710 research outputs found

    KARAKTERISTIK PRODUK ROBOT TRADING BERBASIS KECERDASAN ARTIFISIAL DI BURSA BERJANGKA KOMODITI

    Get PDF
    Aktifitas trading di pasar komoditi yang biasanya dilakukan oleh manusia sebagai pialang kini telah melibatkan peran robot berbasis kecerdasan artifisial yang berpotensi bersinggungan dengan isu etika dan norma hukum bahkan dapat merugikan masyarakat utamanya akibat substansi iklan yang tidak lengkap mengenai informasi baik dan buruknya penggunaan robot trading apalagi terhadap robot trading yang disediakan oleh lembaga yang belum terdaftar di BAPPEBTI. Konsumen menjadi pihak yang paling dirugikan padahal jika mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) konsumen berhak atas informasi dan perlindungan. Oleh sebab itu, perlu dikaji mengenai keabsahan perjanjian konsumen yang melandasi keputusan konsumen dalam memilih jasa robot trading di aktifitas investasinya serta kejelasan kedudukan subyek hukum dalam perjanjian investasi berjangka komoditi secara daring yang melibatkan peran robot trading ini. Penelitian dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep ini akan membahas dan meneliti mengenai aspek perlindungan konsumen bagi pengguna layanan robot trading di perdagangan berjangka komoditi sebagai perkembangan terbaru di luar UUPK sehingga penanganan terhadap kerugian konsumen hendaknya dapat disesuaikan dengan faktor utama penyebab kerugian yakni wanprestasi oleh pihak pengelola platform sebagai subyek hukum. Trading activities in the commodity market that are usually carried out by humans as brokers now involve the role of artificial intelligence-based robots which have the potential to intersect with issues of ethics and legal norms and can even be detrimental to society, mainly due to incomplete advertising substance regarding the good and bad information of using trading robots, let alone against trading robots provided by institutions that have not been registered with BAPPEBTI. Consumers are the most disadvantaged party even though when referring to Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK) consumers have the right to information and protection. Therefore, it is necessary to study the validity of consumer agreements that underlie consumer decisions in choosing robot trading services in their investment activities and the clarity of the position of legal subjects in online commodity futures investment agreements that involve the role of this trading robot. Research using the statutory approach method and this conceptual approach will discuss and examine aspects of consumer protection for users of robot trading services in commodity futures trading as the latest development outside the UUPK so that the handling of consumer losses should be adjusted to the main factors causing losses, namely default by the platform manager as a legal subject

    PERBANDINGAN PERKEMBANGAN KONSTITUSI DI INDONESIA DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN NASIONAL

    No full text
    Keberadaan fungsi hukum tidak lain adalah untuk dapat dijadikan sebuah sarana bagi berbagai pembaruan yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya dalam suatu pembangunan nasional. Konstitusi sebagai acuan hukum tertinggi menjadi sebuah poros utama dalam proses pembangunan nasional sehingga diperlukan tatanan pengaturan yang selalu dapat menjawab tantangan pembaruan di dalam masyarakat. Konstitusi dapat dikatakan sebagai suatu tonggak bagi suatu negara dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Dalam penulisan ini akan dibahas perbandingan perkembangan konstitusi di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini untuk kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam merekontruksi hukum agar bisa menghadapi setiap perubahan yang terjadi didalam masyarakat kedepannya. Metode penulisan yang digunakan adalah melalui pendekatan perbandingan dan pendekatan secara historis. Pendahuluan kepentingan bersama daripada kepentingan golongan haruslah diutamakan agar dapat memberikan tunjangan perubahan yang signifikan bagi kemajuan masyarakat secara keseluruhan untuk dapat mencapai tujuan dari pembangunan nasional yang dibungkus secara apik dalam sebuah Konstitusi. The existence of function of law is none other than to be used as a means for various reforms needed by society, especially in national development. The constitution as the highest legal reference becomes a main axis in the national development process so a regulatory order is needed that can always answer the challenges of reform in society. The constitution can be said as a milestone for a country in the administration of the nation and state. In this paper, we will discuss a comparison of the development of the constitution in Indonesia since the beginning of independence until now to be used as a guide in reconstructing law so that it can deal with any changes that occur in society in the future. The writing method used is a comparative and historical approach. The introduction of common interests rather than group interests must be prioritized to provide significant change allowances for the progress of society as a whole to be able to achieve the goals of national development which are neatly wrapped in a Constitution

