Jurnal Agripet
Not a member yet
359 research outputs found
Sort by
Pengaruh Pemberian Pelet Mengandung Tepung Daun Indigofera terhadap Produktivitas Kambing Boerka Periode Bunting dan Laktasi
ABSTRACT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet mengandung tepung daun Indigofera terhadap produktivitas kambing Boerka periode bunting dan laktasi. Ternak yang digunakan adalah kambing Boerka bunting bulan keempat sebanyak 60 ekor dengan variasi paritas ke 2 dan 3 dan rataan bobot badan saat dikawinkan adalah 32,63±5,29 kg. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan pakan dengan 20 kali ulangan: rumput lapang + Pelet komersil (R1); rumput lapang + pelet Indigofera 10% (R2); rumput lapang + pelet Indigofera 20% (R3). Parameter yang diukur adalah bobot badan anak lahir dan bobot badan anak prasapih (umur 3 bulan). Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA ) satu arah dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian tepung daun Indigofera 10% memberikan pengaruh nyata terhadap bobot lahir anak kambing betina dan tidak berbeda nyata terhadap parameter lainnya namun cenderung menurun pada pemberian tepung daun Indigofera 20%. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung daun Indigofera dalam pelet sampai 20% memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas kambing Boerka periode bunting dan laktasi. (Effect of dietary pellet containing indigofera leaf meal on productivity of Boerka goat at pregnancy and lactating period) ABSTRAK. The research was aimed to investigate effect of dietary pellet containing Indigofera leaf meal on productivity of Boerka goat at pregnancy and lactating period. A total of 60 heads of Boerka goat who were pregnant at 4th, parity of 2nd and 3rd and average of body weight when mated were 32,63±5,29 kg. Research used randomized block design with 3 feed treatments and 20 replicated: native grass + commercial pellet (R1); native grass + Indigofera’s pellet 10% (R2); native grass + Indigofera’s pellet 20%. The parameter measured were body weight of lamb born and body weight of lamb at pre-weaning (3 month aged). Data were analyzed used Analysis of Variance (ANOVA) one way dan continued with Multiple’s Range Test of Duncan. The result of statistical analysis showed that dietary Indigofera leaf meal 10% gave significant effect on birth weight of female lamb and non significant effect on other parameters but tends to decreased in dietary Indigofera leaf meal 20%. It could be conclude that utilization of Indigofera leaf meal until 20% in pellet gave not significant effect on productivity of Boerka goat at pregnancy and lactating period
Karakteristik Mikroorganisme, pH dan Unsur Hara Urin Sapi Perah di Daerah Bogor, Jawa Barat
ABSTRACT. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik mikroorganisme, pH, dan unsur hara pada urin sapi perah sebagai bahan dasar pembuatan biourin di daerah Bogor, Jawa Barat. Sampel penelitian ini adalah urin sapi perah hasil pengambilan urin pada waktu pagi dan sore. Umur sapi perah yang menjadi sampel penelitian adalah 3-4 tahun. Variabel dalam penelitian ini adalah mikroba, bakteri asam laktat (BAL), khamir, bakteri nitrifikasi, pH, NH4, kadar carbon (C), kadar phosfor (P), kadar nitrogen (N), kadar kalium (K), kadar besi (Fe) dam kadar tembaga (Cu). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengambilan urin sapi pada pagi dan sore tidak pengaruh nyata terhadap total mikroba, total bakteri asam laktat, total kapang khamir, total bakteri nitrifikasi, pH, NH4, kadar phosfor (P), kadar nitrogen (N), kadar kalium (K), kadar besi (Fe) dam kadar tembaga (Cu). Kesimpulan penelitian ini adalah waktu pengambilan urin sapi pada pagi dan sore hari memberikan pengaruh nyata terhadap kadar C namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K, kadar N, kadar Fe dan kadar Cu. Urin dengan waktu pengambilan pagi hari mengandung kadar C yang lebih tinggi dibandingkan dengan urin pengambilan sore. Hal ini menunjukkan bahwa urin sapi pagi dan sore atau gabungan