142 research outputs found
Buddhism and Confucianism on Homosexuality: The Acceptance and Rejection Based on The Arguments of Religious Texts
Recently, the discourse on homosexuality has heated up again in Indonesia. Various responses appear to this phenomenon, some strongly reject it, and some tolerate it. Most of the rejection came from religious circles that used religious arguments. This study explores the core teachings of Buddhism and Confucianism, especially about homosexuality, and compares the two. This study argues that the attitude of Buddhism and Confucianism towards homosexuality is highly dependent on the cultural context in which these religions exist and are practiced. In other words, certain Buddhist/Confucian societies are sometimes more tolerant of homosexual practices than other Buddhist/Confucian societies. That is, the core teachings of religions cannot be merely a measure; culture participates in shaping religious responses to homosexuals. However, it also does not mean that these two religions do not have a unique view on homosexuality. Using the literature study method, this study will focus on exploring the attitudes of these two religions, Buddhism and Confucianism, towards the practice of homosexuality, especially to queering the core teachings of both. The results of this study indicate that in both Buddhism and Confucianism, acceptance and rejection of homosexual practices exist, and almost all use their respective core teachings as arguments. In short, this study contributes to providing an overview of how homosexuality is accepted and rejected in Buddhism and Confucianism.
Belakangan ini, diskursus tentang homoseksualitas kembali memanas di Indonesia. Berbagai macam respon yang muncul terhadap fenomena ini, ada kalangan yang menolak dengan keras dan ada pula kalangan yang menoleransi. Sebagian besar penolakan muncul dari kalangan agamawan yang menggunakan dalil agama. Studi ini bertujuan untuk mengekplorasi ajaran inti Buddhism dan Confucianism, terutama tentang homosexuality dan berusaha membandingkan keduanya. Studi ini berargumentasi bahwa sikap Buddhism and Confucianism terhadap homoseksualitas sangat bergantung pada konteks budaya di mana agama-agama tersebut berada dan dipraktikkan. Dengan kata lain, kadang-kadang ada masyarakat Buddhist/Confusian tertentu lebih toleran terhadap praktik homosexual daripada masyarakat Buddhist/Confusian yang lain. Artinya, ajaran inti agama-agama tidak bisa semata-mata menjadi ukuran, budaya turut serta membentuk respon agama terhadap homosexual. Meski demikian, hal itu juga tidak berarti bahwa kedua agama ini tidak punya pandangan khusus terhadap homosexuality. Dengan menggunakan metode studi literatur, studi ini akan fokus menelusuri sikap kedua agama ini, Buddhism and Confucianism, terhadap praktik homoseksualitas terutama dengan tujuan untuk queering ajaran-ajaran inti keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik di Buddhism dan Confucianism, penerimaan dan penolakan terhadap praktik homosexual ada dan nyaris semuanya menggunakan ajaran-ajaran inti sebagai dalil. Singkatnya, kajian ini berkontribusi memberikan gambaran bagaimana penerimaan dan penolakan terhadap homoseksulitas dalam Buddhism and confucianism
Kekerasan Simbolik dalam Wacana Keagamaan di Indonesia
By borrowing Pierre Bourdieuâs theory, this study argues that religious discourse is one of the instruments often used by the dominant class (the majority, who are in power) to carry out symbolic violence against the dominated class (the minority, who are ruled). For example, through religious discourses that seem plural and open, the power and domination of the dominant class are continuously perpetuated. This study aims to analyze the symbolic violence that occurs in religious discourse in Indonesia, especially in the study of religion, by reviewing the discourse of âAgama vs. Kepercayaanâ and âModerasi Beragama.â According to Pierre Bourdieuâs theory, the symbolic violence referred to here is violence that does not appear as violence and is latent. Victims of this type of violence do not feel they are victims of violence as if what happened was natural and should have been. This study also argues that symbolic violence in religious discourse in Indonesia is widely produced in educational institutions, primarily through the hands of academics, because through educational institutions, discourses of âAgama vs. Kepercayaanâ and âModerasi Beragamaâ are formulated and then implemented in government policies, as if the discourse has accommodated all religions and beliefs, but only perpetuates the interests of the dominant class. In short, this study argues that religious discourses such as âAgama vs. Kepercayaanâ and âModerasi Beragamaâ are (re)produced for the interests claimed to be for the majority through educational institutions and so on and produce symbolic violence
Kebijakan Pengelolaan Kualitas Udara Terkait Transportasi di Provinsi DKI Jakarta
-(Peer Reviewer)\ud
Judul : Kebijakan pengelolaan kualitas udara terkait transportasi di Provinsi DKI Jakarta\ud
Penulis : Andi Alfian Zainuddin\ud
Karya Ilmiah : Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi \ud
281- 28
Peer Review
-Peer Review Andi Alfian Zainuddin, judul karya ilmiah: Kebijakan Pengelolaan Kualitas Udara Terkait Transportasi di Provinsi DKI Jakarta, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,\ud
ISSN 1907-7505, Volume 4, Nomor 6, Juni 201
STRATEGI PENGEMBANGAN UKM PABRIK TEMPE DI KOTA CIMAHI (JAWA BARAT) (STUDI KASUS DI PABRIK TEMPE PAK KUSNANTO)
Pabrik Tempe Pak Kusnanto merupakan sebuah industry pembuatan tempe
yang berada di Kota CImahi. Pabrik Tempe Pak Kusnanto merupakan salah satu
pemasok tempe di Kota Cimahi. Untuk mengembangkan Pabrik Tempe Pak
Kusnanto perlu dilakukan perencanaan bisnis yang baik dan perencanaan finansial
yang terstruktur untuk kemajuan Pabrik Tempe Pak Kusnanto yang dilihat dari
factor internal maupun factor eksternal dari perusahaan pesaing. Dengan adanya
rencana bisnis yang baik dan tepat dapat membantu Pabrik Tempe Pak Kusnanto
agar lebih berkembang dan untuk kemajuan Pabrik.