    PENERAPAN PRINSIP DEKLARATIF DALAM PENDAFTARAN HAK CIPTA OLEH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL (STUDI DI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA JAWA TIMUR)

    Get PDF
    Penerapan prinsip deklaratif dalam pendaftaran hak cipta mengalami kerancuan akibat pemberian wewenang kepada Sub Bidang Kekayaan Intelektual dalam pencatatan ciptaan, yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengan data primer dan sekunder melalui tahapan Editing, Classifying, Verifikasi, Analysis, dan Conclusion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendaftaran hak cipta secara deklaratif hanya diperoleh setelah ciptaan berwujud nyata. Pencatatan hanya dianggap bukti bahwa karya sudah selesai. Proses dimulai dengan tracking setelah pelaporan pelanggaran hak cipta oleh pencipta. Setelah verifikasi, berkas dikirim ke Polda Jatim untuk penyidikan, lalu hasilnya disampaikan ke Sub-bidang Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur. Meskipun demikian, penerapan prinsip deklaratif perlu disesuaikan untuk menghindari kerancuan dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang hak cipta yang berlaku. The implementation of declarative principles in copyright registration still faces confusion, as the government has granted authority to the Sub-Field of Intellectual Property in the service of recording creations. This contradicts the declarative principle and Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. This study employs a socio-legal approach with primary and secondary data through stages of Editing, Classifying, Verification, Analysis, and Conclusion. The research findings indicate that declarative copyright registration is only obtained automatically after the creation is completed and takes on a tangible form. Registration serves as a legal assumption that the work is finished. The process begins with tracking following a report of copyright infringement by the creator. After verification, the file is sent to East Java Regional Police for investigation, and the results are relayed to the Sub-Field of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human Rights in East Java. However, the implementation of declarative principles should be adjusted to avoid confusion and ensure compliance with applicable copyright laws.ABSTRAK Penerapan prinsip deklaratif dalam pendaftaran hak cipta masih terdapat sebuah kerancuan, karena Pemerintah memberikan kewenangan kepada Sub Bidang Kekayaan Intelektual dalam pelayanan pencatatan ciptaan. Hal ini, mencederai perinsip deklaratif dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Salah satu pemicu terjadinya sebuah sengketa hak cipta, yakni karena pencipta tidak mendaftarkan ciptaanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Penelitian ini, menggunakan penelitian empiris dan pendekatan yuridis sosiologis dengan sumber data primer dan data sekunder. Pengolahan melalui beberapa tahapan: Editing, Classifying, Verifikasi, Analysis, dan Conclusion. Hasil penelitian menunjukakPenerapan prinsip deklaratif dalam pendaftaran hak cipta diperoleh secara otomatis setelah kaya cipta selesai dibuat dan berbentuk nyata. Pencatatan karya cipta hanya anggapan hukum, bahwa karya cipta sudah selesai dibuat. Sedangkan penyelidikan yang dilakukan pertama kali, yakni tracking. kegiatan tracking terhadap suatu karya cipta dilakukan setelah pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelaporan pelanggaran hak cipta. Selanjutnya berkas diferivikasi oleh petugas, jika berkas sudah lengkap, maka dikirimkan ke Polda Jatim untuk melakukan penyidikan dan hasil dari penyidikan dikirimkan kembali ke pihak Sub Bidang Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham Jawa Timur. Kata Kunci: Prinsip Deklaratif; Pendaftaran Hak Cipta; Dirjen KI   &nbsp