urin pagi dan sore dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biourin sebagai pupuk organic cair. (Characteristics of microorganisme, macro and micro nutrients of dairy cattle urine at Bogor, West Java) ABSTRAK. This study aimed to analyze the characteristics of microorganisme pH and nutrients in the urine of dairy cows as the basic ingredients for making biourin in the Bogor area, West Java. The sample of this research is dairy cow urine with urine collection in the morning and evening. The age of the dairy cows in the research sample was 3-4 years. The parameters in this study were microbes, lactic acid bacteria (LAB), yeasts, nitrifying bacteria, pH, NH4, levels of carbon (C), levels of phosphorus (P), levels of nitrogen (N), levels of potassium (K), levels of iron ( Fe) and copper content (Cu). The results showed that the collection of cow urine in the morning and evening did not have a significant effect on total microbes, total lactic acid bacteria, total yeast molds, total nitrifying bacteria, pH, NH4, , phosphorus (P), levels of nitrogen (N), potassium content (K), iron content (Fe) and copper content (Cu). The conclusion of this study is that the time of taking cow urine in the in the morning and evening has a significant effect on K levels, N levels, Fe levels and Cu levels, urine taken in the morning contains higher levels of C than Urine taken in the afternoon. This shows that morning and evening cow urine or a combination of morning and evening urine can be used as the basic material for making biourine as liquid organic fertilizer
Indonesian River Buffalo Molecular Phylogeny Compared to Other Mammals Based on STAT1 Sequence
ABSTRACT. Genes differ in sequence, size, and functional domains among species. According to studies, STAT1 provides information on the rate of evolution that correlates with its function in the immune system. STAT1 is also considered a genetic marker for economic traits in mammals. Studying sequence comparison is an important issue in bioinformatic study and can explain phylogenetic. Therefore, this study aimed to identify the molecular phylogeny of river buffalo (Bubalus bubalis) and other mammals based on STAT1 gene sequences. This study used 7 STAT1 sequences from Ensembl (Bos grunniens, Bos indicus, Bos Mutus, Capra hircus, Cervus hanglu yarkandensis, Moschus moschiferus) and previous studies (Bubalus bubalis). The sequences were analyzed using the MEGA X 10.2.6 software to observe the nucleotide composition and the phylogeny (based on UPGMA). The adegenet package in the R 4.0.0 software is used to observe the STAT1 sequence dimensionally among mammals. The STAT1 sequence has almost similar diversity among the livestock of the same genus. Based on the STAT1 sequence, Bubalus bubalis has closer genetic proximity to the genus Bos than to another genus. In conclusion, we found STAT1 is more dynamic in evolution and more conserved and found in the similar related genus. (Filogeni kerbau Indonesia dibandingkan mamalia lain berdasarkan runutan nukleotida gen STAT1) ABSTRAK. Gen berbeda dalam urutan, ukuran, dan domain fungsional di antara spesies. Menurut penelitian sebelumnya, STAT1 memberikan informasi tentang laju evolusi yang berkorelasi dengan fungsinya dalam sistem kekebalan. STAT1 juga dianggap sebagai penanda genetik untuk sifat bernilai ekonomi pada mamalia. Studi perbandingan urutan merupakan isu penting dalam studi bioinformatika dan dapat menjelaskan filogenetik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi filogeni molekuler kerbau sungai (Bubalus bubalis) dan spesies mamalia lain berdasarkan sekuens gen STAT1. Penelitian ini menggunakan 7 sekuen STAT1 yang diambil dari Ensembl (Bos grunniens, Bos indicus, Bos mutus, Capra hircus, Cervus hanglu yarkandensis, Moschus moschiferus) dan penelitian sebelumnya (Bubalus bubalis). Sekuen dianalisis menggunakan program MEGA X 10.2.6 untuk melihat komposisi nukleotida dan filogeni (berdasarkan UPGMA). Adegenet package dalam program R 4.0.0 digunakan untuk mengamati urutan STAT1 secara dimensional diantara mamalia. Sekuen STAT1 memiliki keragaman yang hampir sama di antara ternak dari genus yang sama. Berdasarkan sekuen STAT1, Bubalus bubalis memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan genus Bos dibandingkan dengan genus lainnya. Sebagai kesimpulan, kami menemukan STAT1 lebih dinamis dalam evolusi dan lebih terkonservasi serta ditemukan dalam genus terkait yang serupa
