80,716 research outputs found
PERJANJIAN YANG DAPAT MEMENUHI KEINGINAN PARA PIHAK TERKAIT ALIH DEBITOR TANAH DAN BANGUNAN YANG MASIH MENJADI AGUNAN BANK
Tujuan Penelitian, mengetahui jenis perjanjian, perlindungan hukum
terhadap kreditor dan penerima pengalihan kredit serta tanggungjawab Notaris
dengan dibuatnya perjanjian alih debitor.
Metode penelitian sociolegal, dilakukan terhadap Bank Tabungan Negara
dan Notaris, dengan alat pengumpul data wawancara.
Berdasarkan analisis kualitatif, perjanjian yang dapat memenuhi keinginan
alih debitor adalah akta Novasi, Akta Jual Beli, Akta Pemberian Hak Tanggungan
dan atau Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Pengalihan Kredit
Kepemilikan Rumah banyak terjadi dengan dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual
Beli dan Akta Kuasa, debitor beritikad baik dapat menggunakan akta Kuasa untuk
mengambil sertipikat pada Bank, Perjanjian Pengikatan Jual Beli digunakan untuk
membaliknama sertipikat atas nama pihak yang menerima pengalihan Kredit
Kepemilikan Rumah. Notaris yang sudah menjalankan kewenangannya sesuai
dengan Undang-Undang Jabatan Notaris, tidak dapat diminta pertanggungjawaban
secara perdata. Kreditor tidak dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata
karena perjanjian alih debitor telah terjadi sebelum dibuatnya Perjanjian
Pengikatan Jual Beli dan Kuasa
Advancement of the Adivasis: The Effect of Development on the Culture of the Adivasis
Laws and policies have created a legal context aimed at allowing the adivasis to develop socioeconomically while retaining the aspects of their culture that they value the most. While the adivasis still face numerous challenges, it is evident that many have achieved successful economical advancement as a result of the legal framework established upon independence in 1947. Yet, it has also been acknowledged that economic advancement can undermine aspects of culture that are essential to the identity and dignity of the adivasis. Such a loss can result from exogenous factors such as government policy and the actions and beliefs of nontribals, or from endogenous factors such as the willingness of the adivasis to adopt the values of nontribals
TINJAUAN YURIDIS ATAS PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM PENANDATANGANAN AKTA JUAL BELI ATAS BIDANG TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI HADAPAN PPAT
Tinjauan Yuridis Atas Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan Terlebih Dahulu Sebelum Penandatanganan Akta Jual Beli
Atas Bidang Tanah dan/atau Bangunan di Hadapan PPAT
Fokus penelitian ini mengenai waktu timbulnya hutang pajak bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan berdasarkan ajaran materiil
hukum pajak yaitu dengan terpenuhinya tatbestand yaitu berupa keadaan
atau fakta hukum, peristiwa hukum, dan perbuatan hukum.
Permasalahan penelitian ini adalah mengenai relevansi
pembayaran BPHTB lebih dahulu sebelum penandatanganan akta jual beli
dihadapan PPAT dan relevansi hukum pemberian denda kepada PPAT,
akibat penandatanganan akta jual beli oleh penjual dan pembeli di
hadapan PPAT.
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dan
dengan spesifikasi penelitian diskriptif analitis, data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan (library reseach),
digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan di
bidang BPHTB, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi
dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya data-
data tersebut dianalisis dengan analisis kualitatif.
Lahirnya hutang pajak pada bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, didasarkan pada ajaran materiil hukum pajak berdasarkan
terpenuhinya tatbestand, yaitu sejak ditandatanganinya akta jual beli oleh
para pihak, 2 (dua) saksi yang berwenang dan PPAT. Sistem self
assessment, merupakan sistem pemungutan yang digunakan dalam
pemungutan BPHTB, yang memberikan kewenangan kepada wajib pajak
untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan
Pajak, sebagai konsekuensi dari berlakunya ajaran materiil dalam BPHTB.
Sistem pemungutan pajak ini, pelaksanaannya disandarkan pada
kesadaran wajib pajak, sehingga kurang menjamin kepastian hukum bagi
fiscus terhadap dibayarnya hutang pajak pada BPHTB.