    PERTANGGUNGJAWABAN AVERAGE ADJUSTER TERHADAP KERUGIAN AKIBAT GENERAL AVERAGE PADA PERUSAHAAN ASURANSI

    Get PDF
    Manusia hanya akan menerima, menghindari, maupun mencegah risiko yang kemungkinan akan terjadi. Hal ini menghasilkan sebuah pengalihan risiko yang dilakukan dengan cara menggunakan asuransi laut. General average merupakan sebuah kerugian yang disepakati oleh para pihak untuk ditanggung bersama dan pertanggungjawaban tersebut akan dipikul bersama antara para pihak. Average Adjuster merupakan penilai kerugian asuransi yang ditunjuk oleh perusahaan asuransi dalam menangani klaim peristiwa general average. Hasil laporan dari Average Adjuster menjadi dasar perusahaan asuransi dalam melakukan klaim yang diajukan oleh tertanggung sehingga mereka memiliki tanggung jawab atas hasil report yang diberikan. Penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, bahwa jika Average Adjuster melakukan kesalahan dalam hasil report tersebut maka salah satu pihak dapat mengajukan survei ulang pada perusahaan asuransi ataupun mengajukan pengembalian atau penambahan nilai klaim asuransi sehingga dikeluarkan sebuah LoD sebagai parameter uji batas atas instrumen yang diberikan. Oleh sebab itu, penelitian ini menyarankan perlunya lembaga baru yang berfungsi mengawasi atau mengaudit dengan tujuan pengecekan ulang validitas hasil report Average Adjuster sehingga memperkuat fungsi pengecekan ganda sebelum perusahaan asuransi memberikan keputusan final terhadap klaim tertanggung.Humans will only accept, avoid, or prevent risks that are likely to occur. This results in a transfer of risk that is carried out by using marine insurance. The general average is a loss agreed by the parties to be shared and the responsibility will be shared between the parties. The Average Adjuster is an insurance loss assessor appointed by the insurance company to handle claims for general average events. Report results from the Average Adjuster become the basis for insurance companies in making claims submitted by the insured so that they have responsibility for the results of the report provided. Normative legal research using the statutory approach method, that if the Average Adjuster makes a mistake in the results of the report, one party can submit a re-survey to the insurance company or submit a return or increase in the value of the insurance claim so that an LoD is issued as a parameter of the upper limit test of the instrument used. given. Therefore, this study suggests the need for a new institution whose function is to supervise or audit with the aim of re-checking the validity of the results of the Average Adjuster hassle so as to strengthen the double checking function before the insurance company makes a final decision on the insured’s claim

    PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA UNIT-LINK

    Get PDF
    Asuransi jiwa unit link memiliki keunikan apabila dibandingkan dengan asuransi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik asuransi jiwa unit link dan perlindungan bagi tertanggung berdasarkan asuransi jiwa unit link. Penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual ini menggunakan sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang memuat mengenai perlindungan hukum bagi tertanggung serta karakteristik asuransi jiwa unit link termasuk peraturan perundang-undangan mengenai atau terkait dengan asuransi jiwa dan investasi. Asuransi jiwa unit link merupakan produk yang bersifat investasi yaitu adanya untung rugi. Pembayaran premi yang dilakukan juga berbeda dengan pembayaran premi pada asuransi jiwa biasa. Perlindungan hukum internal terhadap tertanggung merupakan perlindungan hukum yang utama dengan asas itikad baik dan asas keterbukaan. Penting bagi tertanggung untuk memperhatikan waktu pembentukan kontrak demi mencegah terjadinya perselisihan begitu pula dengan penafsiran penanggung untuk memuat klausul dalam polis atau bahkan di media lain yang menjelaskan tentang asuransi jiwa berbasis unit link terutama terkait dengan hak bagi tertanggung. Penelitian ini menyarankan konsep perlindungan hukum bagi pemegang asuransi jiwa berbasis unit link dari aspek kontrak dan pengawasan otoritas berwenang agar tercapai keadilan.Unit linked life insurance is unique when compared to other insurances. This study aims to analyze the characteristics of unit linked life insurance and protection for the insured based on unit linked life insurance. This normative research using a statutory and conceptual approach uses primary legal sources and secondary legal materials which include legal protection for the insured and the characteristics of unit-linked life insurance including statutory regulations regarding or related to life insurance and investments. Unit-linked life insurance is an investment product, namely profit and loss. Premium payments made are also different from premium payments on ordinary life insurance. Internal legal protection for the insured is the main legal protection with the principles of good faith and the principle of transparency. It is important for the insured to pay attention to the time the contract is formed in order to prevent disputes as well as the interpretation of the insurer to include clauses in the policy or even in other media that explain unit-linked life insurance, especially related to the rights of the insured. This study suggests the concept of legal protection for holders of unit-linked life insurance from the contractual and regulatory aspects in order to achieve justice

    KEDUDUKAN HUKUM KREDITOR SEPARATIS ATAS JAMINAN KEBENDAAN MILIK GUARANTOR YANG TELAH PAILIT DALAM KEPAILITAN DEBITOR PAILIT