Genetic Evaluation and Selection Response of Birth Weight and Weaning Weight in Male Saburai Goats
ABSTRACT. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi parameter genetik (heritabilitas, korelasi genetik) dan nilai pemuliaan serta menggunakan parameter-parameter tersebut untuk mengestimasi respon seleksi dan respon seleksi sifat berkorelasi untuk bobot lahir dan bobot sapih kambing Saburai jantan. Data bobot lahir dan bobot sapih 90 cempe jantan kambing Saburai (data dari tahun 2017-2018) yang dihasilkan dari sembilan ekor pejantan dan 45 ekor induk digunakan dalam penelitian ini. Heritabilitas, korelasi genetik dan fenotipik diestimasi menggunakan data saudara tiri sebapak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai heritabilitas estimasi untuk bobot lahir dan bobot sapih adalah termasuk kategori sedang (masing-masing 0,30±0,08 dan 0,22±0,07). Korelasi genetik antara bobot lahir dan bobot sapih dikategorikan sebagai positif tinggi (0,42±0,06), sedangkan korelasi fenotip antara kedua sifat ini adalah 0,10 (rendah) dan korelasi lingkungan 0,56 (tinggi). Respon seleksi meningkat dengan meningkatnya intensitas seleksi, berkisar antara 0,11 kg sampai 0,28 kg untuk bobot lahir dan antara 0,60 kg sampai 1,54 kg untuk bobot sapih, pada proporsi seleksi antara 50% sampai 5%. Respon seleksi sifat-sifat berkorelasi yang diharapkan terhadap seleksi bobot lahir secara langsung berdampak pada bobot sapih berkisar antara 0,29 kg hingga 0,75 kg pada proporsi seleksi 50% sampai 5%. Heritabilitas sedang dan korelasi genetik yang positif antara bobot lahir dan bobot sapih menunjukkan bahwa seleksi untuk salah satu dari dua sifat ini bisa berhasil dan peningkatan bobot lahir akan meningkatkan bobot sapih kambing Saburai jantan juga. Seleksi tidak langsung yaitu seleksi bobot lahir akan berdampak pada respon seleksi bobot sapih yang lebih rendah dibandingkan dengan seleksi langsung terhadap bobot sapih. (Evaluasi genetik dan respon seleksi bobot lahir dan bobot sapih pada kambing Saburai jantan) ABSTRAK. This research aimed to estimate genetic parameters (heritability, genetic correlation) and breeding value and used these parameters to estimate selection responses and correlated response to selection of birth and weaning weight of male Saburai goats. Data of birth and weaning weight of ninety male Saburai kids (2017-2018) generated from nine bucks and 45 does were used in this study. Heritability, genetic and phenotypic correlation were estimated using paternal half-sib data. The results showed that heritability estimates for birth and weaning weight were moderate category (0.30±0.08 and 0.22±0.07, respectively). Genetic correlation between birth and weaning weight was categorized as a high positive value (0.42±0.06), while phenotype correlations between the two traits were 0.10 (low), and environmental correlations were 0.56 (high). Responses to selection increased with increasing selection intensity ranging from 0.11 kg to 0.28 kg and 0.60 kg to 1.54 kg for birth and weaning weight, respectively, at 50% to 5% selection proportion. The response of the selection of correlated traits expected to direct birth weight selection impacted on weaning weight ranged from 0.29 kg to 0.75 kg at a selection proportion of 50% to 5%. The moderate heritability and positive genetic correlation between birth and weaning weight suggested that selection for any of these two traits should be successful and improving birth weight will improve the weaning weight of male Saburai goats as well. However, indirect selection (birth weight selection) will impact on the lower response for weaning weight compared to direct selection for weaning weight