Berlakunya Pasal 24 ayat 1 undang-undang nomor 20 tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang
BPHTB dan Pasal 91 Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Restribusi Daerah, yang memberikan sanksi denda kepada
PPAT, jika menandatangani akta jual beli sebelum penjual membayar
BPHTB. Ketentuan ini jelas menyalahi kewenangan PPAT sebagai pejabt
yang diberi wewenang dan dilindungi oleh undang-undang untuk
menandatangani akta, jika akta yang dibuatnya telah memenuhi syarat
formal dan materiil. Sanksi ini diberikan karena sebelum ditandatangani
akta jual beli belum menimbulkan hutang pajak bagi penjual sehingga
tidak mungkin fiscus memberi sanksi kepada penjual hak atas tanah
PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PENERAPAN ASAS AKURASI PADA PELAKSANAAN PENSERTIFIKATAN TANAH BEKAS HAK MILIK ADAT DI KABUPATEN BEKASI
Pensertifikatan Tanah yang didahului peralihan hak harus dilakukan oleh PPAT sebagaimana ditegaskan dalam PP No. 24 Tahun 1997 juncto PP Nomor 38 Tahun 1998. PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan dan tanggungjawab membantu Kantor Pertanahan dalam proses pra pendaftaran tanah berkewajiban melaksanakan asas-asas pendaftaran tanah dalam menjalankan jabatannya. Fakta yang terjadi banyak kesalahan dilakukan dalam pembuatan Akta yang menimbulkan sengketa hukum akibat keteledoran PPAT.
Permasalahan yang peneliti kemukakan adalah : Mengapa PPAT harus berperan dalam penerapan Asas Akurasi pada pelaksanaan pensertipikatan tanah bekas hak milik adat di Kabupaten Bekasi ? Bagaimana tugas dan tanggungjawab PPAT atas peran sertanya dalam penerapan asas akurasi pada pelaksanaan pensertipikatan tanah bekas hak milik adat di Kabupaten Bekasi ?
Metode Penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan sosiolegal dengan diskriptif analisis. Peneliti menganalisis fenomena penyimpangan yang terjadi di lapangan pada saat pra pendaftaran tanah menggunakan ketentuan UUPA, Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997, Tugas dan Kewenangan PPAT, dan Peraturan terkait lainnya.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kesalahan yang terjadi pada saat pembuatan akta PPAT bersumber dari beberapa hal diantaranya : kesalahan pada girik/letter C nya, kesalahan pemindahan data oleh pegawai PPAT, kesalahan informasi/dokumen yang diserahkan oleh penghadap. PPAT pada pembuatan aktanya wajib menerapkan asas akurasi dalam melakukan pengecekan terhadap diri penghadap, obyek peralihan hak, semua dokumen yang menjadi dasar, proses penandatangan akta. Kecerobohan saat pembuatan akta berakibat fatal pada proses pensertifikatan yang berpotensi timbulnya sengketa. PPAT bertanggungjawab menjamin akurasi dan otentisitas aktanya oleh karena itu komparasi, isi akta, maupun proses penandatangan akta harus dilakukan dengan benar dan akurat. Akta PPAT merupakan dasar terjadinya perbuatan hukum oleh karenanya harus tetap disimpan sekalipun telah terbit sertifikat. Hal tersebut untuk membuktikan jika suatu saat terjadi pengingkaran terhadap sertifikat maupun aktanya, karena pensertifikatan menganut stelsel negatif berunsur posifif, masih dimungkinkan adanya gugatan terhadap sertifikat. PPAT dalam menjalankan fungsinya tidak bertanggungjawab kepada siapapun. PPAT hanya bertanggungjawab secara hukum kepada hakim di Pengadilan jika ia disangka melakukan tindak pidana atas aktanya atau jika diminta bertanggungjawab secara profesional oleh Dewan Kehormatan maupun Komite Etik yang dibentuk oleh IPPAT.
Prinsip kehati-hatian harus ditumbuhkan pada PPAT melalui peningkatan fungsi pengawasn dan penerapan sanksi yang tegas oleh organisasi yang menaunginya. Terjalinnya komunikasi yang harmonis antara PPAT dan Kantor Pertanahan sebagai mitra sejajar dapat meningkatkan kinerja mereka. Asas akurasi harus dicantumkan secara tegas dalam Peraturan Pemerintah sebagai salah satu asas dalam proses.Pendaftaran HAT, sebagai langkah awal dapat dilakukan sosialisasi mengenai asas akurasi pada pertemuan/seminar yang diadakan untuk PPAT dan Kantor Pertanahan
LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL UNY 2015) LOKASI SMA N 1 MERTOYUDAN
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan mata kuliah wajib yang harus
ditempuh oleh setiap mahasiswa program studi kependidikan di Universitas Negeri
Yogyakarta. Dalam hal ini, penyusun melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan di SMA
Negeri 1 Mertoyudan yang terletak di Kabupaten Magelang. Kegiatan ini bertujuan
mendapatkan pengalaman tentang kegiatan belajar mengajar dan kegiatan lain yang berkaitan
dengan kependidikan yang digunakan sebagai bekal untuk menjadi calon pendidik.