    Get PDF
    Perlindungan Hukum dan Kedudukan Kreditor Separatis dalam Hal Terjadi Kepailitan Terhadap Debitor Penjualan jaminan kebendaan dilakukan dengan parate eksekusi yang cara-cara dilakukan dengan penjualan di muka umum atau lelang menurut ketentuan Pasal 185 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Kedudukan Hukum Perusahaan Jaminan yang Melepaskan Hak Istimewanya dalam Kepailitan: a. Penanggung Sebagai Debitor Pasal 1 angka 1 UUKPKPU menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Hapusnya Penanggung Utang Secara umum dalam ketentuan Pasal 1845 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan lainnya. Tidak ada dasar hukum untuk menuntut dan menempatkan seorang guarantor dalam keadaan pailit pada prinsipnya sifat borgtocht, hanya menempatkan guarantor menanggung pembayaran yang akan dilaksanakan debitor, oleh karena itu yang memikul pembayaran utang yang sebenarnya tetap berada pada diri debitor. Pada saat guarantor berada dalam keadaan tidak mampu kedudukannya sebagai penjamin harus diakhiri dan menggantinya dengan penjamin baru. Legal protection and the position of separatist creditors in the event of bankruptcy against debtors the sale of material guarantees is carried out by execution parate, which is carried out by public sale or auction according to the provisions of Article 185 paragraph (1) of law no. 37 of 2004. The legal standing of a guarantee company that waives its privileges in bankruptcy a. Insurers as debtors Article 1 Number 1 UUKPKPU states that what is meant by debtors is a person who has a debt due to an agreement or law whose repayment can be collected before the court. The general abolition of the underwriter in the provisions of Article 1845 of the Civil Code states that: “the issued engagement of the underwriter is abolished for the same reason, as caused the termination of other engagements.There is no legal basis for demanding and placing a guarantor in bankruptcy in principle the nature of borgtocht, only placing the guarantor bears the payments that the debtor will carry out, therefore who bears the actual debt payments remains with the debtor. When the Guarantor is in a state of incapacity, his position as guarantor must be terminated and replaced with a new guarantor