Pengaruh Perbedaan Bahan Perekat dan Sumber Filtrat terhadap Fraksi Serat dan Kualitas Fisik Wafer Ransum Komplit
ABSTRACT. Pelepah sawit dapat diolah dengan penambahan filtrat abu sekam padi (FASP) dan filtrat abu tandan kosong (FATK) selanjutnya digunakan sebagai bahan pembuatan wafer. Perbedaan sumber filtrat dan bahan perekat dalam pembuatan wafer memengaruhi fraksi serat dan kualitas fisik. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh sumber filtrat dalam pengolahan pelepah sawit dan bahan perekat berbeda dalam pembuatan wafer terhadap fraksi serat dan kualitas fisik. Rancangan acak lengkap berfaktor 2 x 3 dengan 3 ulangan digunakan dalam penelitian. Faktor F : sumber filtrat : F1= FATK dan F2 = FASP. Faktor L: bahan perekat, L1 = molases; L2. onggok; L3. tepung tapioka. Parameter yang diukur adalah kualitas fisik (kerapatan partikel dan daya serap air) serta fraksi serat (serat detergen asam/acid detergent fiber (ADF), hemiselulosa, selulosa, lignin dan serat detergen netral/neutral detergent fiber (NDF). Data dianalisis dengan analisis variansi selanjutnya analisis ragam dengan uji jarak berganda Duncan/Duncan Multiple Range Test (DMRT). Pelepah sawit yang diolah dengan sumber filtrat berbeda tidak memengaruhi kualitas fisik (daya serap air dan kerapatan partikel) serta kandungan selulosa dan hemiselulosa, tapi memengaruhi (P0,05) kandungan ADF, lignin dan NDF. Penggunaan bahan perekat berbeda dalam pembuatan wafer tidak memengaruhi kerapatan partikel tapi memengaruhi (P0,05) daya serap air dan fraksi serat (ADF, lignin, hemiselulosa, NDF, dan selulosa). Interaksi sumber filtrat dalam pengolahan pelepah sawit dengan bahan perekat dalam pembuatan wafer memengaruhi (P0,05) fraksi serat dan kualitas fisik. Pelepah sawit yang diolah dengan FASP selanjutnya dibuat wafer berbahan perekat molases menghasilkan fraksi serat terbaik (NDF 43,03%; ADF 40,29%; lignin 12,62%; selulosa 24,63%; hemiselulosa 2,74%) dan pelepah sawit yang diolah dengan FATK selanjutnya dibuat wafer berbahan perekat tepung tapioka menghasilkan kualitas fisik terbaik. (The effect of differences of adhesive and filtrates sources on fiber fraction and physical quality of complete ration wafer) ABSTRAK. Palm fronds can be processed with the addition of rice husk ash filtrate (RHAF) and empty bunches ash filtrate (EBHF) and then used as an ingredient in making wafers. Difference source of the filtrate and adhesive material in wafer making affect the fiber fraction and physical quality. The study aimed to determine the effect of the filtrate source in the processing of palm fronds and different adhesives in wafer making on the fiber fraction and physical quality. A completely randomized design with a factorial pattern, 2 x 3 with 3 replications was used in the study. Factor F : filtrate source : F1 = RHAF and F2 = EBHF. Factor L : adhesive material, L1 = molasses; L2 = tapioca by product ; L3 = tapioca flour. The measured parameters are physical quality (particle density and water absorption) and fiber fraction (ADF, hemicellulose, lignin, cellulose, and NDF). Data were analyzed by analysis of variance and the differences were analyzed by DMRT test. Palm fronds treated with different filtrate sources did not affect the physical quality (water absorption and particle density) and cellulose and hemicellulose content, but affected (P0.05) the content of ADF, lignin and NDF. The use of different adhesives in wafer making did not affect particle density but affected (P0.05) water absorption and fiber fraction (ADF, lignin, hemicellulose, NDF, and cellulose). The interaction of the filtrate source in the processing of palm fronds with the adhesive in wafer making affected (P0.05) the fiber fraction and physical quality. Palm fronds which were processed with RHAF then formed wafers with molasses as an adhesive, producing the best fiber fraction (NDF 43.03%; ADF 40.29%; lignin 12.62%; cellulose 24.63%; hemicellulose 2.74%) and palm fronds which were processed with EBAF then formed wafers with tapioca flour adhesive, resulting in the best physical quality
