9 research outputs found
Current Account and Real Exchange Rate Dynamics in Indonesia
AbstractWe analyze the role of both permanent and temporary factors in affecting the Indonesian current account and real exchange dynamics before and after 2000. Adopting Lee and Chinn (1998, 2006) approach as well as Chinn et al (2007), two results stand out. First, we confirm that the behavior of the real exchange rate has altered since 2000. Identifications show that permanent shocks are the primary causes for the movement of the real exchange rate after 2000, while in the period before 2000, the Indonesian real exchange rate changes are characterized by greater dominance of temporary shocks. The apparent change in the real exchange rate behavior may be strongly justified by the implementation of free-floating exchange rate system since August 1997. Second, the shift of the real exchange rate behavior after 2000 does not necessarily affect the current account dynamics. Empirical evidence confirms that the variance of current account post 2000 remains largely due to temporary shocks. Albeit having increasing influence, permanent shocks have insignificant effect in explaining fluctuations of the current account. In this sense, the current account surplus after 2000 is attributed largely to nominal variables such as price increase, while the impact of productivity improvement is still limited
THE OPTIMAL MONETARY POLICY INSTRUMENTS: THE CASE OF INDONESIA
In 1999, the central bank of Indonesia, Bank Indonesia, gained its independence. The new Central Bank Act has established a more explicit foundation for Bank Indonesia’s independence. Firstly, goal independence, in which Bank Indonesia sets its own monetary target. Secondly, instrument independence, in which Bank Indonesia implements various policy instruments to achieve that target. The primary objective of Bank Indonesia (henceforth BI) is to achieve and maintain price stability reflected in a low and stable inflation rate
REAL EXCHANGE RATE MISALIGNMENTS: THE CASE OF THE INDONESIAN RUPIAH
This paper analyses the equilibrium price of the Indonesian Rupiah using the Synthetic Control Method (SCM) and assesses its misalignments. We find evidence of Rupiah misalignment, as the currency was undervalued for most periods, except for 1993-1996. This finding is robust across model specifications, predictors, and weighting. Our finding implies that keeping the exchange rate at its equilibrium level is ideal, and that policymakers can take advantage of the undervalued currency to promote economic growth via exports
KAJIAN PEMILIHAN SISTEM NILAI TUKAR DI INDONESIA
Besarnya pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap ekonomi nasional terutama sejak krisis ekonomi terjadi pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan pelbagai silang pendapat tentang penerapan sistem nilai tukar yang tepat bagi perekonomian nasional. Dari perkembangan tersebut serta mengacu pada berbagai pengalaman sebelumnya -- termasuk pengalaman Negara lain--, tulisan ini akan mengkaji sistem nilai tukar yang mampu meredam berbagai gejolak dalam perekonomian. Secara teoritis serta telah banyak dibuktikan dalam berbagai studi empiris, penerapan sistem nilai tukar yang optimal pada suatu negara antara lain tergantung pada karakteristik gejolak (disturbance) yang paling dominan dalam perekonomian yang bersangkutan.
Dengan menggunakan model Mundell Fleming melalui analisa dekomposisi varians pada model Vector Autoregressive (VAR) yang direstriksi sebagaimana dikemukakan oleh Blanchard Quah (1994) --yang secara struktural akan mampu menangkap dan memisahkan pengaruh jangka panjang dan jangka pendek berbagai shock dalam model terhadap variabel endogen--, menunjukkan bahwa sistem nilai tukar fleksibel masih relevan untuk digunakan. Kesimpulan ini diperoleh mengingat shock yang berasal dari sektor riil terlihat lebih dominan dalam mempengaruhi perkembangan nilai tukar ketimbang shock dari sektor moneter. Kesimpulan ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya mengenai stabilitas permintaan uang yang menunjukkan permintaan uang masih cukup stabil baik sebelum maupun setelah terjadinya krisis.
Untuk melengkapi pendekatan dekomposisi varians maka digunakan pula alat analisa yang lebih struktural yaitu metode probit dan neural network. Meski model Mundell Fleming yang mendasari penggunaan analisa dekomposisi varians merupakan landasan teori ekonomi yang cukup kuat dan telah banyak digunakan pengambil kebijakan di negara lain namun dirasakan bahwa pendekatan tersebut belum sepenuhnya dapat menjawab kritik yang dikemukakan oleh Lucas (1976) atas penerapan model ekonomi empiris.
Dalam metode probit didapat hasil bahwa derajat fleksibilitas nilai tukar cenderung masih meningkat. Berbagai variabel fundamental ekonomi seperti konsentrasi mitra dagang, daya dukung devisa, perbedaan inflasi serta mobilitas modal, mendukung untuk tetap diterapkannya sistem nilai tukar fleksibel. Sementara itu, dari metode neural network --dimana pengujian dilakukan secara cross section untuk 94 negara pada dua tahun yang berbeda -- juga diperoleh kesimpulan bahwa penerapan sistem nilai tukar mengambang masih relevan untuk dilanjutkan.