Hal yang dilakukan dalam melakukan strategi pengembangan bisnis
(Business Plan) adalah dengan menganalisis faktor-faktor internal maupun faktor
eksternal, kedua faktor ini akan diolah sebagai sumber data dalam pengolahan
analisis SWOT yang selanjutnya didapat hasil berupa pemilihan strategi bisnis
yang paling tepat dan logis dengan situasi yang sedang terjadi saat ini di
lingkungan perusahaan.
Setelah mendapatkan strategi fungsional untuk pengembangan bisnis
selanjutnya penelitian dilanjukan dengan mengolah data aspek finansial
perusahaan, ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari pengembangan bisnis
yang akan dilakukan apakah menguntungkan atau merugikan bagi perusahaan,
pengolahan aspek finansial dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok
produksi yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian investasi dalam rangka
pengembangan bisnis tersebut.
Kata Kunci: Manajemen Pemasaran, Business Plan, Analisis SWOT, Financia
Elaborating Conflict in Maluku Based on Dialogical Liberative Perspective
The conflict in Maluku is one of the largest religious conflicts that has ever occurred in Indonesia. This study aims to elaborate the relationship between conflict in Maluku and interreligious and cultural dialogue based on a dialogical-liberative perspective. By using the library research method, relying on books and journals related to research questions, this study attempts to discuss forms of interreligious dialogue and pre- and post-conflict culture in Maluku with a liberative dialogue approach. This study argues that liberative dialogue is a relevant approach for inter-religious dialogue in Maluku. The results of this study indicate that liberative dialogue can be an alternative for elaborating the conflict in Maluku.
[Konflik di Maluku adalah salah satu konflik agama terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi relasi antara konflik di Maluku dengan dialog antaragama dan budaya berdasar pada perspektif dialogis-liberatif. Dengan menggunakan pendekatan library reseach, dengan mengandalkan buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian, penelitian ini berusaha mendiskusikan bentuk-bentuk dialog antarumat beragama dan budaya pra dan pasca konflik di Maluku dengan pendekatan dialog liberatif. Penelitian ini berargumentasi bahwa dialog liberatif adalah pendekatan yang relevan bagi dialog antar agama di Maluku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dialog liberatif bisa menjadi alternatif untuk mengelaborasi konflik di Maluku.