Pengaruh Substitusi Hijauan dan Konsentrat dengan Silase Daun dan Hay Ubi Kayu terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein
ABSTRACT. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi hijauan dengan silase daun ubi kayu (SDUK) dan konsentrat dengan hay ubi kayu difermentasi ragi (Habira) terhadap produksi susu, kualitas susu, dan efisiensi ekonomi sapi perah. Materi yang digunakan adalah lima (5) ekor sapi Friesian Holstein (FH) periode laktasi kedua (66±11 hari) dengan bobot badan 387,6±6,8 kg diberi perlakuan pakan dalam Rancangan Bujur Sangkar Latin 5 x 5. Perlakuannya adalah T0 (hijauan 60% + 20% konsentrat + 20% ampas tahu), T1 (hijauan 40% + 20% SDUK + 20% konsentrat + 20% ampas tahu), T2 (hijauan 40% + 20% SDUK + 15%. konsentrat + 20% ampas tahu + 5% Habira), T3 (40% hijauan + 20% SDUK + 15% konsentrat + 20% ampas tahu + 10% Habira) dan T4 (60% hijauan + 10% konsentrat + 20% limbah tahu + 10% Habira). Variabel yang diukur adalah indeks suhu kelembapan (THI), konsumsi pakan, produksi susu, kualitas susu, hubungan konsumsi protein dan total nutrien tercerna/total digestible nutrient (TDN) dengan produksi susu serta efisiensi pakan dan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai THI yang diperoleh mengindikasikan sapi perah mengalami cekaman panas. Perlakuan T1, T2, T3 dan T4 berbeda nyata (P0,05) dengan T0 dalam konsumsi nutrisi dan produksi susu, sedangkan komposisi susu tidak berbeda nyata antar perlakuan. Konsumsi protein dan TDN pakan memiliki hubungan linier dengan produksi susu (P0,05). Tidak ada perbedaan signifikan (P0,05) dalam efisiensi pakan dan ekonomis. Dapat disimpulkan SDUK dan Habira merupakan pengganti hijauan dan konsentrat yang baik untuk sapi perah laktasi. (Effect of forage and concentrate substitution with cassava leaves silage and cassava hay on milk production and milk composition of Friesian Holstein dairy cows) ABSTRAK. This study aimed to evaluate the effect of forage replacement by cassava leaves silage (CLS) and commercial concentrate by yeast fermented cassava hay (Yefecah) on the production and quality of milk and economic evaluation. Five, early on the second lactation cycle (66±11 day in milk) Holstein Friesian cows were randomly assigned to a 5 (treatments) x 5 (replications). Treatments were T0 (60% forage + 20% concentrate + 20% tofu waste), T1 (40% forage + 20% CLS + 20 % concentrate + 20% tofu waste), T2 (40% forage + 20 % CLS + 15% concentrate + 20% tofu waste + 5% Yefecah), T3 (40% forage + 20 % CLS + 15% concentrate + 20% tofu waste + 10% Yefecah) and T4 (60% forage + 10% concentrate + 20% tofu waste + 10% Yefecah). Variables measured were temperature-humidity index (THI), feed intake, milk production, milk composition, interrelationship crude protein (CP) and total digestible nutrient (TDN) supply to milk production, and economic factors. The Result shows that T1, T2, T3, and T4 were significantly (P0.05) from T0 on nutrients intake and milk production. Whilst, the treatments were not significant (P0.05) affect to 4% fat corrected milk (FCM) and milk quality with T2 and T3 obtained the best value. The variables of CP and TDN intake have a positive relationship to milk production (P0.05). There were no significant differences in (P0.05) in feed and economical efficiency. It could be concluded that cassava foliage silage and yefecah were the good replacement of forage and concentrate for dairy cows
Study of Synbiotic Yoghurt Fortification with Red Dragon Fruit Peel Extract (Hylocereus polyrhizus) and Stevia Against Emulsion Properties and Color
