang susah mencari rupiah.
Pemotretan objek utama di lakukan out door di acara pementasan teater pada waktu sore hari sehingga jatuhnya cahaya dari samping menghasilkan gambar kelihatan dinamis. Pemotretan diambil dengan diafragma 5,6 untuk menghasilkan detail pada objek. Gambar ini merupakan pilihan bagian pose yang penulis anggap menarik dengan keadaan objek mengekspresikan sebuah pencarian. Pengambilan gambar objek tubuh dari sudut samping sehingga profil wajah keduanya kelihatan jelas.
Dari foto yang ada selanjutnya digabung dan disusun sedemikian rupa dari beberapa gambar yaitu manusia, uang, ranting, lumpur dan daun, yang sekiranya memiliki keterkaitan dan keterpaduan dalam garis, warna, dan tekstur. Kemudian dipadukan dengan menyesuaikan suasana kemiskinan, sehingga karya tersebut kelihatan dramatis
Dipinggir Jalan
Deskripsi Karya
Karya foto ini berjudul “Dipinggir Jalan” menggambarkan profesi tukang becak. Kondisi kelelahan dengan keadaan tidur pulas posisi terlentang merupakan hal biasa. Ramainya jalan tidak mejadi gangguan dalam tidurnya. Demi kelangsungan hidup keluarga tempat tidur alakadarnya menjadi obat rasa lelah dan letih.Dari keadan subjek secara fisik dan pakaian yang dekil dan kumal mencerminkan kemiskinan dengan beban hidup yang berat. Perjalanan dan waktu yang mejawab perubahan nasib kedepannya.
Pemotretan objek utama di lakukan out door di pasar Ngasem pada sore hari kondisi cerah sehingga jatuhnya cahaya dari samping dengan menggunakan diafragma 11 menghasilkan detail gambar kelihatan tajam. Selanjutnya digabungkan dengan elemen pendukung yaitu lingkungan kumuh, sehingga meberi kesan keterkaitan pada karya. Pemotretan diambil dengan speed tinggi untuk menbekukan gerakan tubuh. Gambar ini merupakan pilihan bagian pose yang penulis anggap unik dan menarik yang diambil dengan sudut dari depan sehingga didapatkan gambar yang menginformasikan keadaan subjek dan lingkungannya dengan jelas.
Dari foto yang digabung tersebut disusun sedemikian rupa dari beberapa gambar yaitu tukang becak, karung, dan jalan. Kesemuanya memiliki keterkaitan dan keterpaduan dalam garis, warna, dan tekstur. Kemudian dipadukan dengan menyesuaikan suasana kemiskinan, sehingga karya tersebut memiliki nilai yang dituangkan
Merenung
Deskripsi Karya
Karya ini berjudul “Merenung” menggambarkan seorang laki-laki pemulung dengan posisi merenung sambil tiduran kelihatan kelelahan. Keadaan fisik kumal, dekil, mencerminkan kesengsaraan. Harapan-harapan besar untuk merubah nasib, ada dalam renungannya tapi kenyataan hidup tidak semudah yang dipikirkan.
Pemotretan objek berlokasi di Daerah Karangjati Bantul di sore hari, jatuhnya cahaya dari samping menghasilkan gambar dinamis dan detail gambar kelihatan tajam, digabungkan dengan objek pendukung. Pemotretan objek dilakukan di pagi hari, dipadukan meberi kesan kesatuan pada karya. Pemotretan dengan speed tinggi untuk membekukan pose tubuh yang natural. Gambar merupakan pilihan bagian pose, dianggap unik dan menarik, dengan mengambil keseluruhan tubuh objek.
Penggabungan beberapa gambar seperti gambar seorang pemulung, kompor, teko, dan sandal jepit, keseluruhan objek gambar memiliki relevansi konsep kemiskinan dipaduan dengan garis, warna, dan tekstur. Sehingga karya fotografi ini kelihatan dramatis