Bertolak dari kesimpulan pada tiga metode analisa yang berbeda –yang secara umum menyimpulkan bahwa sistem nilai tukar fleksibel masih relevan untuk digunakan--, maka dengan memperhatikan karakteristik struktural perekonomian serta gejolak yang mempengaruhinya, penerapan sistem nilai tukar tetap pada saat ini akan lebih berisiko tinggi terhadap terjadinya speculative attack dan secara politis akan lebih mahal apabila dalam jangka pendek terpaksa melakukan devaluasi. Dalam jangka lebih panjang, hal ini akan berdampak pada berkurangnya potensi keuntungan dari menguatnya nilai tukar bilamana kondisi perekonomian semakin membaik.
Oleh karena itu, untuk mendukung agar sistem nilai tukar fleksibel dapat berjalan dengan baik, berbagai kebijakan perlu lebih diprioritaskan yaitu penyehatan sistem perbankan dan penyempurnaan infrastruktur yang mendukung mekanisme perdagangan internasional. Selain itu, penyelesaian utang swasta dan pemerintah serta stabilisasi faktor-faktor non ekonomi seperti sosial politik dan keamanan juga harus dipercepat sehingga akan mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya fluktuasi nilai tukar yang berlebihan
Current Account and Real Exchange Rate Dynamics in Indonesia
We analyze the role of both permanent and temporary factors in affecting the Indonesian current account and real exchange dynamics before and after 2000. Adopting Lee and Chinn (1998; 2006) approach as well as Chinn et al. (2007), two results stand out. First, we confirm that the behavior of the real exchange rate has altered since 2000. Identifications show that permanent shocks are the primary causes for the movement of the real exchange rate after 2000, while in the period before 2000, the Indonesian real exchange rate changes are characterized by greater dominance of temporary shocks. The apparent change in the real exchange rate behavior may be strongly justified by the implementation of free-floating exchange rate system since August 1997. Second, the shift of the real exchange rate behavior after 2000 does not necessarily affect the current account dynamics. Empirical evidence confirms that the variance of current account post 2000 remains largely due to temporary shocks. Albeit having increasing influence, permanent shocks have insignificant effect in explaining fluctuations of the current account. In this sense, the current account surplus after 2000 is attributed largely to nominal variables such as price increase, while the impact of productivity improvement is still limited
Real exchange rate undervaluation and Indonesia’s manufacturing exports
This study analyzes the impact of real exchange rate undervaluation on Indonesia’s manufacturing exports in 22 manufacturing industries throughout 1990–2015. The study was undertaken by modifying a partial equilibrium model of monopolistic competition for exporting firms and using the augmented mean group (AMG) method. This study confirms that the real exchange rate, both misalignment and changes in levels (depreciation/appreciation), are insignificant in affecting Indonesia’s manufacturing exports. In addition, this study finds that manufactured exports are significantly determined by the manufactured exports in the previous period, real interest rates, real wages, labor productivity, and firm growth. This finding indicates that the exchange rate manipulation policy is not an important factor in strengthening the competitiveness of Indonesia’s manufacturing exports. We suggest policies that play more important roles in driving manufacturing exports are creating a competitive and conducive business climate, lowering domestic interest rates, and reforming the labor system
ANALISIS EFEKTIVITAS MEDIA PEMBELAJARAN E-LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMA PADA PELAJARAN FISIKA
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan dimanapun ia berada dan sepanjang hidupnya. Dalam proses pembelajaran yang berkualitas terdapat beberapa aspek yang turut mempengaruhi salah satunya penggunaan media pembelajaran yang inovatif. Pada mata pelajaran fisika guru cenderung kurang kreatif dan inovatif dalam menerapkan media pembelajaran saat mengajar,sehingga kurangnya motivasi belajar siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang membuat media pembelajaran semakin berkembang salah satunya berbentuk e-learning. E-learning merupakan sebuah inovasi yang mempunyai kontribusi sangat besar terhadap perubahan proses pembelajaran sehingga guru mendapat media pembelajaran yang inovasi untuk diterapkan didalam kelas dan siswa pun tidak akan jenuh dalam pembelajaran. Untuk mengetahui apakah pengunaan media pembelajaran e-learning efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa maka kami melakukan penelitian dengan metode meta-analisis yaitu menggabungkan hasil 2 atau lebih penelitian sejenis yang menunjukan bahwa media pembelajaran e-learning sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan nilai efektifitas terendah 41,00% sampai tertinggi 94,47% dengan rata-rata 78,36%