ABSTRACT. The research aimed to study the emulsion properties of the fortified synbiotic yoghurt fortification red dragon fruit peel extract (Hylocereus polyrhizus) and stevia as sweeteners. The research material is probiotic yoghurt, synbiotic fortified with red dragon fruit skin extract (Hylocereus polyrhizus) 20% made from 10% skim milk and yoghurt starter containing Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus (1:1), and the addition of 0.5% stevia to synbiotic. The research method was an experimental completely randomized design with treatment T1 = probiotic yoghurt, T2 = synbiotic yoghurt fortified red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) peel extract 20% and T3 = T2 + 0.5% stevia, with 3 replications (v/v). . The variables observed were emulsion activity, emulsion stability, turbidity, whiteness index (WI) and yellowness index (YI). The results showed that fortification of evaporated red dragon fruit peel extract (Hylocereus polyrhizus) and stevia sweetener gave a significant difference (P0.05) to the average emulsion activity, a very significant difference to the average of whiteness index and yellowish index (P0.01) and did not give a significant difference (P0.05) on the average of emulsion stability and turbidity of synbiotic yoghurt. It was concluded that 20% fortification of red dragon fruit skin (Hylocereus polyrhizus) and 0.5% stevia sweetener could improve the emulsion properties of synbiotic yoghurt. (Kajian yoghurt sinbiotik fortifikasi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan stevia terhadap sifat emulsi dan warna) ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah mempelajari profil emulsi dan warna yoghurt sinbiotik fortifikasi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan bahan pemanis stevia. Materi penelitian adalah yoghurt probiotik, sinbiotik yang difortifikasi dengan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) 20 % yang dibuat dari susu skim 10% dan starter yoghurt yang mengandung Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (1:1), serta penambahan stevia 0,5% pada yoghurt sinbiotik. Metode penelitian adalah percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan T1= yoghurt probiotik, T2= yoghurt sinbiotik fortifikasi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) 20% dan T3 = T2 + 0,5% stevia, dengan 3 ulangan (v/v). Variabel yang diamati diantaranya aktivitas emulsi, stabilitas emulsi, turbiditas, serta warna ditinjau dari indeks keputihan (WI) dan indeks kekuningan (YI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fortifikasi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) evaporasi dan bahan pemanis stevia memberikan perbedaan yang nyata (P0,05) terhadap rata-rata aktivitas emulsi, perbedaan yang sangat nyata terhadap rata-rata indeks keputihan dan indeks kekuningan (P0,01) dan tidak memberikan perbedaan nyata (P0,05) terhadap rata-rata stabilitas emulsi dan turbiditas yoghurt sinbiotik. Disimpulkan bahwa fortifikasi kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) 20% dan bahan pemanis stevia 0,5% dapat memperbaiki sifat emulsi yoghurt sinbiotik
Kecepatan Pertumbuhan Spesifik Bakteri Asam Laktat dengan Ekstrak Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) sebagai Studi Awal Produksi Flavored Yogurt
ABSTRACT. Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang memfermentasi bahan pangan melalui fermentasi karbohidrat menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan spesifik dari bakteri asam laktat (Streptococcus thermophilus FNCC 0040 (ST), Lactobacillus bulgaricus FNCC 0041 (LB), Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 (LA), Lactobacillus casei ALG.2.12 (LC ALG 2.12), Bifidobacterium ATCC 12746 (BF) sebagai studi awal pembuatan flavored yogurt. Dari hasil pengujian, diperoleh penambahan ekstrak kacang merah meningkatkan kecepatan pertumbuhan spesifik isolat bakteri asam laktat dan menurunkan pH medium sehingga, penggunaan ekstrak kacang merah dapat digunakan sebagai prebiotik yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri asam laktat. Kecepatan pertumbuhan spesifik paling tinggi adalah isolat Bifidobacterium dalam medium MRS Broth dengan ekstrak kacang merah. (Specific growth rate of lactic acid bacteria with red bean extract (Phaseolus vulgaris L.) as a preliminary study of flavored yogurt