    STUDI KOMPARASI REGULASI PERDAGANGAN ASET KRIPTO DI INDONESIA, AMERIKA SERIKAT DAN JEPANG

    Get PDF
    Peningkatan pembelian dan peredaran aset kripto di publik berbanding lurus dengan meningkatnya potensi tindak kejahatan antara lain penipuan berkedok investasi, praktik pencucian uang hingga transaksi barang secara ilegal dengan memanfaatkan aset kripto sebagai alat pembayaran. Indonesia hingga kini masih belum memiliki instrumen hukum yang secara spesifik mengatur aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah namun telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) yang memindahkan kewenangan pengawasan dan regulasi aset kripto dari BAPPEBTI ke OJK. Praktek transaksi menggunakan kripto di negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang telah diatur secara spesifik oleh regulasi khusus sehingga penelitian dengan metode penelitian hukum normatif ini akan melakukan metode pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan kedua negara tersebut serta pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penelitian ini merekomendasikan pentingnya formulasi kebijakan baru sesuai klasifikasi penggunaan dan bentuk aset kripto beserta aset berupa stablecoin dan NFT termasuk memperketat promosi dan iklan produk berbasis kripto terhadap masyarakat. The rapid increase in the purchase and circulation of crypto assets was directly proportional to the increase of financial crime rate, including fraud under the guise of investment, money laundering practices and illegal transactions of goods using crypto assets as a means of payment. Until now, Indonesia still does not have a legal instrument that specifically regulates crypto assets as legal means of payment, but Law Number 2 of 2023 concerning Development and Strengthening of the Financial Sector (UUP2SK) has been issued which transfers the authority to supervise and regulate crypto assets from BAPPEBTI to OJK . The practice of transactions using crypto in other countries such as the United States and Japan has been specifically regulated by special regulations so that research using normative legal research methods will carry out a comparative approach with these two countries as well as a statutory approach. This research recommends the importance of formulating new policies according to the classification of uses and forms of crypto assets along with assets in the form of stablecoins and NFTs, including restricting promotion and advertising of crypto-based products to society.ABSTRAK Aset kripto saat ini menjadi sebuah fenomena baru yang merupakan hasil dari perkembangan teknologi di bidang investasi dan sistem pembayaran. Perdagangan aset kripto sebagai sebuah komoditi investasi terus tumbuh secara masif dari tahun ke tahun. Di saat yang bersamaan, muncul berbagai tindak kejahatan, seperti penipuan investasi, praktek pencucian uang, dan transaksi barang illegal yang memanfaatkan aset kripto. Oleh karena itu, perlu untuk terus dilakukan perbaikan dan pembaruan regulasi, agar pengawasan terhadap perdagangan aset kripto dapat dilakukan secara lebih komprehensif. Perbaikan tersebut dapat dilakukan, salah satunya, dengan melihat praktek kebijakan di negara lain. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan aturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Bahan hukum yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan,dan bahan hukum lain yang relevan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, aset kripto di Indonesia hanya dapat dijadikan sebagai komoditas investasi yang diperdagangkan di bursa berjangka. Sedangkan untuk pengawasannya berada di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di Amerika Serikat, aset kripto dilihat sebagai komoditi, sekuritas dan mata uang virtual. Perbedaan definisi tersebut berpengaruh terhadap lembaga mana yang akan mengawasi, sesuai dengan fungsi dan wewenangnya. Sedangkan Jepang, meregulasi aset kripto secara khusus dalam Undang-Undang Jasa Pembayaran dan Undang-Undang Perdagangan dan Instrument Keuangan. Apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Jepang, Indonesia masih memiliki beberapa hal yang belum diatur terkait perdagangan aset kripto. Berkaca dari hal tersebut, terdapat beberapa formulasi kebijakan yang dapat diterapkan di Indonesia, diantaranya : (1) Membentuk regulasi yang mengklasifikasikan aset kripto sesuai dengan bentuk dan kegunaannya; (2) Membentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan OJK; (3) Membentuk regulasi terkait Stablecoin dan NFT; (4) Memperkuat aturan periklanan produk aset kripto Kata Kunci : Aset Kripto, Regulasi, Blockchain, Indonesia, Amerika Serikat, Jepan

    IMPLEMENTASI PENGATURAN BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA KEMANTREN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO

    Get PDF
    Pembentukan BUMDes diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi lokal didasarkan dari kebutuhan, potensi, dan kapasitas desa, untuk dapat meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Pasal 87 angka (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan bahwasanya setiap desa dapat mendirikan BUMDes namun berdasarkan pantauan hasil di lapangan bahwa hingga saat ini Pemerintah Desa Kemantren belum mendirikan BUMDes karena adanya beberapa kendala. Penelitian ini bertujuan mengkaji implementasi pengaturan mengenai BUMDes ditinjau dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Desa Kemantren Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pembentukan BUMDes ditinjau dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Desa Kemantren Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo sesuai asas hukum rekognisi dan asas hukum subsidiaritas. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, kepustakaan/dokumen dan observasi. Kendala yang dihadapi Pemerintah Desa Kemantren dalam mendirikan BUMDes meliputi kurangnya pemahaman Pemerintah Desa Kemantren tentang BUMDes, terkendala dana dan biaya, kurangnya ide-ide pada Pemerintah Desa Kemantren dalam mengolah potensi desa, Pemerintah Desa Kemantren belum menemukan sumber daya manusia yang dirasa mampu dalam mengolah BUMDes. The formation of Village-owned Enterprises (BUMDes) was expected to be a local economic driver based on village needs, potential and capacity, to improve community welfare. Article 87 number (1) of Act No. 6 of 2014 on Villages mandates that every village can establish a BUMDes, but based on monitoring results in the field, to date the Kemantren Village Government has not established a BUMDes due to several obstacles. This research aims to examine the implementation of regulations regarding BUMDes in terms of Law No. 6 of 2014 concerning Villages in Kemantren Village, Tulangan District, Sidoarjo Regency and to determine the factors that are obstacles in the formation of BUMDes in terms of Act No. 6 of 2014 on Villages in Kemantren Village, Tulangan District. Sidoarjo Regency is in accordance with the legal principle of recognition and the legal principle of subsidiarity. The research method used is empirical legal research with a qualitative approach. Data collection was carried out by means of interviews, literature/documents and observation. Obstacles faced by the Kemantren Village Government in establishing BUMDes include the Kemantren Village Government’s lack of understanding about BUMDes, constraints on funds and costs, the Kemantren Village Government’s lack of ideas in processing village potential, the Kemantren Village Government has not yet found human resources that it feels are capable of developing BUMDes