Jamaah An-Nadzir: Memahami Dinamika Komunitas Agama Minoritas di Sulawesi Selatan, Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan gambaran komprehensif tentang dinamika komunitas agama minoritas di Sulawesi Selatan, Indonesia, yakni dengan mengambil satu kasus khusus Jamaah An-Nadzir di Kabupaten Gowa. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif-deskriptif-analitik, data di penelitian ini kami kumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur dengan berbagai narasumber dan tinjauan literatur yang relevan, termasuk artikel jurnal yang berkaitan dengan kelompok keagamaan Jamaah An-Nadzir. Salah satu alasan mengapa kami memilih kelompok keagamaan minoritas Jamaah An-Nadzir adalah karena, sebagaimana yang dibuktikan oleh hasil penelitian ini, Jamaah An-Nadzir secara efektif dapat merepresentasikan keberadaan, tantangan, dan strategi bertahan yang dilakukan oleh komunitas agama minoritas Sulawesi Selatan. Temuan-temuan penelitian ini menyoroti kreativitas yang ditampilkan oleh Jamaah An-Nadzir yang secara konsisten mengajarkan ajaran-ajaran mereka sambil terus berusaha mendapatkan penerimaan dari masyarakat mayoritas. Kreativitas itu terlihat sebagai strategi bertahan yang mereka lakukan atas tantangan yang mereka hadapi
Nilai Pendidikan Anak dalam Buku Tarbiyatul Aulad Fil Islam Karya Dr. Abdullah Nashih âUlwan
Pendidikan anak diharapkan nantinya akan dapat menciptakan manusia yang sempurna dari segi pengetahuan, akhlak, dan moralnya. Bobroknya anak zaman sekarang mengakibatkan krisis terhadap moralitas dan adab, mereka melakukan apa saja yang mereka suka tanpa memikirkan dampak yang akan mereka alami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai pendidikan anak dalam buku Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Dr. Abdullah Nashih âUlwan dan untuk mengetahui relevansinya terhadap pendidikan agama islam. Penelitin ini menggunakan metode studi kepustakaan karena penulis mengulas konsep pemikiran Abdullah Nashih âUlwan pada bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam dan buku serta jurnal lain yang relevan dengan penelitian ini. konsep pendidikan anak menurut Abdullah Nashih âUlwan ada 7 macam yaitu : pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan akal, pendidikan kejiawaan, pendidikan sosial, dan pendidikan seks. Adapun metode yang digunakan untuk mencapai nilai-nilai pendidikan tersebut ada 5 cara yaitu : mendidik dengan keteladanan, mendidik dengan kebiasaan, mendidik dengan perhatian, mendidik dengan dengan nasihat, dan mendidik dengan memberi hukuman. pendidikan anak menurut Abdullah Nashih âUlwan ini sangat relevan dengan pendidikan agama islam. Yang mana nilai-nilai pendidikan dan pemikirannya bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadist sehingga nilai-nilai pendidikan anak yang terkandung dalam bukunya tidak bertentangan dengan ajaran islam namun sebaliknya nilai-nilai pendidikan anak tersebut sejalan dan sesuai dengan ajaran islam
Klasifikasi Tingkat Kematangan Buah Pepaya Berdasarkan Fitur Warna Menggunakan JST
Pepaya merupakan salah satu jenis buah kaya nutrisi yang banyak memberikan manfaat bagi kesehatan. Warna memungkinkan sebuah objek dapat dikenali dan diidentifikasi dengan baik. Sebelumnya telah banyak penelitian yang serupa. Namun dari beberapa penelitian sebelumnya, nilai keakuratan dalam klasifikasinya masih kurang akurat yang dikarenakan menggunakan proses dan metode yang kurang tepat. Sehingga diperlukan sistem pengolahan citra digital menggunakan kecerdasan buatan yang dapat mengklasifikasi tingkat kematangan pada buah papaya dengan menggunakan metode dan proses yang tepat. Pada penelitian ini, kami mengusulkan Klasifikasi Tingkat Kematangan Buah Pepaya Berdasarkan Fitur Warna Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Dengan menggunakan 90 dataset citra pepaya RGB. Proses dan metode yang diusulkan yaitu, akuisisi citra, tahap preprocessing, tahap segmentasi dengan metode otsu, operasi morfologi, kemudian tahap klasifikasi dengan jaringan saraf tiruan. Sehingga pada pengujian dan pelatihan berdasarkan klasifikasi menghasilkan nilai akurasi sebesar 100%. Diharapkan sistem ini dapat membantu pekebun dalam mengklasifikasi tingkat kematangan buah pepaya dan terciptanya pengembangan teknologi budidaya dalam peningkatan produktivitas pepaya
Rediscovering âSacred Placeâ through the Indigenous Religion Paradigm: A Case Study of Bugis-Makassar Indigenous People
The Bugis-Makassar indigenous people who live around Mount Bawakaraeng perform a ritual pilgrimage (hajj) to the top of Mount Bawakaraeng (as a sacred space). This ritual is often considered heretical and deviant. These negative assumptions are the result of the monopoly definition of âsacred placeâ by the world religion paradigm which is only limited to the doctrine of the holy book and is hierarchical-exclusive. Meanwhile, in the indigenous religion paradigm, âsacred placeâ is closely related tothe surrounding environment (nature) which also gives life to indigenous peoples. The Bugis-Makassar indigenous people who live around Mount Bawakaraeng construct the sacredness of the mountain, not only as a place for religious rituals but also as a guarantor of their life. There were lacking previous researches discussing âsacred placeâ through the indigenous religion paradigm approach. This research contributes to that lack. This study examines how the indigenous religion paradigm interprets âsacred placeâ. The research method used in this research is qualitative. This study argues that there is no better way to understand why indigenous people perform rituals on Mount Bawakaraeng than using the indigenous religion paradigm. This study also shows that the âsacred placeâ associated with Mount Bawakaraeng is a way for the indigenous people who live around the mountain to preserve the nature around them which has enabled them to live and make a living such as accessing water, gathering medicines from nature, and so on. Eventually, with research that provides a better explanation of what a âsacred placeâ is in the indigenous religion paradigm, negative assumptions about indigenous people who regard a mountain as sacredplace can be better understood
- âŠ