production) ABSTRAK. Lactic acid bacteria are group of bacteria which ferment food carbohydrates and produce lactic acid as the main product of fermentation. This study aimed to determine the specific growth rate of lactic acid bacteria (Streptococcus thermophilus FNCC 0040 (ST), Lactobacillus bulgaricus FNCC 0041 (LB), Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 (LA), Lactobacillus casei ALG.2.12 (LC ALG 2.12), Bifidobacterium ATCC 12746 (BF) as a preliminary study for the production of flavored yogurt. In this study, lactic acid bacteria was culture in two different medium, deMan Rogosa Sharpe (MRS) Broth and deMan Rogosa Sharpe (MRS) Broth with red bean extract. Optical density, lactic acid biomass and pH was measured during fermentation processed. The results showed that the addition of red bean extract increased the specific growth rate of lactic acid bacterial isolates and lowering the pH of the medium so that the use of red bean extract can be used as a prebiotic which can increase the growth of lactic acid bacteria. The highest specific growth rate was Bifidobacterium in MRS Broth medium with red bean extract
Penggunaan Tepung Kunyit (Curcuma domestica) dalam Ransum yang Mengandung Black Garlic terhadap Performa Ayam Broiler
ABSTRACT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung kunyit (Curcuma domestica) dalam ransum yang mengandung black garlic terhadap performa ayam broiler. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler umur sehari (DOC) sebanyak 200 ekor dari strain New Lohman MB 202, tepung black garlic, tepung kunyit, ransum komersial nonantibiotic produksi Japfa Comfeed serta 20 unit kandang beserta perlengkapannya. Ayam broiler dibagi dalam 5 perlakuan dengan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Perlakuan yang diberikan adalah P0= 100% ransum komersial tanpa antibiotik, P1= P0+3% black garlic, P2=P1+0.5% tepung kunyit, P3=P1+1.0 tepung kunyit dan P4= P1+1.5% tepung kunyit sedangkan untuk periode akhir semua ayam pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 hanya diberikan ransum komersil yang mengandung black garlic. Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot karkas dan morfometrik usus halus. Pengaruh yang nyata perlakuan terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung kunyit dalam ransum yang mengandung black garlic berpengaruh tidak nyata (P0.05) terhadap semua peubah yang diamati. Disimpulkan bahwa penambahan tepung kunyit sampai 1.5% dalam ransum yang mengandung black garlic pada fase awal tidak dapat digunakan untuk meningkatkan performa ayam broiler. (The use of turmeric flour (Curcuma domestica) in rations containing black garlic on broiler chicken performance) ABSTRAK. This study aims to determine the effect of using turmeric flour (Curcuma domestica) in rations containing black garlic on broiler performance. The material used was 200 DOC broilers, which were divided into 5 treatments with 4 replications where each replication consisted of 10 chickens. Treatment consisted of P0 = 100% commercial ration without antibiotics, P1=P0+3% black garlic, P2=P1+0.5% turmeric flour, P3=P1+1.0 turmeric flour, and P4= P1+1.5% turmeric flour. These treatments were offered during the starter phase. During the finishing period, all chickens groups P1, P2, P3 and P4 were fed rations containing 100% commercial feed and 3% of black garlic. This study was designed using a completely randomized design (CRD), if there is an effect on the treatment, it will be further tested with Duncan's test. The observed variables were ration consumption, body weight gain, ration conversion, carcass weight, and small intestine morphometrics. The results of the analysis of variance showed that the use of turmeric flour in rations containing black garlic had no significant effect (P0.05) on all observed variables. It is concluded that the addition of turmeric flour up to 1.5% in the ration containing black garlic during the starter phase had not been able to improve the performance of broiler chickens.