    KONSTRUKSI REFORMA PAJAK BAGI PEMILIK TANAH DATI DI KOTA AMBON DALAM PERSPEKTIF KEADILAN

    Get PDF
    Para pemilik tanah-tanah Dati di Kota Ambon belum pernah melakukan pembayaran pajak bumi (pajak tanah adat/Dati) miliknya kemanapun, sedangkan pembayaran pajak berguna untuk melindungi hak-hak penduduk warga desa termasuk di dalamnya hak ulayat masyarakat adat yang hidup di seluruh nusantara. Penelitian ini meneliti mengenai membentuk konstruksi reforma pajak yang dapat memperlancar proses pembayaran pajak atas tanah Dati di Kota Ambon dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa selain faktor minimnya wawasan hukum masyarakat setempat tentang perlindungan hukum bagi hak tanah adat dan kekosongan aturan hukum dalam melindungi pemilik hak tanah negara sebagai sumber pendapatan negeri untuk kemajuan negeri adat, sehingga Adapun manfaat atas pungutan pajak digunakan oleh masyarakat hukum adat untuk menjaga kestabilan ekonomi masyarakat adat secara khususnya guna mendukung pendapatan asli negeri/desa bahkan daerah Maluku.The owners of Dati lands in Ambon City have never paid their land tax (adat land tax/Dati) anywhere, while tax payments are useful for protecting the rights of villagers including the customary rights of indigenous peoples who live throughout the archipelago. This research examines the formation of a tax reform construction that can expedite the process of paying taxes on Dati’s land in Ambon City and West Seram Regency. This study concludes that apart from the lack of legal knowledge of the local community regarding legal protection for customary land rights and the absence of legal rules in protecting owners of state land rights as a source of state revenue for the development of customary lands, the benefits of tax collection are used by indigenous peoples to maintain the economic stability of indigenous peoples in particular to support the country’s/village’s original income and even the Maluku region

    PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGELOLAAN LIMBAH INFEKSIUS COVID-19

    Get PDF
    Limbah infeksius Covid-19 yang tidak ditangani dengan benar dikhawatirkan menjadi sumber penularan baru Covid-19. Beberapa regulasi yang ada, diantaranya UU PPLH, UU Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No: P.56/Menlhk-Setjen/2015 telah memberikan pedoman cara mengelola sampah dan/atau limbah, baik itu dari rumah tangga ataupun fasilitas pelayanan kesehatan. Pengelolaan limbah infeksius Covid-19 harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun masyarakat belum sepenuhnya mengetahui cara pengelolaan yang benar sehingga limbah yang seharusnya ditangani dengan cara khusus justru bercampur dengan limbah rumah tangga. Sehingga, diperlukan adanya aturan hukum mengenai kewajiban pengelolaan limbah infeksius Covid-19 disertai sanksi pidana, sanksi administrasi dan penambahan fasilitas pengelolaan limbah. Akhirnya, penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran limbah infeksius Covid-19 dapat diwujudkan jika terjalin hubungan kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pemerintah, salah satunya pemerintah menyediakan tempat pembuangan limbah infeksisus Covid-19 yang aman. Covid-19 infectious waste that is not handled properly is feared to become a new source of transmission of Covid-19. Several existing regulations, including the PPLH Law, the Waste Management Law, and the Regulation of the Minister of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia Number: P.56/Menlhk-Setjen/2015 have provided guidelines on how to manage waste or waste, both from households and facilities. Health services. Statutory regulations must carry out the management of Covid-19 infectious waste. Still, the public needs to know how to manage it properly, so waste that should be handled specially is mixed with household waste. Thus, it is necessary to have legal regulations regarding the obligation to manage Covid-19 infectious waste accompanied by criminal sanctions, administrative sanctions, and additional waste management facilities. Finally, law enforcement against perpetrators of contamination of Covid-19 infectious waste can be realized if there is a good cooperative relationship between the community and the government, one of which is the government providing safe disposal sites for Covid-19 infectious waste

    423

    full texts

    710

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Perspektif
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