Mahasiswa praktik diharapkan mampu memiliki nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dibutuhkan sebagai seorang pendidik.
Pelaksanaan kegiatan PPL diawali dari observasi hingga pelaksanaan yang terbagi
menjadi beberapa tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta refleksi. Kegiatan
PPL dilaksanakan setelah konsultasi kepada guru pembimbing terlebih dahulu. Dalam
pelaksanaan kegiatan PPL, mahasiswa praktik juga mendapat bimbingan dari Dosen
Pembimbing Lapangan.
Pelaksanaan PPL yang dilaksanakan di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Mertoyudan
Magelang menghasilkan penerapan ilmu pengetahuan dan praktik keguruan di bidang
pendidikan Bahasa Jawa yang telah diperoleh di perguruan tinggi, sehingga dengan
pengalaman yang diperoleh selama perkuliahan itu berbagai hambatan dalam pelaksanaan
PPL dapat diminimalisir. Selain itu, mahasiswa praktik juga mendapatkan pengalaman dan
ilmu dari kegiatan PPL sehingga dapat dimanfaatkan untuk menunjang karir mahasiswa di
masa yang akan datang
Notaris sebagai Saksi dalam Penyidikan Otentisitas Akta
Notaris sebagai saksi dalam penyidikan otentisitas akta. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang kedudukan hukum dan perlindungan hukum Notaris sebagai saksi dalam penyidikan otentisitas akta sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku. Notaris sebagai saksi memiliki kewajiban untuk memberikan keterangan saksi sebagai alat bukti dalam penyidikan otentisitas akta. Kedudukan hukum Notaris sebagai saksi dalam penyidikan otentisitas akta, apaikah Notaris yang terikat dengan kewajiban sumpah rahasia jabatan Notaris untuk menjaga kerahasiaan segala keterangan isi akta yang diperoleh untuk pembuatan akta, dan memiliki kewajiban ingkar Notaris untuk menolak memberi segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris, dapat mernbuka rahasia jabatannya dalam memberikan keterangan isi akta yang diperlukan sebagai alat bukti dalam penyidikan otentisitas akta, ataukah tidak; serta apakah Notaris sebagai saksi dalam penyidikan otentisitas akta tetap dapat menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Notaris dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap alat bukti akta otentik, ataukah tidak. Perlindungan hukum Notaris sebagai saksi dalam penyidikan otentisitas akta, apakah Notaris yang membuka rahasia jabatannya dalam memberikan keterangan isi akta yang diperlukan dalam penyidikan otentisitas akta, tetap dikenakan sanksi karena membuka rahasia jabatan Notaris berdasarkan peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, ataukah tidak
Jual Beli Tanah Tanpa Menggunakan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 153 Pk/pdt/2005)
:Tesis ini berjudul Jual Beli Tanah Tanpa Menggunakan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 153 PK/PDT/2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis status jual beli tanah yang dilakukan tanpa menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) khususnya pada Putusan Mahkamah Agung Nomor: 153 PK/PDT/2005) dan untuk mengetahui dan menganalisis dapat tidaknya pendaftaran hak atas tanah di Kantor Pertanahan untuk jual beli hak atas tanah tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan bacaan tambahan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan tipe penelitian sinkronisasi hukum. Menurut hasil penelitian terhadap rumusan masalah yang pertama yaitu status jual beli tanah tanpa menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 153 PK/PDT/2005) adalah jual belinya dinyatakan sah oleh Pengadilan, tetapi Majelis Hakim tetap memerintahkan/menghukum penjual dan pembeli menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk membuat Akta Jual Beli. Karena jual beli untuk tanah bersertifikat harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Menurut hasil penelitian terhadap rumusan masalah yang kedua yaitu jual beli tanah tanpa menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan, namun hal ini hanya berlaku untuk daerah-daerah terpencil yang belum mempunyai Pejabat Akta Tanah dan belum ditunjuknya Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara
- …