Kandungan Mikrobiologis Litter Broiler pada Lama Fermentasi yang Berbeda
ABSTRACT. Tujuan penelitian adalah mengkaji pengaruh lama fermentasi yang berbeda terhadap bakteri asam laktat, bakteri gram positif/negatif, Salmonella dan Escherichia coli litter broiler. Materi penelitian adalah litter broiler 1 kg, mineral mix, starter mix culture, garam, urea, molases masing-masing 60 gram, NaCl fisiologis 0,85%, alkohol 96%, media MRS, SSA, EMBA, aquades, kristal violet, iodine, dan safranin. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, dengan perlakuan litter broiler lama fermentasi yang berbeda T0 (0 hari), T1 (21 hari), T2 (42 hari) dan T3 (63 hari). Parameter penelitian yaitu total bakteri asam laktat (BAL), bakteri gram positif dan negatif, Salmonella, dan Escherichia coli (E. coli). Analisis data menggunakan uji ANOVA, dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji DMRT, dengan taraf signifikasi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi yang berbeda memengaruhi total bakteri asam laktat (BAL) litter broiler fermentasi. Semakin lama durasi fermentasi, semakin tinggi total BAL litter broiler. Lama fermentasi yang berbeda tidak memengaruhi skor bakteri gram positif dan negatif litter broiler. Bakteri yang tumbuh pada litter broiler fermentasi berasal dari famili Staphylococcaceae (13,95%), Bacillaceae (32,57%), Streptococcaceae (23,26%), Saccharomycetaceae (6,98%), dan Pseudomonadaceae (23,26%). Bakteri gram positif litter broiler fermentasi berbentuk batang, tidak berspora, soliter, duplococcus, sedangkan bakteri gram negatif berbentuk batang dan soliter. Tidak ditemukan bakteri Salmonella sp. dan E. coli pada litter broiler fermentasi. Lama fermentasi yang berbeda mampu meningkatkan kualitas litter broiler, ditinjau dari total BAL. Litter broiler fermentasi berpotensi dijadikan sebagai alternatif bahan pakan, mengandung 1–3 gram positif dan 0 - 1 gram negatif, serta tidak ditemukan bakteri Salmonella sp. dan E. coli. Perlakuan yang direkomendasikan yaitu litter broiler dengan lama fermentasi 42 hari, dengan jumlah bakteri asam laktat sebanyak 2,4 log CFU/g. (Microbiological content of broiler litter at different times fermentation) ABSTRAK. The aim of the study was to examine the effect of different fermentation times on lactic acid bacteria, gram positive/negative bacteria, Salmonella and Escherichia coli litter broilers. The research material is broiler litter 1 kg, mineral mix, starter mix culture, salt, urea, molasses 60 grams each, 0.85% physiological NaCl, 96% alcohol, MRS media, SSA, EMBA, aquades, crystal violet, iodine , and safranin. The study design used a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications, with broiler litter treatments with different fermentation times T0 (0 days), T1 (21 days), T2 (42 days) and T3 (63 days). The research parameters were total lactic acid bacteria (LAB), gram positive and negative bacteria, Salmonella, and Escherichia coli (E. coli). Data analysis used the ANOVA test, and if there were differences, it was continued with the DMRT test, with a significance level of 5%. The results showed that different fermentation time affected the total lactic acid bacteria (LAB) in fermented broiler litter. The longer the duration of fermentation, the higher the total LAB of broiler litter. Different fermentation time did not affect the score of gram positive and negative bacteria in broiler litter. The bacteria growing in fermented broiler litter came from the family Staphylococcaceae (13.95%), Bacillaceae (32.57%), Streptococcaceae (23.26%), Saccharomycetaceae (6.98%), and Pseudomonadaceae (23.26%). Gram-positive bacteria fermented broiler litter are rod-shaped, non-sporing, solitary, duplococcus, while gram-negative bacteria are rod-shaped and solitary. No bacteria Salmonella sp and E. coli were found in fermented broiler litter. Different fermentation time can improve broiler litter quality, in terms of total LAB. Fermented broiler litter has the potential to be used as an alternative feed ingredient, containing 1-3 grams positive and 0-1 gram negative, and no Salmonella sp. and E. coli. The recommended treatment is broiler litter with a fermentation time of 42 days, with the number of lactic acid bacteria as much as 2.4 log CFU/g